SEMBILAN~

6 4 0
                                        

Halo, haloo

Apa kabar?

Jangan lupa vote dan komen, ya!

Happy reading!

_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_

"Hasilnya sepadan dengan usahanya."

"Waktunya 5 menit lagi," ucap Bu Dira mengingatkan.

Ananta bernapas lega, karena dia baru saja selesai mengerjakan soal-soal itu. Ia melihat teman-teman yang lain. Terlihat Safira dan Arjuna sudah selesai, tinggal Reza yang masih membolak-balikan kertas di mejanya.

5 menit berlalu, waktunya mengumpulkan. Semua kertas ditaruh di meja Bu Dira, tanpa terkecuali. Sepertinya, Reza juga sudah selesai.

"Terima kasih untuk kalian semua, karena sudah mau mengikuti seleksi ini. Hasil atau pengumumannya, akan Ibu beritahu di grup." Bu Dira menjeda. "Siapapun yang terpilih, Ibu harap, kalian bisa memanfaatkan peluang bagus ini dengan baik. Dan untuk yang tidak terpilih, gak perlu sedih, kecewa, atau malah membandingkan diri kalian. Gak terpilih bukan berarti kalian kalah atau apapun. Kalian tidak terpilih, mungkin itu tanda agar kalian berusaha lebih keras lagi kedepannya."

"Cukup sekian. Silahkan kembali ke kelas masing-masing. Sekali lagi, terima kasih, Anak-anak," ucap Bu Dira mengakhiri.

Ananta dan yang lainnya keluar dari ruangan. Ia berpisah dengan Safira dan Reza karena jurusan IPA dan IPS beda arah. Ananta berjalan berdampingan dengan Arjuna di sebelahnya.

Rasanya akward sekali. Ananta tak berani membuka pembicaraan. Ia hanya menunduk. Sedangkan Arjuna menatap ke depan. Sampai akhirnya, Ananta berbelok masuk ke kelas, dan Arjuna lurus.

🌷

Kaki jenjang seorang gadis melangkah menuruni tangga. Seketika aroma tembakau ditangkap oleh indera penciumannya, padahal belum juga mencapai lantai bawah.

Dengan wajah bantal, Ananta menoleh ke arah ruang keluarga. Dan benar saja, di sana ada Papa bersama rokok di tangannya yang hampir habis, dan puntung rokok yang berserakan di lantai.

Ananta menghela napas. Seolah sudah biasa, ia seakan tak peduli dengan asap rokok yang otomatis dihirup masuk ke dalam tubuhnya.

Kakinya tetap menuruni tangga, hingga ia sampai pada ruang makan. Tak cukup hanya di ruang keluarga, di ruang makan ada Mama yang tak jauh berbeda. Hanya saja putung rokok tak berserakan di lantai. Ya, walaupun itu sama sekali tak membuat Ananta lega.

Ananta mengambil air putih, lalu duduk di kursi meja makan. Setelah meneguk air itu, ia membuka suara, "Mama udah makan?"

"Belom," jawab Hani tanpa mengalihkan pandangnya dari ponsel.

"Di kantor ada masalah, ya?" tanya Ananta hati-hati.

Biasanya, beberapa orang akan mengonsumsi rokok berlebih saat mereka memiliki masalah, walaupum Ananta tau, Mamanya tetap akan mengonsumsi itu tanpa ia memiliki masalah. Terbukti dari setiap pagi Ananta turun, pasti ada aroma tembakau yang menyengat, lengkap dengan sisa-sisa asap yang mengudara.

"Bukan urusan kamu," jawab Hani ketus.

Ananta menghela napas, lalu hanya mengangguk.

Tanpa Judul [ANANTA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang