Chapter 3

19.6K 927 9
                                    

Happy Reading!


***

Hari ini kedua teman Tata memutuskan untuk menginap di rumah Tata. Awalnya mereka ingin membuat tugas, namun yang terjadi sekarang malah sebaliknya. Mereka tengah asik menonton bersama. Hari sudah malam dan mereka memilih untuk menonton film horor.

Sedari tadi suara jeritan memenuhi kamar Tata. Lebih tepatnya jeritan Nada yang sudah berkeringat dingin karena ketakutan, meskipun demikian ia tetap melanjutkan acara menontonnya. Berbeda dengan Grace yang sudah tidur karena bosan dan sama sekali tidak terganggu karena teriakan Nada.

Tata malah asik dengan beberapa batang coklat yang berada di tangannya. Mulutnya sudah belepotan karena sesekali tubuhnya diguncang oleh Nada yang ketakutan saat hantunya muncul.

"Aaaaa.. setannya serem!" Nada sekarang sudah memeluk tubuh Tata dengan erat, sedang kepalanya dibenamkan di pundak Tata.

"Ihh, Nada ganggu-ganggu Tata terus." Tata merasa kesal karena coklat yang hampir memasuki mulutnya malah jatuh disebabkan pelukan tiba-tiba Nada.

"Lo liat Ta! Setannya bikin gue kaget mulu."

"Gamau! Tata mau mam coklat aja banyak-banyak." Saat itu pula tatapan Nada beralih pada coklat yang hanya tersisa sampahnya saja. Padahal tadi mereka membeli masing-masing satu batang coklat ukuran besar, tapi sekarang semuanya sudah habis tak bersisa. Dan pelakunya adalah Tata seorang. Jika abang Tata dan pawangnya tau bisa habis dia.

"TATAA! Coklatnya lo habisin?" Tanpa sengaja Nada meninggikan suaranya yang membuat Tata tersentak kaget.

"Hueee, Nada bentak Tata?" Mata Tata sudah berkaca-kaca karena rasa terkejutnya yang belum hilang.

"Ehh, bukan gitu maksudnya," Nada berusaha menenangkan Tata.

"Kenapa Tata habisin coklatnya? Kalau abang tau gimana?" Tanya Nada lembut.

"Huwaaa, Tata takut abang marah." Pecah sudah tangis Tata mengingat ekspresi marah abangnya.

Grace yang merasa terganggu karena keributan itu pun terbangun dan kaget mendapati Tata yang tengah menangis.

"Lo apain Tata?" Grace menatap tajam Nada. Tangannya meraih tubuh Tata lalu membawanya ke pelukannya.

"Bukan salah gue kok, orang Tatanya makan semua coklat." Tunjuk Nada pada coklat yang hanya tersisa bungkusnya.

Grace syok dibuatnya. Dirinya saja takkan sanggup menghabiskan satu batang coklat itu sekaligus, ini malah tiga. Kepalanya menggeleng pelan melihat kelakuan Tata. Dapat dipastikan jika sebentar lagi gadis nakal itu akan sakit gigi.

Tangan kanan Grace mengelus pelan punggung Tata, hingga Tata tertidur karena merasa nyaman. Grace mengode Nada untuk membersihkan kekacauan yang sudah gadis mungil mereka perbuat. Mengingat jika abang Tata tau, habislah sudah mereka. Vando itu seram kalau sedang marah, apalagi jika itu menyangkut Tata.

***

Tengah malam kediaman Tata heboh. Gadis itu sedari tadi tak henti-hentinya menangis, mengeluh jika giginya sakit. Semua anggota keluarga sudah berada di kamar Tata, termasuk kedua sahabatnya yang memang menginap.

Saat ini Tata berada di pelukan Bundanya. Airmata gadis itu terus bercucuran, membuat hati sang ibu serasa tercubit melihat anaknya.

"Hiks, sakit" Rengek Tata dengan wajah dan hidung yang sudah memerah. Rasanya sakit sekali, ingin tidur pun tidak bisa.

