Saat aku sedang berusaha mencoba menjadi yang terbaik untuk diri ku sendiri, sayang nya kenapa ada saja manusia yang tetap tersakiti. Aku selalu mencoba yang terbaik. Pasti, itu sudah menjadi kewajiban bagi ku. Berpikir berjam-jam hanya agar hati mu tak tersakiti, karena memang aku tahu kalau sakit hati tak lah nyaman. Tapi AHHHH. Sudah lah.
Kalau ada saja manusia yang menyarankan aku be your self, kalau saja aku menjadi diri ku sendiri, semuanya sepertinya pasti sudah hilang dan hancur dari lama. Be my self sangat susah di mulai. Aku tidak bisa dan tak kan mungkin bisa. Aku sayang semua orang. Kalau aku menjadi diri ku sendiri, mereka pasti pergi. Dan aku tak mau hal itu terjadi.
Mencoba memahami diri sendiri saja aku lelah. Kenapa aku seperti ini adalah pertanyaan setiap hari yang akan ku layang kan saat berkaca. Kaca pun seperti nya tidak tahu jawaban nya. Dia diam saja.
Dan lihat lah, seperti nya sekarang Luna sudah gila. Jelas-jelas kaca itu benda mati.
Mungkin saran Wildan tadi malam cukup bagus. Setelah pulang sekolah nanti, kami akan pergi ke suatu tempat.
"Mau langsung ke sana?" Tanya Wildan setelah aku duduk di jok belakang. Menenteng tas berisi laptop membuat ku kesusahan untuk mencari kenyamanan ku. Pak Cipto benar-benar. Selalu saja kerja kelompok, dan sayang nya teman satu kelompok ku tak mau membawa laptop. Jangan kan membawa, mengerjakan saja mereka tak mau. Yasudah lah.
"Sini" Sambung Wildan menarik totebag warna hitam ku yang di depan nya ada gambar kucing. Hihi~ aku sengaja memilih ini karena lucu. Iya karena lucu..
"Kamu tidak singgah lagi? Kemana gitu? Kalau tidak ada ya langsung ke sana saja" Jawab ku setelah mendapat kenyamanan
"Enggak kok. Kita langsung ke sana saja"
"Sipppp. Let's goooo" Teriak kami yang sekarang menjadi tontonan publik. Sudah kebiasaan, maaf.
Setelah pergi dari area parkiran sekolah, sekarang kami berhenti di suatu tempat yang bahkan dari depan saja wewangian nya sudah sangat candu.
"Sini" Kata ku meminta totebag yang sekarang di pegang Wildan
Setelah menggelengkan kepala nya, dia lanjut berbicara-"Biar aku saja, sana pilih buku yang kamu mau"
"Kamu tidak malu? Kalau tidak itu di balikin saja. Yang di depan jadi ke belakang"
Wildan kembali menggeleng-" Aku tidak malu Luna"
Aku mengangkat jari ku dengan bentuk OK ke Wildan. Ia mengangguk sekarang.
Berjalan memutari beberapa rak buku membuat ku tenang. Saran Wildan yang satu ini seperti nya akan menjadi saran yang paling ku suka. Sebenarnya, aku tak tahu mau membeli buku apa. Tapi, buku itu membuat ku membeku.
Buku dengan cover lima manusia tersenyum dan pohon cemara di belakang nya.
Keluarga cemara
Seperti nya, ini buku yang menarik.
"Dan, aku mau beli ini" Ucap ku menunjukkan buku warna hijau yang seperti nya Wildan juga suka
Wildan melihat buku yang ku pegang dan mengalihkan pandangan nya ke aku.
"Aku pikir kamu mau beli banyak buku. Pilih dua atau empat lagi sana. Aku yang bayarin"
OK kata ku untuk Wildan sembari menunjukkan senyum sumringah.
Karena bingung untuk membeli buku apa, aku pilih buku masak saja dan beli satu buku gambar.
"Sudah?" Tanya Wildan setelah aku duduk di samping nya
"Sudah, yuk" Jawab ku menarik salah satu lengan Wildan
"Ih tumben banget. Biasa nya juga kamu suku jauh-jauhan kalau lagi bareng aku. Tapi tidak apa-apa deh, Luna yang kaya gini tuh bikin aku makin nyaman. Itu buku nya cuma tiga, sudah puas?"

KAMU SEDANG MEMBACA
𝘼𝙥𝙖𝙠𝙖𝙝 𝙆𝙞𝙩𝙖 𝙆𝙚𝙡𝙪𝙖𝙧𝙜𝙖 𝘾𝙚𝙢𝙖𝙧𝙖?
Teen Fiction"Janji ya? bakal bahagia..." -𝘓𝘢𝘬𝘴𝘢, 𝘢𝘣𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘶- "Bohong bukan hal yang baik teh..." -𝘙𝘪𝘶𝘴 𝘢𝘭𝘪𝘢𝘴 𝘓𝘢𝘥𝘢𝘳𝘪𝘶𝘴 𝘯𝘺𝘢 𝘵𝘦𝘵𝘦𝘩- "Dari banyak nya cara berpisah, kenapa kamu pilih cara yang ini?..." -(?)- "Lu kuat dan lu harus...