home

747 84 2
                                    

hello, don't forget to click the star and turn on the comment! thank you⚘

>>>

Haedar penuh dengan perban di badannya. Lelaki itu masih shock dengan keadaan yang telah menimpanya. Thena mengalami cidera kepala berat. Tetapi untung saja tidak sampai mengalami amnesia. Sekarang, Thena dirawat di kamar yang sudah Mahen pesan.

Haedar tertidur di pelukan ala koala Mahen. Lelaki itu perlahan mengelus kepala Haedar. Johan pergi menuju bar favoritnya. Ia pergi meminum banyak sekali jenis alkohol, ya Johan memang alkoholic tetapi lelaki itu tidak pernah menyentuh perempuan sedikit pun. Walaupun brengsek seperti itu, Johan masih mengingat Thena dan Haedar.

Setelah menenggak berbotol-botol alkohol, lelaki itu pergi pulang menuju rumahnya. Ia membuka pintu rumahnya sembari berkata, "Thena sayang, aku pulang." Johan pergi menuju kamarnya untuk melihat Thena. Ia tidak menemukan istrinya itu di kamar.

"Thena? Dimana dirimu huh? Jangan bersembunyi..." ucap Johan secara berulang-ulang.

Ayah dari haedar itu mulai merintikkan air mata. Hatinya sangat sakit, rasanya hatinya dihancurkan dan dihancurkan hingga tidak ada yang tersisa dari serpihan hatinya. Setiap saat, lelaki itu sangat bersalah setelah melakukan hal yang keji sampai tidak berkemanusiaan itu kepada keluarganya. Emosi di dalam jiwanya sangat mengontrol dirinya hingga kehilangan kendali dan melakukan semua hal itu tanpa sadar.

Johan terduduk dan bersandar di sisi kanan kasurnya. Ia memegang wine merah dengan gelas yang berisikan wine merah tersebut.

"Seandainya Hendra tidak mati, semua tidak akan menjadi seperti ini. Haedar pasti sangat bahagia." ucap Johan.

Thena terbangun dari tidurnya yang panjang. Haedar langsung memeluk Thena. Lelaki itu menangis sekencang-kencangnya sambil mengeratkan pelukan kepada sang mommy. Mahen menghela nafas panjang setelah melihat akhirnya Thena sadar.

"Mommy, Haedar takut hiks mommy kenapa terus-terusan bertengkar sama daddy? Pasti karena kak Hendra kan ini?" tanya Haedar sembari menangis sesugukan.

"Hei, sayang.. biarkan mommy mengheningkan pikirannya terlebih dahulu." ucap Mahen sambil menarik lengan baju Haedar.

"Apasih lo panggil sayang-sayang, belum jadian juga bangsat. Gue masih belum maafin lo!" balas Haedar.

Mahen hanya tersenyum dengan perlakuan Haedar kepadanya. Sudah biasa melihat Haedar berkata kasar seperti itu. Thena terkekeh melihat anaknya itu sudah dewasa. Ia melihat Mahen yang begitu menyayangi Haedar. Hanya saja, Haedar menolaknya.

"Haedar... kamu telepon daddy, biar suruh jagain mommy disini. Mahen bukan namanya? Kamu ajak Haedar ke rumah kamu dulu. Tolong jagain anak saya." ucap Thena.

"Ah, baiklah." balas Mahen.

"MOMMYYY, HAEDAR NGGAK MAU SAMA DIA!" bantah Haedar yang tiba-tiba di gendong paksa oleh Mahen.

Haedar memukuli dada Mahen secara brutal. Terukir senyumnya yang lebar di wajah Thena saat melihat anaknya itu menolak sesuatu. Mahen menelepon Johan menggunakan handphone Haedar.

"Halo, om Johan?"

"Haedar dimana? Kok orang lain yang pegang handphonenya?"

"Tante Thena di rumah sakit. Mending om jagain istrinya, nanti saya embat loh."

"HEH, MANA BISA! HALO? DIMATIIN LAGI TELPONNYA."

Mahen langsung mematikan sambungannya. Haedar terus merengek ingin di turunkan dari gendongan Mahen. Lelaki itu membawa Haedar pulang menuju rumahnya. Ia mengunci semua pintu rumah dan jendela rumah.

"Lo mau macem-macem kabur dari sini, kuncinya gue yang megang." ucap Mahen.

"MAHEN ANJINGGGG ! SERAHIN KUNCINYA." teriak Haedar.

"No, babe. I'll give you this key when your mommy comes to our home." balas Mahen.

Haedar melempar lampu meja menuju Mahen. Entah setelah itu apa yang dilempar oleh Haedar. Lelaki itu melempar semua barang yang ia lihat. Termasuk vas bunga di meja dan mungkin guci milik mommynya? Mahen sudah tidak terima dengan sikap Haedar yang kekanak-kanakan. Lelaki itu langsung menarik tangan Haedar dan membanting badannya menuju kamar. Ia mengunci pintu kamar tersebut.

"Mahen bukain! Mahen? MAHEN! MAHEN BUKAIN PINTUNYA!" bentak Haedar sembari menggedor pintu dengan kencang.

Mahen sama sekali tidak mengubris gedoran pintu tersebut. Lelaki itu merasa lelah ingin merebahkan badannya di atas sofa empuk miliknya.

Tak terasa, hari sudah berganti malam kembali. Mahen tidak mendengar gedoran dari kamar Haedar. Lelaki itu segera membuka pintu kamarnya dan menemukan Haedar tertidur di lantai dengan keadaan menangis. Sungguh, Mahen tidak ingin berlaku seperti itu, tetapi, Haedar yang memaksanya untuk melakukan hal tersebut.

Dengan perlahan, ia menggendong badan Haedar dan memindahkannya menuju kasur.

"Mommy hiks..." gumam Haedar dengan sisa sesugukannya tadi.

"Ssstt... sleep well darling. Your mommy will come later ." bisik Mahen sembari mengelus kepala Haedar dengan lembut.

Di rumah sakit, Johan datang dengan keadaan yang cukup berantakan. Lelaki itu tidak membersihkan dirinya setelah acara semalam. Ia sudah panik mendengar istrinya itu masuk rumah sakit.

"Thena?" ucap Johan sembari membuka pintu kamar Thena.

Ia berlari menuju Thena dan memeluknya dengan erat. Lelaki itu menangis haru melihat istrinya yang masih hidup setelah apa yang ia perbuat.

"Thena maafin aku... aku cuma nggak rela Hendra pergi gitu aja ninggalin kita." ucap Johan sembari menangis sesugukan.

"Johan... let him rest in peace. Dia nggak bakalan tenang kalau kamu nangisin dia terus. Emosimu membuat semuanya kacau." balas Thena dengan elusan tangannya dipunggung Johan.

Johan memegang wajah Thena dengan perlahan. Hati lelaki itu masih dihantui rasa bersalah. Semua ini benar dengan perkataan Thena tadi. Emosinya yang mengontrol dirinya.

"Jo, have you been drinking last night?" tanya Thena dengan raut muka yang mungkin pertanda Johan akan kena amukan dari sang istri.

"Emm... iy-iya. Tapi, jangan marah dong." balas Johan sambil muka memelas kepada Thena.

"Johan, berapa kali ku bilang jangan minum lagi! Lihat hatimu, mereka tak sanggup melihatmu sering minum. Aku mencemaskan kesehatanmu sayang. Kau mau meninggalkan aku dan Haedar sendirian?" jelas Thena.

"Iya iya, darl."

"Iya iya saja, tapi percuma besok pasti kau akan minum kembali."

Johan langsung memeluk Thena dengan erat. Ia sadar sekarang, lebih baik mengikhlaskan Hendra dan memikirkan keadaan Thena beserta Haedar.

Haedar terbangun dari tidurnya. Badan Haedar rasanya remuk semua.

"Mahen?" panggil Haedar dengan nada suara yang lemah.

"Kenapa sayang?" balas Mahen sembari menghampiri Haedar.

Sang pujaan hatinya itu menarik tangan Mahen dan memeluknya. Baru pertama kalinya Haedar manja kepada Mahen.

"Hey, are you ok?" tanya Mahen.

"Jadi pacar gue mau nggak? Lo nawarin gue kan kemarin?" tanya Haedar balik.

"Ofc babe." balas Mahen sembari memeluk Haedar.

"Mahen, lepasin gue. Udah cukup pelukannya!"

"Mahen?"

Mahen tidak menyahut panggilan Haedar sama sekali. Ternyata, kekasihnya itu terkena demam. Astaga, hanya di ajak pacaran saja sudah demam apalagi mau diajak nikah? Gila memang Mahen. Lelaki itu langsung membenarkan posisi badan Mahen dan memeluknya sembari tidur di atas kasur. Dan itulah awal mula mereka berdua menjadi kekasih.

>>>

jangan jadi siders, kalau nggak nanti ku marahin sama renjun! baibai~

chap depan udah normal, no flashback! 🙌🏻

signed,
aksasenjaa

Bad Decision; jaemren.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang