"APA kabar, Graha?" Adalah kalimat pertama yang terlontar dari mulut seorang Kinanti Prameswari, dengan sorot sendu serta sebuah senyum kecil di wajahnya.
Rasanya, sudah lama sekali Graha tidak mendengar bagaimana suara itu ketika berbicara dengannya, ataupun menyebut namanya. Tak ada yang berubah sedikit pun. Begitu pula dengan sosoknya yang masih terluhat sama. Mungkin, perbedaannya hanya dapat ditemukan pada rambut hitam lurusnya yang telah mencapai pinggang.
Dua tahun memang telah berlalu. Graha tak bisa bohong bahwa pada mulanya, sesekali muncul sebuah keinginan kecil dalam diri untuk mengetahui bagaimana kabar perempuan itu yang memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di sebuah kota nan jauh di sana. Rasa rindu bahkan turut menyertai, menyerbunya tanpa ampun. Namun, tak ada satu pun yang bisa Graha lakukan. Sebab ia sudah berjanji untuk tak lagi menyiksa diri sendiri meskipun itu bukanlah hal yang mudah.
Lalu, entah sejak kapan tepatnya, Graha telah dapat kembali menjalani hidupnya seperti semula. Tanpa kehadiran perempuan itu di hidupnya, tanpa adanya nama perempuan itu dalam hati maupun pikirannya, seolah keduanya tak pernah dipertemukan oleh semesta yang di kemudian hari malah menjebaknya dalam sebuah hubungan yang rumit.
Dan kini, melihat kembali sosok Kinan secara nyata membuat Graha akhirnya dapat meyakinkan dirinya sendiri bahwa rasa itu memang telah lenyap sepenuhnya, habis tak bersisa. Yang kemudian tergantikan oleh sebuah perasaan baru yang muncul ketika Fahla Audina masuk tanpa izin ke dalam kehidupannya.
Alih-alih menjawab pertanyaan Kinan, Graha memilih untuk lebih dulu memastikan bagaimana reaksi Fahla yang berdiri di sebelahnya. Ia hanya geming dan raut wajahnya tak mudah terbaca. Pandangannya terarah pada Kinan, tetapi tak dapat ditemukan emosi apa pun di sana. Kosong. Barangkali apa yang terjadi saat ini memang benar-benar sulit dicerna olehnya.
Dan Graha pun jadi cemas dengan segala pikiran ataupun asumsi macam apa yang memenuhi benak Fahla sekarang.
Satu tangan Graha lantas tergerak untuk menyentuh jari-jemari tangan Fahla, yang kemudian ia bawa dalam genggamannya. Perempuan itu lekas tersadar dan menengok ke arahnya. Sepasang netranya menatap Graha lamat-lamat, tetapi lagi-lagi ia tak bisa mendefinisikannya.
Apa yang Graha lakukan tentu tak luput dari pandangan Kinan, hingga memberanikan dirinya untuk kembali bersuara. "Ah, maaf, aku ganggu waktu kalian, ya?" ungkap perempuan itu dengan wajah merasa bersalah.
Tadinya Graha hendak membalas kalimat tersebut. Namun, tanpa ia sangka, justru Fahla yang lebih dulu melakukannya.
"Nggak, kok, santai aja," sahut Fahla. Bibirnya membentuk senyum tipis.
Kinan menyelipkan sejumput rambut ke belakang telinga, lalu tiba-tiba saja ia menjulurkan tangannya ke hadapan Fahla. "Halo, aku Kinan," perempuan itu memperkenalkan diri. "Aku sama Graha udah berteman baik sejak kami masuk SMA."
Selama beberapa saat Fahla hanya terdiam. Kemudian ia memandang tangan Kinan sekilas sebelum meraihnya. Lengkungan pada bibirnya tampak sedikit dipaksakan. "Oh ... iya," sahutnya pelan. "Gue Fahla."
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Raining Outside [END]
RomanceIt's raining outside. Won't you stay here for a while? --- Penat dengan segala kegiatan di kampus dan permasalahan dalam hidupnya, Fahla Audina memutuskan untuk menghabiskan waktu liburan semester di rumah Tante Ratna yang tinggal cukup jauh dari pu...