WAKTU masih menunjukkan pukul dua belas siang, tetapi awan gelap sudah berbondong-bondong menutupi sinar sang surya. Hanya tinggal menunggu hitungan menit, air dari langit pasti akan berjatuhan membasahi tanah yang beberapa hari ke belakang selalu kering. Rupanya, seiring dengan pergantian tahun, musim belum berniat untuk berubah sepenuhnya.
Fahla mendongak sejenak tanpa menghentikan langkah pendeknya. Setetes, dua tetes air mulai jatuh menimpa permukaan kulit wajah perempuan itu. Ternyata, hujan datang lebih cepat dari perkiraannya. Sebelum kian membesar, Fahla gegas mempercepat pergerakan kedua kakinya agar ia bisa sampai dengan cepat ke tempat tujuan: Toko Buku Cempaka.
Tiba di halamannya yang tampak asri, samar-samar Fahla mendengar suara musik dari dalam sana. Kernyitan di dahinya lekas terbentuk. Fahla tidak salah dengar, 'kan? Sejak kapan Graha memutuskan untuk menyingkirkan kesan tenang dari toko buku milik keluarganya?
Karena rasa ingin tahu yang semakin meningkat, Fahla pun langsung saja melangkah lebih jauh sampai akhirnya ia berada dalam naungan bangunan sederhana tersebut. Sepasang netranya segera menangkap sosok laki-laki yang berdiri di balik meja kasir, hanya menampakkan punggungnya. Lagi-lagi Fahla dibuat heran kala mendapati laki-laki itu mengenakan kaus berlengan pendek dengan celana jin selutut.
Sungguh, belum pernah sekalipun Fahla melihat Graha tanpa pakaian yang serba panjang seperti ini. Fahla jadi curiga. Jangan-jangan, orang ini adalah ....
"Mau beli buku?"
Fahla kontan terperangah ketika orang itu akhirnya menyadari kehadirannya dan berbalik, menunjukkan sosok aslinya. Laki-laki itu tengah memegang ponsel, lalu dengan satu sentuhan yang ia berikan pada layar, sebuah lagu berjudul Dear God dari Avenged Sevenfold langsung terdengar memenuhi ruangan melalui bluetooth speaker yang terletak di meja kasir.
"Abangnya Graha?" Entah dapat dorongan dari mana Fahla berani menanyakan hal itu secara langsung, tanpa basa-basi pula.
Alih-alih memberi jawaban, laki-laki di hadapannya justru kembali melemparkan pertanyaan lain. "Siapanya Graha?"
"Temen ... temennya Graha," jawab Fahla pada akhirnya, meski awalnya ia ragu harus mengatakan apa. Namun, dirinya dan Graha memang benar hanya berteman, 'kan?
"Ah, ternyata lo," ujar laki-laki itu sambil menjentikkan jari seolah baru saja mengingat hal yang penting. Setelahnya ia tiba-tiba saja menjulurkan tangan sembari memamerkan sebuah cengiran. "Gerhan. Abangnya Graha."
Untuk sejenak Fahla hanya memandangi tangan milik Gerhan yang menggantung di udara. Dugaan sebelumnya ternyata benar. Lagipula, wajah Gerhan memang benar-benar merepresentasikan Graha versi yang lebih dewasa. Namun, hal-hal kecil yang telah Fahla notice sebelumnya sudah menjadi bukti jelas bahwa kepribadian Gerhan sangat berbanding terbalik dengan Graha.
"Fahla," Fahla turut memperkenalkan diri sambil menjabat tangan laki-laki itu. "Err, Bang Gerhan? Tadi maksudnya apa, ya? 'Ternyata lo'?"
"Ya, ternyata lo orangnya, yang pernah Graha ceritain ke gue," tukas Gerhan dengan cara bicaranya yang terdengar santai meskipun ini adalah pertemuan pertama mereka. "Ternyata, beneran mirip."
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Raining Outside [END]
RomanceIt's raining outside. Won't you stay here for a while? --- Penat dengan segala kegiatan di kampus dan permasalahan dalam hidupnya, Fahla Audina memutuskan untuk menghabiskan waktu liburan semester di rumah Tante Ratna yang tinggal cukup jauh dari pu...