Chapter 15

6.8K 362 31
                                    

Double Up, ya!

Happy Reading!


Pulang sekolah ini Tata berencana jalan-jalan bersama Rafael. Hanya berdua tentunya. Tidak sebelum Vando ikut merecoki mereka berdua, keukeuh ingin ikut karena kesepian di rumah, katanya.

"Ihh, Abang nggak boleh ikut! Tata mau nge-date sama Rapel, tau." Ujar Tata kesal karena Vando bersikeras untuk ikut.

"Abang males sendirian di rumah, Ta. Boleh, yaa?" Vando memasang wajah memelasnya supaya Tata iba. Benar saja, Tata tidak tega melihat Abangnya dan berakhirlah mereka pergi bertiga.

"Tapi nanti Abang nggak boleh deket-deket Tata sama Rapel." Vando yang sudah bersorak kegirangan menjadi murung mendengar ucapan Tata.

Saat ini mereka sudah di mobil. Satu mobil dengan Rafael yang menyetir, sedang Vando hanya duduk manis di kursi belakang.

"Masa gitu Ta? Ntar Abang kek jomblo, degenitin sama tante-tante gimana? Emang Tata mau Abang dibawa tante-tante kurang belaian?" Ujar Vando berusaha bernegosiasi.

"Biarin, lagian ini balesan buat Abang karena udah bohongin Tata, bilangin yang buruk-buruk tentang Rapel." Ujar gadis mungil itu dengan kesal.

Rafael hanya menjadi pendengar yang baik. Membiarkan gadis mungilnya menghukum Vando. Tentunya itu belum termasuk hukuman darinya untuk Vando yang sudah mengotori otak kesayangannya itu.

***

Seperti perkataan Tata tadi, Vando tidak diperbolehkannya dekat-dekat dengan mereka. Vando harus menjaga jarak paling kurang lima meter dari mereka. Pemuda itu sudah seperti orang yang ditinggal kekasih saja. Raut wajahnya melas sekali, seperti orang yang belum makan selama tiga hari.

Rafael menertawakan Vando dalam hati. Gadis mungilnya sudah mulai meningkat. Ia tahu gadis berpipi chubby itu mudah luluh oleh perkataan orang lain, apalagi dengan tampang memelas. Tadi saja ia hampir luluh dengan rayuan Vando, namun tidak jadi karena ia ikut mengompori.

"Mau kemana dulu kesayangannya Rapel?" Tanya Rafael lembut saat mereka sudah memasuki mall.

"Tata mau ice cream Rapel. Siap itu beli loli." Ujarnya semangat.

"Oke. Kita makan dulu." Finish-nya yang membuat Tata mendelik.

"Ihhh, Rapeelll." Gadis mungl itu menggembungkan pipinya kesal.

"Hahaa, iya iyaa kita beli ice cream. Tapi makan dulu, ya?" Rafael mencubit pipi gembul itu pelan.

"Tapi nggak boleh satu meja sama Abang!" Kekesalannya malah ia alihkan kepada Vando yang semakin terpuruk di belakang sana. Kalau begini untuk apa dirinya ikut tadi!

Sekarang mereka sudah duduk di salah satu bangku restoran yang terdapat di dalam mall tersebut. Mereka duduk berdua meninggalkan Vando yang duduk berjarak dua meja dari mereka. Sudah seperti jones saja yang begitu kesepian.

"Tata mau makan apa?" Tanya Rafael kepada gadis mungil di depannya.

"Terserah aja Rapel." Ujarnya cengengesan.

Rafael memesan makanan untuk mereka berdua. Setelahnya mereka memesan desert, berupa ice cream untuk Tata dan puding untuk dirinya sendiri, yang ujung-ujungnya dihabiskan oleh Tata juga.

Rafael gemas melihat Tata yang sudah menghabiskan ice cream-nya. Sekarang gadis itu sibuk memakan puding Rafael yang baru disentuh sedikit oleh empunya. Jangan lupakan mulutnya yang sudah celemotan karena memakan ice cream dengan bersemangat hingga tak memperhatikan sekitarnya.

"Pelan-pelan makannya sayang. Nggak bakal ada yang ngambil kok." Ujar Rafael sembari mengelap sudut bibir gadis itu dengan tissue. Sedang gadis menggemaskan itu hanya tersenyum polos.

"Pudingnya enak Rapel." Ujarnya dengan binar di matanya.

Setelah selesai mereka memutuskan untuk menonton di bioskop. Tata duduk menunggu Rafael yang sedang membeli popcorn dengan tiket di tangannya. Di bangku sebelahnya terdapat Vando yang sedang digoda oleh beberapa cewek dengan pakaian kurang bahan.

Tata menggerutu pelan melihat itu. Ia kesal melihat Vando yang malah meladeni cewek-cewek itu. Apa mereka tidak kedinginan dengan pakaian seperti itu? Mereka menggunakan rok pendek yang berjarak hanya beberapa centi dari pahanya. Jangan lupakan bajunya yang ketat itu. Tata saja bergidik ngeri melihatnya.

Kekesalannya memuncak saat salah satu dari cewek itu menggandeng lengan Abangnya. Ia bangkit dari duduknya lalu melepaskan gandengan mereka sekuat tenaga.

"LEPAS IHH." Matanya berkaca-kaca saat tenaganya malah tidak berpengaruh sama sekali.

Vando yang melihat sang adik menghampirinya menghempaskan tangan yang sudah memegangnya sembarangan itu. Setelah terlepas ia langsung membawa Tata yang sudah terisak ke pelukannya.

"Sstt, udah jangan nangis yaa?" Vando mengelus punggung Tata disertai kecupan bertubu-tubi di puncak kepalanya.

"Hikks, Abang nggak boleh deket-deket sama mereka." Tunjuknya kepada cewek-cewek itu yang saat ini sudah menahan kesal karena kesenangannya diganggu.

"Heh! Lo siapa larang-larang!" Sentaknya menghempaskan tangan Tata yang menunjuknya.

"Jangan kurang ajar ya lo!" Vando menggeram marah saat adik tersayangnya dikasari seperti itu. Jika tidak ada Tata disini sudah pasti ia akan menghabisi cewek-cewek tidak tau diri itu. Ia saja jijik melihat tampang mereka dengan tambalan bedak di wajah menornya.

Bukannya ia mau saja dipegang-pegang oleh mereka yang ia saja tidak tau mereka siapa. Ia hanya memanfaatkan keadaan supaya ia tak dijauhi lagi oleh adik mungilnya ini. Namun, ia tak menduga akan seperti ini jadinya.

***

Tata masih sesenggukan di pelukan Abangnya. Dirinya masih tidak terima Abang tersayangnya itu dipegang-pegang oleh orang tidak waras tadi. Bahkan ia melupakan Rafael yang sekarang entah berada dimana.

"Abang suka ya dipegang-pegang sama cewek tadi?" Tudingnya dengan wajah yang sudah memerah sepenuhnya. Ingusnya yang keluar ia lap dengan kaos Vando.

Pria itu terkejut dengan tuduhan Tata. Ia mengelus dadanya disertai dengan tampang tersakiti. Merelakan bajunya yang sudah basah oleh ingus dan airmata adik mungilnya.

"Mana ada. Abang aja jijik liat mereka." Ujarnya bergidik ngeri.

"Trus kenapa tadi nggak dilepasin? Malah Abang diam aja waktu nenek lampir itu gandeng Abang." Tata menatap Vando tajam yang malah membuat pria itu gemas karenanya. Bagaimana tidak? Pipi chubby-nya memerah lucu, dengan hidung dan mata yang ikut memerah pula.

"Lagian Tata ninggalin Abang mulu daritadi. Kan Abang jadi dideketin sama nenek lampir kurang belaian." Vando mencubit pelan pipi Tata kemudian mengecupnya gemas.

"Abis Abang ngeselin. Boongin Tata terus." Gadis mungil itu menyembunyikan wajahnya di ceruk leher sang Abang.

Tak lama kemudian terdengar dengkuran halus yang menandakan jika Tata sudah berada di dalam mimpinya. Saat Vando hendak beranjak pergi dari bangku taman di dekat pusat perbelanjaan tadi, Rafael datang menghampiri mereka dengan emosi yang belum reda. Ditatapnya pria jangkung itu dengan sebelah alis terangkat.

"Beres." Ujarnya singkat.

"Tata tidur?" Pertanyaan Rafael dibalas anggukan oleh pria yang tengah memeluk gadis mungil itu. Kemudian Rafael berjalan menuju tempat mobilnya diparkir, sedang Vando tetap disana menunggu Rafael menjemput mereka nanti.

***

Terimakasih untuk yang tetap stay di Aretha :)

Jangan bosan-bosan yaa.

15-02-22

ArethaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang