Chapter 14 : Balapan.

36 22 6
                                    

Seperti hujan deras yang selalu reda, hari-hari buruk juga pasti akan berlalu.

Hidup itu bagai roda yang berputar. Ada kala di atas, ada kala juga di bawah. So, yang sekarang lagi di atas, jangan terlalu membangga-banggakan diri terlalu berlebihan, nanti kalo udah di bawah kan malu sendiri, hahaha.

Seluruh gadis-gadis dan juga para laki-laki dari berbagai kalangan sudah berkumpul untuk menyaksikan balapan liar antar dua geng motor tersadis yang paling di takuti. Tapi, ketua dari dua geng motor itu adalah laki-laki yang paling digilai oleh para kaum Hawa. Apalagi bila melihat Arlan, ketua geng motor blasteran Indo-Italia itu, hidungnya yang mancung, bibirnya berwarna merah pucat, matanya berwarna coklat gelap, serta alis tebalnya yang tegas membuat para gadis menjerit histeris ketika melihatnya. Dengan wajah dingin dan cuek saja sudah banyak memikat hati para gadis-gadis, apalagi jika ia tersenyum, mungkin ... ah ... sudahlah, semuanya pasti pingsan!

Deruman motor yang begitu nyaring mulai terdengar semakin dekat, menandakan bahkan keduanya akan segera sampai di garis finish. Entah siapa yang akan menggapai garis finish itu lebih dulu. Dari kejauhan, motor besar berwarna merah mulai terlihat dan muncul lebih dulu, membuat para cewek-cewek spontan berteriak nyaring memanggil-manggil nama si pembalap liar tersebut.

Motor besar berwarna merah itu melaju dengam kecepatan tinggi. Sang pengendara menajamkan matanya ke garis finish yang ada di depan mata, lalu sedikit melirik motor lain yang tertinggal jauh di belakangnya melalui kaca spion. Arlan tersenyum miring lalu motor merah besar tersebut meluncur dengan mulusnya hingga melewati garis finish.

Seketika riuh teriakan dari sang penggemar mulai memenuhi jalanan, teriakan gembira itu tentu ditujukan untuk sang raja jalanan, siapa lagi jika bukan Arlan.

Sudah ke sekian kalinya Arlan berhasil mengalahkan geng motor lain yang menantangnya untuk balapan dan yang kalah pun harus pasrah menerima nasib. Padahal biasanya, geng-geng motor sok jagoan itulah yang menantang Arlan untuk balapan motor dan mengancam Arlan seenak jidat lapangan. Namun, tak mungkin ada yang bisa mengalahkan seorang Arlan Padeyka Loris, leader tersadis milik gengster Delvaros. Geng motor ini hobinya menghabisi orang-orang yang suka mencari masalah atau mengganggu ketengan mereka. Sehingga tak heran, geng motor ini menjadi geng motor yang paling ditakuti.

"Wih, congrats Bos!" Angkasa menepuk pundak.

Arlan. "Ketua kita emang paling the best!" lanjutnya memuji seraya sesekali melirik pada beberapa anggota lain yang hanya berdiri di tengah kerumunan sambil menggoda beberapa cewek.

Arlan melepas helmnya yang menggantungkannya di atas spion motor. Kemudian Arlan mengukir smirk khasnya yang mampu membuat para cewek-cewek pingsan karena tak kuat. Seperti sekarang, satu di antara gerombolan penonton cewek itu ada yang tiba-tiba terkapar lemas setelah melihat smirk tampan milik Arlan. Meresahkan memang. Catat! Smirk, bukan senyum!

Arlan melirik motor hitam besar yang baru saja sampai di garis finish. Ia tersenyum miring lalu menatap lelaki yang menjadi lawannya ini sambil tersenyum jahat. "Masih mau nantangin gue?"

"Sorry, Ar," ujar Sadewa yang tak lain ialah ketua geng motor Jupiter.

"Sesuai perjanjian, mulai hari ini dan seterusnya Jupiter gak akan nyari masalah lagi sama Delvaros," lanjutnya.

Arlan hanya mengangguk sekali sebagai balasan. "Teman." Arlan mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan. Dengan antusiasnya Sadewa menerima uluran tangan tersebut.

"Teman!"

Lalu beralih pada teman-temannya. "Gue balik duluan," ujar Arlan.

"Lha, tumben lo Bos gak ke markas dulu? Masih jam 1 padahal," sahut Dylan.

Memang, Arlan biasanya lebih memilih ke markas sebelum pulang balapan. Tapi ini mungkin akan menjadi hari terakhir ia balapan. Ia tidak janji. Sebab lelaki itu dipegang kata-katanya, bukan hanya bicara tanpa pembuktian. Lagi pula ia harus membiasakan diri untuk tidak pulang terlalu larut, karena sebentar lagi ia akan mempunyai tanggung jawab yang besar.

Arlan menaikkan bahunya acuh, kemudian kembali memasang helm kesayangannya. Setelah itu, motor besar Arlan kembali melaju dengan kecepatan di atas rata-rata, meninggalkan area balap.

Entah sudah direncanakan atau tidak, tiba-tiba hujan turun deras begitu saja membasahi bumi di tengah malam begini. Aspal yang semula kering, kini menjadi basah. Tentu Arlan pun ikut basah. Tidak ingin berlama-lama lagi, ia langsung menerobos hujan dengan kecepatan tinggi. Ia melajukan motornya dengan cepat, padahal jalanan licin tapi untungnya roda motor Arlan tidak licin. Jadi mau seberapa kecepatan motor Arlan, ia tidak akan memgalami kecelakaan, tetapi jika memang Tuhan tidak berkehendak lain. Kecelakaan mana ada yang tahu.

Sesampainya di rumah, ia langsung masuk dan sedikit berlari menuju kamarnya. Untung saja keadaan rumah sepi. Tarissa sedang berada di negara kincir angin untuk acara talk show sedangkan Arya sedang berada di Brunei Darussalam karena urusan bisnis. Adiknya tentu ada di rumah karena dia harus bersekolah.

Setelah selesai membersihkan diri, Arlan langsung tidur dan menuju ke alam mimpinya.

A+ (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang