"Jika langit punya mentari untuk dirindukan. Maka gue punya lo untuk diperjuangkan."
_ArlanPadeykaLoris.|| A+ ||
Hari sudah berganti. Sang matahari sudah menampakkan wujudnya. Arlan, cowok itu masih saja terlelap dalam tidurnya, padahal matahari sudah cukup tinggi. Ia menggeliat kemudian melanjutkan tidurnya. Selimut menutupi semua tubuh Arlan, tapi ia masih merasa kedinginan. Astaga, apakah di Indonesia ada musim salju? Kenapa Arlan begitu kedinganan, padahal sang matahari sudah muncul dan naik cukup tinggi.
Seluruh tubuhnya terasa panas, bibirnya bergetar pucat, matanya juga terasa perih. Ingin bangkit dari tidur, tapi rasanya sangat malas, ditambah badannya terasa sakit. Ia membuka selimut yang menutupi wajahnya, kemudian tangannya dengan susah payah meraih ponsel di nakas. Setelah dapat, ia mencari nomor seseorang untuk dihubungi.
"M-mah, pulang." Arlan merengek kepada Tarissa.
"Lho, kamu kenapa sayang?" Terdengar nada khawatir di seberang sana.
"Kayaknya aku sakit. Semalam kehujanan. Pulang, mah."
"Duh, Arlan. Mamah masih ada kerjaan di sini, acara talk shownya belum selesai. Coba deh, nanti mamah telpon kakak kamu supaya dirawat sama dia. Ya, sayang."
Arlan menghela nafas panjang. "Ya udah deh, mah."
"Ya udah. Mamah tutup telponnya ya. Cepet sembuh sayang."
Tut
Sambungan telepon dimatikan secara sepihak oleh Tarissa. Lihatlah! Ia sedang sakitpun tidak ada yang khawatir. Biasanya Tarissa yang merawat Arlan jika sakit. Tapi karena Tarissa sedang ada acara yang tidak bisa ia tinggalkan, mau tak mau, kakaknya yang merawat dia, itupun jika memang kakaknya tidak sibuk.
Sedangkan di tempat lain, sekolah Wisteria. Tepatnya di kantin Wisteria terdapat lima gadis yang sedang tertawa, bercanda ria. Ya, siapa lagi jika bukan Azilla, Vio, Melody, Ajeng dan Mei. Kelima gadis itu sudah menjadi perbincangan murid Wisteria karena kesolidaritasannya. Banyak yang iri akan persahabatan mereka dan banyak yang ingin bergabung di antara mereka. Padahal mereka tidak membentuk sebuah geng. Berteman dengan siapapun tidak masalah, tapi ikatan persahabatan mereka tetap terjalin dengan sangat baik.
Suara deringan ponsel menghentikan kegiatan bercanda mereka. Karena suara deringan mereka sama, merekapun mengecek ponselnya masing-masing. "Lha, bukan suara hp gue ternyata," ujar Mei.
"Hp aku yang bunyi ternyata, hehe," sahut Azilla terkekeh.
"Si anjir. Lagian suaranya sama semua," ujar Vio.
"Padahal gak direncanain," sambung Ajeng. Mereka juga heran, kenapa suara deringan mereka bisa sama, padahal tidak ada rencana.
"Aku angkat telpon dulu ya," izin Azilla pada mereka yang dibalas anggukan. Azilla yang melihat siapa penelpon itupun segera mengangkatnya, tak ingin sang mamah menunggu lama.
"Assalamualaikum, mah."
"Waalaikumsalam, sayang. Mamah mau minta tolong sama kamu, bisa?"
"Boleh, apa mah?"
"Arlan lagi sakit. Biasanya mamah yang rawat dia, tapi karna mamah lagi ada acara talk show di Belanda, jadi gak bisa. Tadi mamah juga udah telpon kak Hira, dia juga gak bisa karna lagi di rumah mertuanya. Sekarang mamah minta kamu urus dan rawat Arlan ya, sayang. Kesian Arlan, biasanya dia bakal manja kalo sakit."
"Innalillahi. Tapi mah-"
"Mamah tau. Kamu tenang aja ya. Mamah bakal kasih tau sama kepala sekolah dan guru BK untuk minta izin."
KAMU SEDANG MEMBACA
A+ (New Version)
FanfictionBagaimana jadinya jika ke dua sifat yang bertolak belakang dipersatukan oleh sebuah ikatan sakral. Iya, pernikahan. Arlan Padeyka Loris namanya. Cowok berandal, bad, nakal, suka keluar masuk BK, balapan liar, mabuk, ketus dan cuek dipersatukan oleh...