#24 we always be we, right?

18 1 0
                                    

Malam ini, bintang memenuhi langit. Bulan pun kesempitan di atas sana. Angin yang tak begitu kencang menambah suasana tenang malam ini. Tangan yang bertugas memeluk badan berpaling bertugas untuk mengelus badan. Berubah sedikit.

Hanya memandang langit dan menghitung bintang. Menyatukan beberapa bintang agar menjadi nama orang-orang yang ku sayang. Membisikkan harapan-harapan ke langit berharap esok pagi mereka, orang-orang yang ku sayang bahagia.

"Kenapa belum tidur?" Tanya seseorang membuat ku kehilangan fokus.

"Astaga bang!!—aduhhhh. Emang karena belum ngantuk. Abang sendiri? Kenapa belum tidur?" Tanya ku kembali.

"Karena, mata abang belum mau tidur. Ada apa sih di langit? Kamu terikat sekali dengan langit" Ucap abang juga memandang langit.

"Ada bintang, bulan, dan teman-temannya. Juga, ada harapan".

"Abang sudah tinggal bersama kamu bertahun-tahun tapi baru tahu sekarang kalau kamu seluas ini".

"Luas?" Tanya ku berpikir yang tidak-tidak.

"Luas pemikiran nya. Abang bahkan sesepele itu ke langit. Cuma bintang. Apa indah nya? Tapi setelah malam ini, sepertinya abang bakal sering memberi harapan ke langit. Berharap agar Luna tetap bersama abang sampai akhir. Si Lada juga haha. Dia tiap malam emang kaya gini ya? Ketemu Mika. So sweet ya dia. Abang aja suka malas pergi bareng Salsa. Mending pergi kalau emang rindu aja".

"Emang abang jarang? rindu teh Salsa? Maksud nya tuh, tidak seperti Rius yang selalu rindu Mika. Mau nya berdua mulu".

"Enggak lah. Tiap hari, tiap menit, tiap detik, abang rindu terus sama Salsa. Tapi, abang tak boleh egois. Salsa juga harus menghabiskan waktunya dengan keluarga nya yang bagusnya masih utuh. Abang dengar-dengar juga Rius dan Mika belajar kan? Di rumah Mika pula. Jadi ya masih bagus itu mah. Pacaran mode belajar. Ceilahhhh.... Kalau kamu? Tidak rindu Wildan?".

"Sedikit".

"Haha...Luna masih berharap dengan Dery?".

Setelah abang berbicara dengan santainya, sial nya, gerakan Dery di sekolah kemarin teringat.

"E-enggak lah. Sedikit itu tuh maksudnya rindu. Iya rindu. Tapi seperti yang abang bilang, kita tak boleh egois. Lagian Wildan di rumah kan memantau Mika dan Rius agar tak melakukan yang tidak-tidak".

Sial. Senyuman tak bisa di tahan. Dery benar-benar gila. Gila. Gila. Gila.

"Iya juga ya. Udah ah, abang mau telepon Rius dulu, suruh pulang. Besok sekolah". Ucap abang berdiri dan pergi dari kamar ku.

"OI!!!!" Teriak seseorang dari sebrang kamar.
"KIYOMASA~ NANDE-NANDE~ GAMBARE-GAMBARE~ BAKA!!! RAWRRR!!!" Sambung nya.
"KENAPA BELUM TIDUR LUN?? OH IYA! BESOK BERANGKAT BARENG MAU? GUA TRAKTIR BUBUR AYAM NYA MANG ASEP DEH, NANTI GUA MINTA IZIN KE WILDAN. MAU YA MANIEZ??" Itu Dery, berteriak berpikir kalau suaranya tak sekuat itu. Padahal, kalau berbicara seperti biasa saja suaranya kedengaran.

"Riweuh lu. Iya-iya, ini mau tidur. Bye" Ucap ku menutup jendela.

"SWEET DREAM LUN. KALAU KATA ANIME YANG BARUSAN GUA TONTON, AISITERU!!!!".

Sudah ah! Ingat Wildan.

Wildan
|Dery minta izin buat berangkat bareng kamu, aku izinin tapi pulang nya bareng aku ya?
|Selamat malam dan mimpi indah Luna
|Ingat, aku pacar mu

Akhir-akhir ini, kalimat terakhir Wildan itu-itu saja. Ingat, aku pacarmu. Ya pasti di ingat lah. Ada-ada saja.

○◌○◌○◌

Benar, esok paginya Dery sudah berdiri di samping motor nya di halaman depan rumah ku.

Setelah sadar akan kehadiran ku, dia berhenti fokus dengan handphone nya dan melambaikan tangan nya heboh. Menaikkan tangan kiri nya ke udara dengan kantung plastik berwarna hitam.

𝘼𝙥𝙖𝙠𝙖𝙝 𝙆𝙞𝙩𝙖 𝙆𝙚𝙡𝙪𝙖𝙧𝙜𝙖 𝘾𝙚𝙢𝙖𝙧𝙖?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang