Udara malam ini begitu sejuk angin malam menyapu lembut permukaan kulit gadis itu.
"Gue rindu sama mamah" ucap Zara sambil menutup matanya dan membiarkan angin lembut itu menyapa wajahnya sedangkan saat ini kakak tiri gadis itu berdiri didepan pintu kamar ia menatap Zara dengan wajah sinisnya.
"Bukan nya mamah lo udah mati ya?"
Zara terkejut akan ucapan kakak tirinya itu "Maksud lo apasih"
"Alah pake ngeles segala lagi lo!"
"Lo itu gak ada bedanya ya sama setan' sama-sama kejam!" ucap Zara ia memutar badannya kebelakang untuk melihat kakak tirinya itu. Nara pun terkejut dengan ucapan Zara saat ini.
"Lo bilang apa barusan?!"
"Ngaku cantik tapi kuping lo budeg"
"Anjing lo!." bentak Nara sangat kencang hingga terdengar sampai bawah Ridwan yang mendengar ucapan tidak sopan itu hendak menuju ke kamar Zara.
"Kenapa ini?" Nara yang saat ini sedang memegang sapu untuk memukul Zara terkejut dengan sang Ayah yang sudah ada dibelakang mereka.
"Kenapa kamu Nara?!"
"Coba Ayah tanya anak kesayangan Ayah." ucap Zara.
"Lo ngomong apasih tadi kan lo yang udah mukul gue pake sapu ini sekarang gantian gue yang mukul lo!." gadis itu mengelak lagi entah fitnah apa lagi yang akan ia buat nantinya.
"Zara. Kamu itu anak perempuan kalau main jangan kasar!"
"Ayah gak liat aja udah sotau," ucapnya dengan senyuman gemetar diwajah gadis itu.
"Iya yah aku yang mukul Nara! itu benar kata Nara aku yang mukul dia yah, Ayah puas"
"Lo begini pasti supaya Ayah kasian kan sama lo za?."
"Ngapain gue dikasianin sama seorang laki-laki yang gak pernah anggap gue anaknya sendiri, basi."
"Sekarang kamu sudah berani sama Ayah?!" bentak Ridwan sebenarnya sang Bibi ingin memberi tau semuanya tapi ia bisa berbuat apa jika tidak punya bukti ia pasti akan dipecat disini memangnya ia pikir gampang mencari pekerjaan. Ridwan pun tidak segan segan mengambil tongkat yang dipegang Nara ia mengangkat tongkat itu tinggi-tinggi ia mengarahkannya tepat di badan Zara dan satu pukulan pun menghantam badan imut gadis itu saat ini.
"Ayah sakit." gadis itu merintih kesakitan tapi tak membuat Ridwan mengampuni gadis yang tidak bersalah didepan matanya ini beberapa pukulan tepat berada ditubuh Zara mereka berdua keluar dan mengunci pintu kamar Zara begitu saja Ridwan dan Nara membiarkan gadis itu sendirian didalam kamar dengan luka memar di sekujur tubuhnya.
Zara berusaha untuk bangun dari lantai tapi tidak bisa rasanya sakit bahkan demamnya saja belum pulih sampai saat ini.
"Ayah jahat sama Zara, Ayah belum dengerin Zara, zara mau ikut mamah" dadanya sesak yang menemani malamnya saat ini hanyalah isak tangis dan luka di sekujur tubuh Zara.
~•🌹•~
Pagi ini cuaca tidak bagus hujan mengguyur kota ini tapi tidak ada halangan untuk semua murid berangkat ke sekolah mereka.
"Zara kemana?" tanya seorang ketua OSIS ia teman seangkatan Zara, zara memang nakal suka membentak tapi soal prestasi ia juga tak mau kalah dari yang lain ia hanya ingin menunjukkan kepada orang tuanya jika lulus nanti ia bisa mendapatkan nilai yang bagus.
"Gue gak tau." jawab Ayara seadanya.
"Oke makasi" pria itu memutar badannya kebelakang untuk pergi dari kelas mereka.
"Anjir. Udah gitu aja" pria itu sama sekali tidak memperdulikannya berbicara yang tidak-tidak hanya membuang waktu baginya.
"Kira kira Zara kenapa ya kalo gak masuk pasti dia juga ngubungin gue kalo engga Caca" batin Ayara bingung.
Grup
Ayara;Lo kenapa gak masuk za?.
Caca; Udah, biarin aja gue mau ngomong sama lo ay
Ayara; Apa?
Caca; Udah ikut aja gue!.
Saat ini mereka berdua berjalan menuju keluar sekolah.
"Kenapa sih lo ngomong kaya ada yang penting banget" tanya Ayara ia tidak mengerti Caca seperti tidak biasanya.
"Gue pingin ngomong tentang Zara"
"Terus?"
"Gue semalem sempet ketempat Zara"
Flashback.
Malam ini sejuk sekali angin berhembus pelan Casia yang sedang berjalan menuju rumah Zara untuk mengembalikan kotak pensil Zara yang ketinggalan didalam kelas. Ia sudah sampai di depan rumah gadis itu semuanya terlihat tenang ia menginjakkan kaki dihalaman rumah bernuansa putih itu.
"Akhirnya gue sampe juga" ucapnya ia ingin membukyikan bel rumahnya Zara namun dikejutkan dengan suara jeritan perempuan ia sudah yakin kalau itu adalah Zara Casia pun mengurungkan niatnya untuk membunyikan bel rumah gadis itu suara tongkat yang jatuh terdengar keras ditelinga casia dan jeritan perempuan yang sedang menangis ingin ia menolong temannya itu tapi apa boleh buat ia pasti akan kalah dengan Ridwan dan juga anak tirinya itu.
***"Lo kenapa gak nelfon gue sih an" balas Ayara ia membuang nafasnya kasar.
"Niatnya gue mau ngubungin Bery tapi-"
"Tapi apa lagi!"
"Gue liat Bery lagi jalan sama teman-temannya gak enak"
"Lo itu apa apa gak enak dia pacarnya Zara harusnya tanggung jawab" saat ini mereka masih berbicara cukup lama diluar sekolah sedangkan Bery yang saat itu berdiri dibelakang mereka dan mendengarkan cerita mereka sangat merasa bersalah kenapa malam itu ia tidak bersama Zara saja kenapa ia harus mementingkan temannya Zara lebih membutuhkannya saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Garis Yang Terpisah [On Going]
Teen Fiction[Part bersambung] ⚠️ WARNING⚠️ • DILARANG PLAGIAT/SS FOTO/ APAPUN ITU! *** Cerita ini adalah sebuah kisah anak remaja yang bersekolah di sebuah SMA semua murid disana merasa kalau seorang "Queen Zara" adalah anak yang nakal tidak pernah mematuhi atu...