Chapter 30

3K 178 4
                                    

Happy Reading!!!


"Kenapa?" Pertanyaan bernada datar namun tersirat kekhawatiran itu membuat sosok yang ditanya menunduk dalam. Menyadari kesalahan yang diperbuatnya. Yang harusnya mati-matian ia redam, namun ia malah lepas kendali dan membuat orang di depannya ini khawatir.

Tak dapat dipungkiri jika saat ini hanya dia yang ia miliki di hidupnya. Sosok yang akan selalu ada untuknya. Sosok yang tahu segalanya mengenai dirinya. Sosok yang paling mengerti dirinya. Mengutamakan dirinya dibandingkan diri orang itu sendiri.

Sudah beberapa lama mereka bersama. Namun memutuskan untuk tidak mempublikasikan hubungan mereka di depan banyak orang. Mereka rasa hal itu tidak perlu, karena yang terlibat dalam hubungan mereka juga bukan orang lain, melainkan mereka yang menjadi pemeran utamanya.

Tidak perlu bersorak-sorai ke segala penjuru mengumumkan status mereka jika ujung-ujungnya nanti hanya menyisakan luka. Dihampiri banyak pelakor dan sejenisnya. Lebih baik seperti ini saja. Tidak ada pengganggu.

Mereka lebih menikmati hubungan ini, walau di depan orang lain terlihat cuek dan seperti orang yang tidak saling kenal. Namun nyatanya mereka begitu dekat. Mereka sudah terikat, walau belum ke jenjang yang lebih serius.

Awalnya memang mereka tidak saling mengenal. Hanya tau nama karena satu sekolah. Namun, malam itu semua berbeda, mereka dipertemukan dalam suatu acara yang tak mereka sangka akan menjadi awal dari hubungan ini. Hubungan yang orang lain pikir tidak berjalan dengan baik. Namun, mereka menyembunyikannya. Sengaja. Hanya tak ingin orang-orang yang berperan sebagai penghancur dalam hidup mereka merasa senang dan bahagia diatas penderitaan mereka yang tak berujung.

Sekarang mereka tak lagi merasa terpaksa menjalani hubungan ini. Mereka sadar jika mereka saling membutuhkan. Mereka sadar, jika mereka mulai memiliki rasa satu sama lain. Mereka takkan menampik hal itu, tidak pula mengutamakan gengsi, karena pada dasarnya mereka bukanlah orang seperti itu.

Tak ada orang lain yang dapat mengerti mereka satu sama lain. Karena pada dasarnya mereka adalah orang yang sama-sama tertutup. Tidak enak hati saat ingin membagi masalah dengan yang lain, meskipun itu orang terdekat mereka sendiri. Bukan karena tidak percaya, hanya saja mereka sudah dididik dari kecil untuk tidak menjadi lemah. Jeritan batin mereka sudah lama terkurung, dipenjara dalam sebuah ruangan yang tak dapat dijangkau tangan manusia.

Jangan kalian kira, mereka berdua memulai semuanya dengan mudah. Tentu tidak! Banyak lika-liku yang mereka hadapi. Seluk-beluk kisah mereka yang tak diketahui orang lain. Bukan niat untuk menutupi, namun biarlah semua berjalan apa adanya. Tanpa perlu banyak campur tangan orang lain. Karena memang itu yang mereka butuhkan saat ini. Bukan berniat sombong. Hanya saja mereka lelah dengan keadaan yang seolah memang selalu tak berpihak mereka berdua.

"La..gi.." Jawaban lirih itu menyentaknya dari lamunan yang dirasa cukup panjang. Huh, memikirkan kisah mereka yang tragis takkan membuatnya senang seketika, yang ada luka itu akan semakin membuatnya jatuh. Tujuannya saat ini adalah mereka akan bangkit bersama dan membuang kenangan buruk itu agar tak lagi menghantui mereka.

Walau masih dengan raut yang terlihat datar, tangannya ikut bergetar saat melihat sosok yang biasanya ceria ini menjadi lemah saat di depannya. Pria itu tersenyum, namun ia tahu itu bukan senyum bahagia, melainkan senyum getir. Pria itu takkan bisa berbohong di depanya, atau memang ikatan mereka yang sudah terlalu kuat hingga ia tak bisa berbohong di depannya?

Cukup lama mereka menghabiskan waktu bersama. Seorang gadis yang menenangkan pria di depannya. Tak banyak percakapan karena tak semuanya butuh ungkapan yang kadang tak diperlukan, seperti di situasi ini. Ia tahu yang dibutuhkan pria itu bukanlah kalimat-kalimat penenang yang akan semakin membuatnya teringat masa lalu, yang dibutuhkannya hanya sebatas rengkuhan sederhana yang akan membuatnya nyaman dan tertidur sebentar melepas lelah.

***

Seorang anak manusia dengan peliharaan gemoynya itu tengah beradu tatap diatas ranjang yang lumayan luas. Tatapan mereka sama-sama tajam. Seolah mengatakan jika salah satu diantara mereka tidak akan ada yang mengalah.

"Ggrrrh" si putih menggeram, agaknya ia lelah karena memasang tampang garang sedari tadi. Namun, ia takkan mennyerah. Ia harus memperjuangkan perasaannya.

"Masih berani ngelawan, huh?" Cewek mungil itu menatap dengan alis menukik tajam. Kesal karena kelakuan kucingnya yang tidak setia.

"Kemarin sama kucing tetangga, sekarang kenapa beda lagi, hah? Mau jadi playboy kamu? Siapa yang ngajarin kek gitu, hah?" Tata sangat kesal dengan kucingnya. Mentang-mentang dia menggemaskan, seenaknya saja dia bergonta-ganti pasangan.

"Meow.." Akhirnya si kucing menundukkan kepalanya. Tak mau diomeli lebih lama lagi oleh manusia yang juga sama menggemaskannya.

"Sekarang nggak boleh gitu lagi. Awas aja kalo Tata liat kamu bawa sembarangan kucing lagi, nanti kamu bakal Tata buang." Agaknya ancaman itu cukup berpengaruh bagi kucing itu. Terbukti dengan ia yang sekarang menundukkan kepalanya. Eh, tapi ada yang aneh, kenapa kepalanya semakin tertunduk? Wahh..

"Ihh, Tata keseellll, Tata lagi marah tau. Kenapa Bulbul malah tidur. Tata itu lagi berperan jadi orangtua yang baik buat Bulbul, tapi kenapa malah nggak didengerin."

"Huaaa, pokoknya Tata marah sama Bulbul. Awas aja, nanti nggak Tata kasih makan!"

***

18-08-22

ArethaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang