Chapter 66

1K 60 1
                                    

Happy Reading!!!


"Rapel kenapa Egar?" Tata memutuskan bertanya kepada Edgar.

"Mungkin lagi capek." Jawab pria itu dengan senyum manisnya. Tata mengangguk mendengar perkataan Edgar.

"Ooh, makanya Rapel kurusan ya? Nanti beli makan banyak-banyak ya Egar, biar Rapel nggak kurus lagi." Gadis mungil itu menguap setelah meminta Edgar membeli makanan.

"Hmm, sekarang tidur, udah waktunya Tata istirahat." Tata menurut karena matanya juga mengantuk. Edgar menyelimutinya hingga dada dan mengusap surai gadis itu. Tata yang merasa nyaman perlahan memasuki alam bawah sadarnya.

"Maaf Egar karena masih belum bisa jagain Tata dengan baik. Jangan sakit lagi ya?! Egar mau liat senyum Tata terus."

"Halo-halo, orang ganteng dateng nih,"

"Sssttt!"

Vito yang memasuki ruangan dengan heboh seketika terdiam melihat tatapan tajam Edgar yang terlihat mematikan. Pria itu meringis pelan dan segera duduk dengan tentengan yang dibawanya.

"Dasar kaleng rombeng, kerjaannya berisik mulu." Vito mendelik tak terima menatap Alden yang mengejeknya.

"Kalo gue kaleng rombeng, lo apa? Tong kosong?"

"Sembarang aja nih bocah, gue tempeleng juga lo."

"Brisik. Kalo mau ribut keluar!" Kedua orang itu tersenyum masam melihat Vando yang berjalan ke brangkar Tata membawa buah-buahan.

"Lo sih.."

"Apaan? Lo tuh yang ngajak ribut."

"LO.. An**ng" Vito mengumpat begitu merasakan bokongnya ditendang oleh seseorang. Orang itu tak lain adalah Edgar yang muak melihat mereka berdua ribut sejak tadi. Alden menahan tawa melihat Vito tersiksa.

"Keluar lo berdua!"

Mereka terpaksa keluar setelah menghadapi kemarahan seorang Edgar yang jarang emosi. Mereka menatap pria itu takut sebelum pergi dari sana. Masih dengan saling menyalahkan mereka keluar dari sana sebelum nyawa mereka melayang karena tatapan elang itu yang seakan menghunus jantung saking tajamnya.

Vando mengelus kening Tata yang berkerut saat mendengar teriakan Vito. Gadis itu kembali tidur setelah suasana tenang.

***

Sudah tiga hari semejak Tata sadar. Gadis itu terlihat baik-baik saja walau sesekali termenung. Tak ada yang membahas mengenai kejadian yang menimpa Tata. Mereka sengaja tak membahasnya takut gadis itu kembali histeris, selain itu dokter juga menyarankan untuk tak membuat Tata kepikiran.

Sore yang cerah membuat Tata ingin jalan-jalan keluar. Ia bosan hanya berdiam diri di dalam kamar. Ia juga tak dapat memainkan handphone-nya karena tak diberikan oleh Vando. Pria itu meminjamkan HP-nya untuk dipakai Tata, dengan alasan HP Tata rusak.

"Ihhh, Tata bosan. Abang kemana sih?" Gadis itu menggerutu. Padahal Vando baru pergi 10 menit yang lalu, memang dasarnya ia tak bisa diam barang sebentar saja padahal masih sakit.

"Kenapa Ta? Ada yang sakit?" Tata melirik Rafel yang masuk dengan membawa makanan.

"Rapel? Rapel kemana aja, kenapa baru datang sekarang sih? Tata kangen tau." Tata mencebikkan bibirnya melihat Rafael yang terkekeh.

"Rapel udah nggak sayang Tata, kah?"

"Hei, kenapa ngomong gitu hmm?"

"Abis Rapel nggak keliatan dari kemaren." Gadis itu terisak pelan.

Rafael membawa Tata ke pelukannya. Mengusap surai sepunggung Tata.

"Kata siapa Rapel nggak sayang Tata, hmm?"

"Rapel ada yang harus diurus makanya nggak kesini kemaren."

"Jangan pergi pergi lagi."

"Emang Rapel mau kemana? Rapel bakal sama Tata terus kok."

"Rapel boong. Buktinya waktu itu Rapel ninggalin Tata lama banget."

"Tata kesepian, nggak ada yang jagain Tata lagi."

"Tata takut. Mereka selalu gangguin Tata. Mereka siram Tata pake air dingin, baju Tata basah, badan Tata sampe menggigil. Mereka bahkan tega nampar dan dorong Tata sampe Tata jatuh. Tata takut Rapel. Tata nggak mau sendiri."

Rafael mendengarkan semua keluhan Tata, gadis itu biasanya tak mau terbuka. Namun, sekarang ia mengeluarkan semua keluh kesahnya, apa Tata sudah capek menyembunyikan segala sakitnya?

"Maaf, maafin Rapel yang nggak jagain Tata. Rapel janji bakal bales semua yang nyakitin Tata. Rapel bakal selalu jagain Tata mulai sekarang."

Pria itu mengecup pucuk kepala Tata berkali-kali. Meregangkan pelukannya dan yang didapatinya adalah Tata yang tak sadar dengan beberapa kata tak jelas keluar dari bibirnya, tak lupa airmatanya yang mengalir. Rafael dibuat panik, ia berusaha menyadarkan gadis itu namun nihil, Tata tak terbangun. Gadis itu mulai berteriak, mungkin di alam bawah sadarnya gadis itu melihat hal yang menakutkan atau traumanya yang kembali meluap.

Orangtua Tata beserta Vando yang sedari tadi berada di pintu melihat interaksi Tata dan Rafael segera masuk mendengar kehebohan di dalam ruangan Tata. Mereka sengaja memberi waktu Rafael dan Tata untuk berbicara. Sekarang mereka dibuat panik dengan Tata yang tak sadar. Vando segera berlari mencari dokter sedangkan ayah-bundanya Tata menghampiri Tata dan Rafael yang masih berusaha membangunkannya.

"Tata.. Tata kenapa, Mas?" Dinar menangis melihat Tata yang terus meracau. Arga menenangkan istrinya, takut wanita itu kembali drop.

Dokter datang bersama seorang perawat yang menyuruh mereka meninggalkan ruangan karena mereka akan memeriksa Tata. Mereka menurut supaya Tata dapat segera ditangani.

"Lo apain Tata? Kenapa dia sampe begitu?" Vando menarik kerah baju Rafael.

Vando semakin emosi saat tak mendapat respon dari Rafael. Pria itu hanya bungkam tanpa menjawab. Darah Vando semakin mendidih hingga tanpa segan melayangkan pukulan ke arah Rafael. Pria itu hanya diam tak membalas, seolah jiwanya sedang tak berada di tubuhnya.

"VANDO!!" Vando yang membabi buta menghajar Rafael baru berhenti setelah mendengar suara tegas Arga. Vando melihat Dinar yang kini menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Vando tahu ia salah, pria itu segera mendekati Dinar namun wanit itu menghindarinya.

"Bun?" Dinar bergeming, wanita itu menoleh ke arah lain, berbeda dengan hatinya yang terasa diremas dari dalam.

"Bunda nggak pernah ngajarin kamu buat bertindak mengikuti emosi. Tata nggak butuh emosi kamu yang kacau begini. Tata Cuma butuh support dan doa dari kita semua."

"Maaf, Bunda." Pria itu menunduk merasa bersalah. Ia salah, tak seharusnya ia mengikuti emosinya seperti ini. Apalagi memukuli Vando yang belum tentu bersalah.

mendengar suara pintu dibuka, membuat mereka mengalihkan fokus. Doker keluar dari sana. Mereka mendekat untuk mengetahui kondisi Tata.

"Gimana keadaan anak saya, Dok?"

"Pasien sekarang sedang tidur. Sepertinya pasien memikirkan sesuatu yang cukup berat. Harap bantu pasien untuk keluar dari masalahnya pelan-pelan." Setelah memberi beberapa pesan dokter itu pergi diikuti perawat di belakangnya.

***

Ig: callista_hayati

Tiktok: odicallista

30-08-23

ArethaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang