hello, don't forget to click the star and turn on the comment! thank you⚘
>>>
"Kamu itu yang harusnya bawa Navier, mas! Dia nggak berguna buat saya. Buat apa saya bawa anak bandel kayak dia?" teriak mommy Navier.
Navier hanya termenung di kamarnya. Setelah ini, ia bersiap-siap untuk mendengar pertengkaran orang tuanya kembali. Tiba-tiba, handphone nya berdering. Terlihat Renjana menelepon dirinya. Ia enggan mengangkatnya. Karena, sudah pasti sahabatnya itu akan menyuruhnya untuk mendengarkan musik atau pergi dari rumah.
Renjana yang sudah merasa tidak enak dengan Navier yang tidak menjawab teleponnya berulang kali, pergi menuju rumah sahabatnya itu dengan motor. Sesampainya di rumah Navier, Renjana memanjat lewat pagar belakang rumahnya dan mengambil tangga dekat dinding halaman belakang. Ia meletakkan tangga tersebut tepat di jendela kamar Navier dan memanjatnya naik menuju kamar Navier.
Tok tok tok!
Suara lelaki itu mengetuk jendela kamar milik Navier. Navier yang melihatnya langsung membukakan jendela kamarnya. Ia membantu Renjana untuk masuk ke dalam.
"Motor lo mana Ren?" tanya Navier sambil menutup jendela kamarnya.
"Motor gue di luar. Kalau motornya ilang, gue salahin lo suruh ganti motornya!" balas Renjana yang merebahkan badannya di atas sofa milik Navier.
"Yang suruh lo kesini siapa, tolol!" ketus Navier sambil duduk di sebelah Renjana.
"Ya gegara lo, gue takut lo mati di gebukin mak lo pake sapu lagi." ucap Renjana.
"Lo suka ya sama gue?" tanya Navier dengan alasan bercanda
"GILA LO? GUE STRAIGHT, BEGO!" balas Renjana sambil memukul kepala Navier dengan kencang.
"Canda doang elah, nggak usah mukul, lo kecil gini sakit pukulan lo!" kata Navier sambil mengelus kepalanya yang kesakitan itu.
Tiba-tiba, suara mommy Navier mulai terdengar dari luar kamar. Renjana sudah biasa di saat seperti ini. Ia menggelindingkan diri dan bersembunyi di bawah kasur Navier. Sungguh menjijikkan! Ia menemukan kaos kaki sahabatnya itu yang mungkin saja sudah berpuluh-puluh tahun tertinggal di bawah kasur. Sialan memang Navier.
Plak!
Renjana terkejut dengan suara tamparan mommy Navier yang lebih keras dari pada biasanya. Navier sudah terbiasa dengan semua perlakuan kasar bubunya. Jika, bubunya membenci dirinya silahkan saja.
"Kamu ini anak nggak tau di untung ya! Masih mending si brengsek itu kamu nerima anak bajingan kayak kamu! Inget kamu ya selamanya saya nggak akan pernah anggap kamu anak saya."
Navier yang tersulut emosi dengan bubunya yang mengejek daddynya sebagai seseorang yang brengsek langsung menunjuk bubunya itu.
"Bubu kalau mau minta cerai, cerai aja! Navier capek denger bubu bacot terus. Mau aku di urus bubu atau aku jadi gelandangan di luar sana, it's not your business ma'am."
"KAMU!"
"YAUDAH SANA PERGI AJA, NGGAK BUTUH JALANG DI RUMAH!"
Mommy Navier langsung pergi keluar dari kamar Navier dan membanting pintu kamarnya dengan keras. Ia langsung duduk di sofanya sembari menghela nafas panjang. Renjana langsung keluar dari persembunyiannya dan memeluk Navier.
"Lo kalo mau nangis, nangis aja gapapa, Na." ucap Renjana.
"Apaan sih gue nggak cengeng, udah biasa gue begitu, Ren." balas Navier yang menempeleng kepala Renjana.
"Yaudah sih gue pengen peran gue sebagai sahabat baik juga elah."
"Halah, sok keras lo modelan bocil aja!"
"Bacot lo, gue pukul aja sakit."
Navier membuka pintu kamarnya untuk mengintip apakah bubunya atau tukang selingkuh itu sudah pergi dari rumah atau belum. Ia tidak melihat tanda-tanda bahwa bubunya masih ada. Alhasil, Navier mengajak Renjana turun dari kamarnya menuju ruang tamu untuk mengambil kunci motornya.
Navier hendak mengambil kunci motornya di laci, daddynya mulai membentaknya.
"UDAH CUKUP BERHENTI BUAT MASALAH, KAMU DI RUMAH!"
"Ini semua salah bubu. Kalau bubu nggak kayak gitu, aku nggak mungkin gitu dad!" Balas Navier dengan emosi yang tertahan.
"Berhenti nyalahin mommy kamu. Kamu harusnya sadar diri. Kalo misalkan kamu bukan anak-" Ucapan daddynya terputus dengan perkataan Navier.
"Bukan anak yang di harapkan kan? Asshole dad."
Navier pun langsung menarik tangan Renjana dan keluar dari dalam rumah sembari membanting foto keluarganya itu dan pintu rumahnya. Daddy Navier, masih memikirkan perkataan Navier. Apakah itu terlalu kasar untuknya? Apakah itu terlalu berlebihan? Ah, itu biasa saja menurutnya. Karena, kenyataannya sudah seperti itu.
Navier mulai menaikkan kecepatan motornya. Ia menghempaskan semua kemarahannya dengan mengebut. Renjana yang takut akan Navier, lelaki itu meneriaki sahabatnya.
"WOI TOLOL JANGAN NGEBUT, ENTAR KALO LO KENAPA-KENAPA GUE JUGA YANG KENA BODOH!"
Navier tidak mendengarkan omongan Renjana, malahan lelaki itu menambah kecepatan motornya. Sialan memang Navier. Percuma menasehatinya, masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Renjana punya ide yang mungkin tidak terlalu bagus tapi, ia harap dapat menghentikan Navier.
Renjana menabrakkan motornya ke samping trotoar jalan. Lelaki itu terpental dari motornya mungkin tidak terlalu jauh. Navier yang terkejut mendengar suara tabrakan, langsung menolehkan kepalanya ke belakang. Sialan, Renjana nekat. Navier langsung berbalik arah dan menghampiri lelaki itu.
"Lo bodoh apa bodoh banget sih? Gue heran bisa punya sahabat kek lo." ujar Navier sambil menyingkap tangannya.
"Tolongin gue dulu bisa nggak? Sakit banget nih." balas Renjana dengan sengol.
"Berdiri sendiri. Salah siapa yang nabrakin motor ke trotoar?"
"ANJING LO! AWAS LO, NA! GATAU AH, GUE NGAMBEK." rengek Renjana.
Navier menghela nafas dan segera menolong Renjana berdiri. Lelaki itu memanggil sopir rumahnya untuk mengangkut motor milik Renjana. Ya, sekarang Navier membonceng Renjana.
"Pegangan, lo jatuh gue tinggal."
"Bacot!"
Navier iseng menambah kecepatan motornya untuk menakuti Renjana. Renjana yang merasakan motor Navier bertambah cepat, lelaki itu memeluk sahabatnya dengan erat. Mereka berdua pergi menuju Rumah Sakit.
"Ngapain ke Rumah Sakit?" tanya Renjana.
"Lah, lo kecelakaan nggak mau di obatin? Oke, duit gue nggak berkurang kalo gitu." balas Navier.
"NGGAKKK, GUE BEROBAT KOK." balas Renjana dengan nada tinggi.
Renjana pun turun dari motor. Begitu pula, Navier. Mereka masuk ke dalam Rumah Sakit. Lalu, Navier mendaftarkan Renjana dan membayar administrasinya terlebih dahulu. Setelah itu, mereka menuju UGD. Cukup lama juga untuk mengantre di UGD. Sepertinya pasien hari ini sangat padat.
Renjana pun di obati oleh dokter jaga di sana. Sedangkan Navier, ia menjelaskan asal mula kenapa Renjana bisa sampai UGD. Dokter pun menuliskan resep untuk Renjana dan mereka berdua pun pergi menuju Apotek untuk menebus obat.
Saat menunggu obat Renjana di berikan, Navier bermain game di handphone-nya. Sedangkan Renjana, ia pergi menuju kantin rumah sakit untuk membeli jajanan. Lelaki itu membeli mie instan, kopi kaleng dingin, permen, roti, onigiri, air mineral, sosis hangat, donat, makanan manis, dan masih banyak lagi. Sehingga, ia memegang 2 kantong plastik besar yang berisikan semua makanan dan minuman yang ia beli.
>>>
jangan jadi siders, kalau nggak nanti ku marahin sama renjun! baibai~
absen dulu nemu darimana? 😳
signed,
aksasenjaa
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Decision; jaemren.
Fiksi PenggemarBoy, you make me make bad decisions. >>> ⚠️ NO PLAGIARIZE PLEASE ⚠️ - MISSGENDERING. - mpreg. - bxb/humu. - harsh word. - lokal. - murni, own story. tidak ada unsur penjiplakan darimana pun. - non baku. - cover by pin. 🖇 jika ada saran dan kritik...