Chapter 12 : Penguasa Wisteria?

40 18 4
                                    

Capenya bakal kerasa kalau kamu berjuang sendiri.

Betul tidak? Adakah di sini yang berjuang hanya sendirian? Semangat yaa! Tapi kalo menurut aku mah, kalo kalian pacaran terus malah berjuang sendiri, mending putusin ajalah, hhaa. Maap², bukan maksud menghasut lho ya. Cuma ya ... apa gak cape berjuang sendiri? Kan pacaran itu sepasang, 2 orang, masa yang berjuang cuma sendiri?

Azilla bergeming, menangkap lurus pada objek indah di seberang sana. Jauh. Cukup jauh sekitar lima meja dari tempat ia duduk di kantin sekolah sekarang. Tapi mata sehatnya itu masih bisa menangkap sosok berbadan tegap yang mengenakan baju kutung basket dengan peluh mendominasi dahinya. Terlihat kucel, namun masih tetap tampan di mata gadis itu.

"Calon suami aku kenapa ganteng banget sih?"

"Eh, astagfirullah, Azilla. Zina, dia masih calon kamu."

Azilla tersentak, kaget. Padahal bahunya hanya di tepuk saja, tapi begitu kaget. Kepalanya langsung mendongak ke arah Violetta si pelaku.

"Napa lo? Ngeliatin si leader dakjal ampe segitunya. Suka ya lo?" tanya Violetta memincing matanya menatap Azilla serius.

"H-hah? Leader dakjal? Maksudnya?" Kini malah Azilla yang balik bertanya.

"Astaga, Azilla. Kudet sih lo. Eh, lo 'kan murid baru ya. Nih gue kasih tau sama lo ya. Gue tau tadi lo lagi natap tuh cowok. Leader dakjal sebenarnya itu gue sendiri yang ngasih nama. Arlan Padeyka Loris, dia itu leader gangster Delvaros. Lo pasti tau 'kan gangster Delvaros kayak gimana jahatnya. Ganteng sih, tapi sayang kelakuannya kayak dakjal jahanam. Terus kaos nomor punggung delapan namanya Dylan Dhavis Pamungkas, dia cowok yang paling gak gue suka, mulutnya pedes, suka nyinyir, blak-blakkan lagi kalo ngomong, suka gak mikir efek dari mulut jahanamnya itu. Ck! Cape gue. Mei, lanjut," suruh Violetta kepada Meisha sambil mengambil minum miliknya untuk diminum.

"Oke. Lanjut. Nomor punggung enam namanya Sadam Rivaro Alifan, dia itu orangnya cerewet, petakilan kayak Vio, tapi dia juga humoris orangnya. Terus yang nomor punggung 20, yang lagi tebar pesona namanya Angkasa Zaraka Dewa, astaga males gue sebut namanya. Dia itu si playboy cap dakjal. Jangan sampe deh lo suka sama dia, ceweknya ada di mana-mana, ngeri gue, iw. Next, nomor punggung 26, dia yang paling gue gemari namanya Almausufi Steven Tomlinson, orangnya dewasa gitu walaupun sedikit cuek, dia itu cool. Dan yang paling gue menganu sama dia itu karena dia blasteran Indonesia-Turki! Gila gak tuh. Terus yang terakhir ada nomor punggung 12 namanya Haruto Sarendra Dreorivle, gue kasih tau sama lo, selain Angkasa, lo juga jangan suka sama Haruto, karena dia cowoknya si Melody, abis lo ama dia kalo sampe lo suka sama dia, pawangnya galak. Bentar nafas dulu gue, capek."

Ajeng mengambil alih untuk menjelaskan seluk beluk mereka. "Mereka berenam itu anggota inti gangster Delvaros. Kamu pasti udah gak asing 'kan sama namanya. Jangan pernah buat masalah sama mereka kalo kamu gak mau kena masalah. Bahkan mereka itu berkuasa di sini. Guru-guru aja pada gak berani sama dia karena takut. Selain takut, guru-guru juga gak mau di pecat karena hal sepele. Dan ... kamu tau?" tanya Ajeng yang dibalas gelengan.

"Papah Arlan itu yang punya sekolah ini. Sedangkan teman-temannya salah satu donatur SMA Wisteria. Mangkanya anak-anak Wisteria sering manggil mereka dengan sebutan si penguasa Wisteria," lanjutnya.

||A+||

Di sebuah lapangan utama. Terlihat enam cowok sedang bermain basket. Namun satu dari mereka terlihat sedang menebar pesona kepada siswi-siswi yang sedang menonton atau yang hanya sekedar lewat.

Kini ke enam cowok itu baru saja selesai latihan basket. Memang semua kelas di kosongkan pelajarannya, oleh karena itu SMA Wisteria terlihat sangat ramai. Apalagi di lapangan. Para murid lebih menyaksikan tim basket sedang berlatih.

Banyak dari siswi berbondong-bondong untuk memberikan mereka minum.

"Kak Sadam nih minum buat kakak!"

"Arlan, nih buat lo."

"Jangan Lan, punya gue aja."

"Apaan sih lo!"

"Angkasa ini gue ada minum buat lo."

"Apaan sih lo. Gak tau diri, gue pacarnya, jelas dia harus ambil minum dari gue."

"Gue juga pacarnya ya asal lo tau."

"Haruto ini minum buat lo. Terima ya."

BRAK

Botol minum yang siswi tersebut akan dia berikan pada Haruto di lempar begitu saja. Bukan. Bukan Haruto yang melakukan itu. Tapi siapa lagi jika bukan Melody, kekasih Haruto. Sudah di bilang, mereka memang saling cuek dan dingin, tetapi jika ada salah satu yang mendekati mereka, mau tak mau harus menanggung nasib.

"Apa-apaan sih lo! Itu minum buat Haruto!" kesal siswi bername tag Sahira tersebut.

Melody menatap tajam Sahira. "Dia cowok gue!" ujarnya sinis.

"Ya terus?" tanya Sahira menantang.

"Tau diri jadi orang! Gak usah kegatelan," ujar Melody sinis kemudian memberikan botol minum yang sedari tadi ia pegang kepada Haruto.

"Sok cool lo," decak Sahira sinis melihat Melody dengan gaya cool nya.

"Cewek cool itu, cewek gue," sahur Haruto.

Haruto lantas langsung meminumnya hingga setengah. Melihat kekasihnya beradu mulut dengan siswi lain hanya bisa menonton tanpa berniat melerainya. Itu sudah biasa baginya.

Beralih pada yang lain. Sahabat Melody maupun Haruto hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan Melody, terkecuali Azilla yang memang tidak tahu apa-apa.

Sesaat mata Arlan dan Azilla tak sengaja bertemu. Membuat keduanya sama-sama diam. Tersadar akan keterdiamannya, Azilla lebih dulu membuang pandangannya terhadap Arlan. Kebetulan sekali posisi Azilla dengan Arlan sangat dekat.

"Lo gak bawain gue minum juga?" tanya Arlan pada Azilla berbisik.

Azilla mengernyit menggeleng. "Adanya bekas aku."

Tanpa izin pemiliknya, Arlan mengambil botol minum bekas Azilla minum tadi saat di kantin, hanya menyisakan setengahnya. Mata Azilla membola tidak percaya.

"What? Wait. Dia minum bekas aku? Itu artinya ... AAAA BUNDAAA!" batin Azilla berteriak.

Bagaimana tidak? Arlan meminum bekas Azilla minum dan itu artinya, secara tidak langsung mereka sudah ... ciuman? Oh, tidakk!

Tanpa mereka sadari, sedari tadi ternyata ada seseorang yang melihat interaksi ke duanya dengan tatapan yang sulit diartikan.

A+ (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang