Chapter 20 - Melindur

11.7K 984 14
                                    


Bella memotong jalan Adnan seraya merentangkan tangannya di depan pintu kamar yang katanya kamar lama perempuan itu.

“Apa lagi?” Tanya Adnan.

“Kalau di dalam nggak boleh ketawa! Nggak boleh bertanya-tanya!” Cetus Bella dengan mata yang dimelotot-lototkan.

“Ish ngatur!” Tutur Adnan seraya menggeser tubuh Bella yang tadi menghalanginya membuka pintu kamar.

Adnan menatap sekeliling kamar tersebut, kamar dengan ukiran bahasa Jawa kuno di atas pintu dan jendela, ranjang yang berada di tengah-tengah kamar. Adnan melangkah menuju ranjang, sebelumnya ia sudah meletakkan barang-barang yang dibawanya di depan lemari. Setelah menemukan hal yang membuat Bella enggan tidur disini Adnan tersenyum tipis lalu menoleh ke arah Bella.

“Apa?!”

“Tuh,” tunjuk Adnan jahil ke arah belasan bingkai foto yang berisi foto-foto Bella semasa kanak-kanak, bahkan ada satu foto yang seharusnya tak dipajang disana, foto Bella saat sedang mandi dan bertelanjang bulat.

Bella melangkah cepat mengambil bingkai tersebut lalu menatap Adnan dengan nyalang, “apaan sih?!!”

Adnan tertawa geli sembari beranjak menghampiri Bella yang berdiri di depan nakas dengan bingkai foto yang dipeluknya erat-erat. “Aku udah lihat kok,” cetusnya.

“Nggak!” Pekik Bella panik saat Adnan hendak mengambil bingkai foto tersebut.

“Lebay banget sih Bel, lagi pula itu foto pas kamu kecil bukan yang sekarang,” balas Adnan.

“Tetap aja Adnan!” Melihat ada kesempatan untuk meraih foto tersebut Adnan langsung menariknya hingga terlepas dari genggaman Bella.

“Oh jadi gini, sekarang bentuknya udah kayak gimana Bel?” Tanya Adnan terkikik geli sambil lari mengelilingi kamar, sedangkan Bella kian mengejar Adnan setelah penuturan kotor pria itu.

“ADNAN!!!” Geram Bella lalu melempar sandal bulu-bulu yang dipakainya.

Adnan menoleh, “nggak kena,” ujarnya lalu menjulurkan lidah.

“WOI PASUTRI GEMPURNYA TENGAH MALAM AJE LO BERDUA DIPANGGIL EYANG SOALNYA,” cetus Bima di depan pintu kamar seraya mengetuknya brutal.

Bella dan Adnan saling terdiam sembari menatap satu sama lain, hingga Bella sadar dan melangkah cepat membuka pintu kamar.

“Eyang dimana Mas Bima?” Tanya Bella sopan saat membuka pintu kamar masih ada Bima di depan pintu seraya menatapnya dengan raut kebingungan.

“Di dapur,” jawab Bima kemudian kembali melangkah menuju kamarnya.

Bella menoleh sebentar ke arah dalam kamarnya sebelum melangkah lebar menuju dapur. Di dapur eyang sedang duduk di meja makan sembari berbicara dengan mbak Tun yang sedang memasak, Bella tersenyum tipis saat mbak Tun menoleh mendapati dirinya sedang menatap eyang.

Bella melangkahkan kakinya menuju kursi tempat eyang duduk, “tadi kata Mas Bima eyang manggil Bella ya? Kenapa eyang?”

Eyang Putri menoleh dengan senyum manis yang membingkai wajahnya, meskipun sudah berkeriput dan rentan sisi kecantikan dari eyang tak ikut luntur.

“Sini duduk dulu,” ucap eyang sembari menepuk kursi meja makan yang terbuat dari kayu jati itu.

Bella mengangguk sopan lalu langsung mendaratkan bokongnya di kursi samping eyang sesuai perintah wanita berumur 76 itu.

“Kamu tahu ‘kan makanan kesukaan suamimu? Coba bilang ke Mbak Tun supaya bisa dimasakkan,” pinta eyang.

Bella mendadak membisu dan menundukkan kepalanya, menautkan kedua tangannya dengan erat sembari menggoyangkan kakinya di bawah meja. Bella benar-benar tak tahu apa-apa tentang Adnan, bahkan dimana pria itu dulu mengeyam pendidikan atau lebih gampangnya apa kebiasaan Adnan selama ia bersama pria itu, Bella terlalu cuek untuk mengetahui tentang Adnan.

Marriage, Not DatingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang