"Bersamamu aku bahagia."
_ArZi.|| A+ ||
Matahari mulai menampakkan wujudnya malu-malu. Azilla menyipitkan mata merasa silau karena adanya cahaya yang masuk dari celah pentilasi. Gadis itu mulai membuka matanya sedikit demi sedikit. Menoleh pada jam dinding. Seketika matanya membola begitu besar. Terkejut. Tentu, jam menunjukkan pukul 07.10 wib. Hari ini ia harus bersekolah setelah mendapat izin 3 hari dari sekolah. Tapi kini? Ia malah terlambat. Belum sebenarnya, masih ada 20 menit lagi. Tapi jika ia siap-siap pasti akan terlambat.
Tanpa menunggu lagi, Azilla bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Tak butuh waktu lama, karena ia sedang buru-buru. Ia keluar dari kamar setelah semuanya sudah siap. Ia sudah memesan ojeg online ketika dia sedang bersiap-siap, jadinya tidak akan lama menunggu abang ojol.
Azilla melihat pintu kamar Arlan yang terbuka. Mengendikkan bahu acuh. Mungkin dia sudah berangkat. Sialnya, kenapa Arlan tidak membangunkan dirinya? Oke, lupakan. Mungkin menurut Arlan itu bukan urusannya.
"Agak ngebut ya, Bang, bawanya. Saya udah telat soalnya," ujar Azilla sambil mengaitkan pengait helm pada kepalanya.
"Siap Neng. Saya itu kembarannya Rosi kalo Neng mau tau. Jadi tenang aja, Neng." Kemudian mulai menjalankan motornya menuju sekolah Azilla. SMA Wisteria.
Sepanjang jalanan abang ojol itu benar-benar membuktikan ucapannya. Kebut-kebutan juga selalu menikung pengendara lain. Tak ayal banyak pengendara lain yang mengumpat.
"Ini, Bang. Makasih ya," ujar Azilla sambil memberikan helmnya.
"Sama-sama, Neng. Nanti kalo Neng mau diajak balapan sama kembaran Rosi koling-koling abang aja ya, Neng," ujarnya kemudian pergi.
Sesampainya di SMA Wisteria. Gerbang yang menjulang tinggi itu ternyata sudah di tutup rapat oleh penjaga sekolah. Azilla berjalan menghampiri satpam sekolah. Berniat untuk bernegosiasi.
"Plis, Pak. Saya 'kan murid baru. Kasih keringanan ya, Pak," ujar Azilla menunjukkan puppy eyesnya.
"Maaf Non, tidak bisa. Ini sudah menjadi peraturan sekolah. Punten atuh, Non."
Azilla mengerucutkan bibirnya kesal. Bernegosiasi pun percuma, tidak ada hasil. Mau tak mau Azilla pergi meninggalkan area sekolah. Ia berjalan ke arah halte bus untuk menunggu bus yang lewat.
Suara klakson mobil mengalihkan atensinya. Ia menoleh ke asal suara itu dan mendapati sebuah mobil lamborghini berwarna hitam. Alisnya mengerut setelah tahu siapa pemilik mobil itu.
"Naik!" Lamunannya tersadar.
"Gue bilang naik!" ujarnya sedikit membentak.
Azilla tersentak. Mengangguk kemudian masuk ke dalam mobil tersebut.
"Telat lo?" tanyanya yang dibalas anggukan oleh Azilla.
"Kamu sendiri?" tanya balik Azilla.
"Telat juga."
Azilla menoleh. "Kok bisa? Kamu 'kan berangkatnya pagi." Cowok itu tidak menjawab, dia hanya mengangkat bahunya acuh.
"Kita mau kemana, Ar?" tanya Azilla.
"Bolos."
"Bolos? Aku gak mau ah. Anterin aku pulang aja, Ar."
"Lo ikut gue bolos," ujarnya. Ketika Azilla akan protes, Arlan lebih dulu berbicara.
"Gak terima penolakan," lanjutnya.
Azilla memutar bola matanya malas, menghela nafas sabar. Arlan ini memang susah di tebak sikapnya. Kadang dingin, kadang tidak, mungkin moodnya sering berubah-ubah seperti bunglon.
Mobil mewah Arlan berhenti di sebuah Mall ternama di Jakarta. Azilla mengernyit kala Arlan membawanya membolos ke Mall.
"Bolos ke Mall? Really?" tanya Azilla tak percaya. Bukannya menjawab Arlan hanya diam sambil mencari sesuatu.
"Pake." Arlan melempar hoodie kepada Azilla yang langsung ia tangkap. Tanpa banyak bertanya, Azilla memakai hoodie yang diberikan Arlan tersebut.
"Terus kamu pakai apa, kalo hoodienya aku pakai?" tanya Azilla. Bukannya menjawab Arlan malah ia membuka kancing seragam sekolahnya.
"Heh! Mau ngapain kamu?!" Azilla terkejut kala melihat Arlan malah membuka seragamnya. Arlan juga terkejut dengan sentakan Azilla tadi, tangannya terhenti melepaskan kancing seragam. Kemudian melanjutkan membuka kancing seragam terakhirnya.
Azilla melotot tidak percaya, tapi akhirnya ia bernafas lega kala melihat Arlan masih memakai kaos hitam bergambar ular yang melilit di punggung.
"Gak usah ge-er dulu mangkanya. Turun," ujar Arlan, kemudian membuka pintu, keluar dari mobilnya.
Azilla tersentak kala dengan sengajanya Arlan menutup pintu mobil dengan kasar. Kemudian ia juga ikut keluar, sedikit berlari untuk mengejar Arlan.
"Lan, is. Tungguin kenapa sih! Jalannya santai aja dong, jangan lari!" ujar Azilla bergerutu. Sedari tadi dirinya terus saja untuk menyeimbangkan langkahnya dengan Arlan, tetapi sulit karena langkah Arlan terlalu lebar untuk ukuran gadis itu.
Arlan berhenti melangkah, lalu menengok ke belakang, melihat Azilla berjalan terburu-buru.
Dugh
Azilla terkejut kala kepalanya terbentur dengan dada bidang seseorang. Ia menoleh mendapati Arlan menatap dirinya.
"Bilang kek kalo mau berenti, sakit tau kepala aku!" Arlan tak menjawab, ia menghela nafas, kemudian meraih tangan Azilla, mereka berjalan berdampingan. Azilla tersentak kala tangannya di genggam oleh Arlan.
"Kayaknya habis ini aku perlu ke dokter buat meriksa jantung aku." Batin Azilla.
Langkah mereka berhenti di sebuah Restoran. Kemudian memesan makan pada pelayan di sana. Menikmati makan mereka dengan tenang, tanpa pembicaraan apapun.
Sampai akhirnya, jantung Azilla serasa ingin lepas dari tempatnya, kala tangan Arlan menyentuh ujung bibirnya.
"Bocah," ujar Arlan sembari membersihkan noda di ujung bibir Azilla. Lalu kembali melanjutkan makannya.
"Salah gak sih kalo aku sekarang lagi baper?" batin Azilla bertanya-tanya.
"Sadar Zilla, sadar! Astagfirullah!"
Setelah makan. Mereka langsung melanjutkan langkahnya untuk menelusuri setiap sudut Mall. Bahkan sekarang di tangan Azilla sudah ada 5 paperbag yang ia pegang. Semuanya punya dirinya sendiri. Arlan yang meminta, ralat, memaksa dirinya untuk memborong belanjaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
A+ (New Version)
FanfictionBagaimana jadinya jika ke dua sifat yang bertolak belakang dipersatukan oleh sebuah ikatan sakral. Iya, pernikahan. Arlan Padeyka Loris namanya. Cowok berandal, bad, nakal, suka keluar masuk BK, balapan liar, mabuk, ketus dan cuek dipersatukan oleh...