"Siapa yang nyuruh makan coklat sebanyak itu hmm?" Raut wajah abangnya yang sedang marah membuat Tata semakin mengeratkan pelukannya pada sang bunda. Walau nada suaranya tidak meninggi namun dapat dipastikan jika abangnya itu sedang marah. Bahkan sura rendahnya itu terasa lebih seram di telinga Tata.

"Hiks, Bundaaa.." Tata tidak berani untuk menatap abangnya itu. Di satu sisi rasanya ingin protes, namun di sisi lain ia sadar kalau ini memang salahnya. Bukan, bukan, ini salah coklatnya, kenapa begitu menggoda Tata. Benar! Coklatnya yang salah, jadi harusnya coklatnya yang harus dimarahi!

Tak lama dokter keluarga Tata datang, walau diganggu tengah malam seperti ini -disaat waktu istirahatnya. Namun, ia menyadari tanggungjawabnya sebagai dokter, apalagi dirinya diserang rasa kahawatir mendengar kabar jika keponakan kesayangannya yang sedang sakit. Ya, dokter itu adalah Om Tata, lebih tepatnya adik Ayah Tata. Tanpa berlama-lama lagi, langsung saja dokter itu memeriksa keadaan Tata.

Setelah diperiksa dan diberi obat –walau dengan drama Tata yang susah untuk meminum obat yang katanya pahit itu- akhirnya sekarang Tata sudah tertidur. Semua orang sekarang tengah berada di ruang tengah, mendengarkan penjelasan dokter mengenai gadis nakal yang sudah mengarungi alam mimpi itu.

***

Saat ini semua anggota keluarga sudah berkumpul untuk sarapan bersama. Jangan lupakan kedua sahabat Tata yang masih berada disana.

"Tata mau roti selai coklat, Bunda!" Seru Tata melihat Nada yang tengah memakan roti dengan nikmat. Kelihatannya sangat enak.

"Tata makan nasi goreng aja, ya?" Ujar sang bunda dengan tatapan lembutnya.

"Tapi Tata pengen itu, Bundaa.." Rengek Tata.

"Nurut, Ta!" Seruan Vando membuat Tata memajukan bibirnya cemberut.

"Ish. Abang Gak asik!" Walau kesal, Tata akhirnya tetap memakan nasi goreng buatan sang bunda.

Bukannya mereka tak membolehkan Tata memakan roti, hanya saja Tata baru sakit gigi semalam, mereka khawatir sakitnya akan kembali jika ia memakan yang manis-manis lagi untuk sementara ini.

Setelah selesai sarapan, mereka melanjutkan aktivitas masing-masing. Hari ini mereka berangkat bersama dengan mobil Vando. Awalnya Tata telah dilarang untuk sekolah, namun gadis mungil itu tetap keras kepala hingga akhirnya mereka terpaksa mengizinkannya masuk hari ini.

"Nanti di sekolah gak boleh makan permen, coklat, atau apapun yang manis-manis. Ngerti?!" Titah Vando yang membuat Tata membulatkan matanya terkejut.

"Kok gitu abang!?" Suara keras Tata membuat kedua temannya yang duduk di belakang tersentak.

"Kamu lupa semalam kenapa?" Tatapan Vando menajam membuat Tata tak berani menatapnya.

"Tapikan sekarang nggak sakit lagi abang" Setelah memberanikan diri Tata menatap sang abang dengan raut wajah paling menggemaskan miliknya, berharap abangnya luluh.

"Inget kata Om Dokter kemarin, kamu gak boleh makan yang manis-manis dulu selama seminggu ini." Takut luluh oleh wajah menggemaskan sang adik yang berada di sampingnya, Vando mati-matian mengalihkan tatapannya fokus ke depan memperhatikan jalan.

"Dan kalian berdua, harus mengawasi Tata nanti selama di kelas!" Vando menatap kedua sahabat Tata lewat spion tengah mobil, tak lupa tatapan tajamnya yang mengarah pada kedua gadis itu.

"Siap kak!" Nada menjawab dengan semangat. Senyum mengejek ia perlihatkan pada Tata yang membuat gadis mungil itu mengehentakkan kakiknya kesal. Sedangkan Grace hanya membalas dengan anggukan pelan.

***

21-11-21

ArethaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang