hello, don't forget to click the star and turn on the comment! thank you⚘
>>>
Navier cukup heran dengan sahabatnya itu. Bisa-bisanya, Renjana membeli mungkin seperempat dari kantin.
"Lo ngapain beli segitu banyaknya? Mau jualan lo?" tanya Navier sambil menghela nafas panjang melihat kelakuan Renjana.
"Bacot lo, ini gue beli buat nanti di rumah." balas Renjana dengan sengol.
Lelaki itu pun duduk di samping sahabatnya. Ia mulai memakan salah satu belanjaannya.
"Ren, lo pasti nggak makan pas ke rumah gue?" tanya Navier kembali.
"Udwah kwok." balas Renjana dengan mulut penuh.
"Bohong lagi kan?"
"Nyenyenye"
"Ren... pokoknya lo habis ini gue ajak makan. Bunda ke luar negeri lagi ya?"
"Iya, biasa ada bisnis. Bacot bener itu perjaka tua. Emang nggak niat banget dia punya anak."
Navier langsung memeluk Renjana dengan erat. Tiba-tiba, nama Renjana di panggil untuk mengambil obat. Navier pun mengambilkan obat milik Renjana dan menggenggam tangan Renjana pergi dari rumah sakit. Ia membonceng sahabatnya kembali. Malam itu sangat dingin, lelaki itu membantu Renjana untuk mengenakan jaket dan syal, bisa-bisa nanti sahabatnya itu sakit dan mommynya mengeluh panjang lebar.
Navier menambah kecepatan motornya. Angin malam mulai berhembus kencang. Malam yang penuh dingin dan masalah untuk mereka. Mereka pun sampai di Rumah. Ya, Rumah ke dua mereka. Renjana langsung merebahkan badannya di atas sofa. Navier memesan makanan antar. Jadi, rumah ini sudah ada sejak mereka smp. Ya, awal pertemuan mereka.
"NAVIERRRRR GUE MAU SEBLAKKK!" teriak Renjana sambil menyalakan TV.
"Nggak boleh, lo udah gue pesenin nasi uduk. Lo harus makan nasi hari ini. Lo mau mati?" balas navier.
"Gue mati urusan Tuhan sama gue bukan sama lo."
"Bacot bocil, diem lo! Udah baik gue pesenin."
"Ya ya ya, makasih Na."
Navier segera membersihkan seluruh badannya. Air mengalir dari atas kepalanya jatuh menuju lantai kamar mandi. Suhu air yang hangat sangat tepat untuk harinya yang melelahkan itu. Renjana menonton TV sembari memakan jajanannya yang tadi ia beli di kantin rumah sakit.
Jujur saja, tidak ada yang mengetahui Rumah tersebut selain mereka berdua. Bisa-bisa, mereka terkena masalah kembali jika ketahuan membeli rumah. Mereka berdua memang berasal dari keluarga kaya raya atau bisa di sebut sangat berada, tapi isinya sangat sepi. Tidak ada kehidupan yang tepat di dalamnya.
Ting tong! Suara bel berdenting.
Sepertinya, makanan Navier dan Renjana sudah sampai. Sahabatnya itu sudah membayar makanannya lewat handphone, jadi Renjana hanya mengambil makanan tersebut. Setelah itu, ia meletakkan makanan tersebut di meja. Navier datang mengambil ayam goreng krispy miliknya.
"EH, KOK PESEN AYAM? KATANYA, NASI UDUK!" tegas Renjana.
"Gue kan udah makan lo belom makan, jadi gue beliin nasi uduk." balas Navier.
"NGGAK. POKOKNYA TUKER AYAM!" bantah Renjana.
"Udah lo bocil diem, makan nasi uduk. Entar lo sakit, gue hanyutin ke laut lo."
"Nyenyenye, nggak mau. Navier anjing."
"Bacot bocil."
Navier meninggalkan Renjana sendirian dengan nasi uduk miliknya dan ia membawa ayamnya menuju kamar. Jujur, Renjana kesal dengan Navier sungguh menyebalkan.
"Awas lo, Na. Gue kebiri lo."
Renjana enggan memakan nasi uduknya. Ia merasa mual ketika memakan nasi uduk. Lelaki itu tidak pernah mau memakan nasi uduk. Ia memilih untuk memasak mie daripada memakan nasi uduk. Ia pun menuju dapur hendak membuang nasi uduk tersebut dan suprise, Navier berada di depan hadapan Renjana.
"Mau ngapain?" tanya Navier sambil menyingkap tangannya.
"Emm, mau... mau.... a-ambil air." jawab Renjana dengan gugup
"Yakin?"
"Yakin lah!"
"Yaudah ambil piring, taruh nasi uduknya di piring, makan di hadapan gue sekarang." perintah Navier.
"O-oke." balas Renjana dengan perasaan yang tidak enak. Sialan memang Navier bisa membaca pikirannya.
Lelaki itu mengambil piring dan sendok, lalu menuangkan isi nasi uduk itu ke atas piring. Ia perlahan menyuapkan sesendok nasi ke dalam mulutnya. Dan nasi tersebut masuk ke dalam mulut Renjana. Perutnya mulai bergejolak. Belum saja mulutnya mengunyah, perutnya sudah menolaknya.
Navier menghela nafas berat melihat Renjana yang tidak pernah bisa memakan nasi uduk. Mau tak mau, ia harus berbagi ayam dengan sahabatnya itu.
"Navier tolol, udah tau gue nggak bisa makan nasi uduk malah di paksain." gumam Renjana.
"Yaudah tuh, ayam di kamar mau?" tanya Navier.
"Dari tadi kek, nawarin sekarang. Telat bego!" sindir Renjana.
Lelaki mungil itu jika sudah marah mulutnya tak tanggung-tanggung untuk mengumpati orang. Ia menuju kamar untuk mengganti pakaiannya dan lupa mengunci pintu kamarnya. Sialan, Navier masuk tanpa mengetuk pintu kamarnya terlebih dahulu.
"ANJING KELUAR LO, GUE GA PAKE BAJU!" teriak Renjana.
"Kayak lo nggak biasa aja ada gue. Kadang juga, lo mandi ada gue. Malu-malu, biasanya juga malu-maluin lo." balas Navier sambil duduk di pinggiran kasur.
"Ya-ya... gue juga punya malu, Na."
Damn, Renjana lucu banget kalau malu. Ia sangat ingin melahap lelaki tersebut sekarang juga. Navier mulai berjalan mendekati Renjana. Ia memeluk Renjana dengan erat. Aroma lelaki mungil itu sangat manis. Renjana seketika panik dengan Navier.
"N-Na, lo nga-ngapain?" tanya Renjana dengan terbata-bata.
"Your smell is so sweet dear." bisik Navier.
"N-Na, gue masih bocil. Ma-mau ngapain lo? Katanya straight?"
"I want to make you scream my name above my body, dear." bisik sang dominan.
"ANJING NGAPAIN LO? GUE MASIH BOCIL, UDAH DIEM. KATANYA, STRAIGHT JUGA!" teriak Renjana.
Renjana yang sudah panik dengan detak jantung tidak karuan, memukul kepala Navier. Ia langsung menghindari Navier.
"Mau kemana lo?" tanya Navier.
"K-ke dapur, lo brengsek." balas Renjana sambil membanting pintu kamarnya.
Navier menjatuhkan badannya di atas kasur dan menghela nafas berat. Dirinya sudah mulai tidak terkontrol lagi. Ia sudah gila. Ya, gila akan si cantik itu. Rasa ingin membelokkan status straightnya tinggi saat bersama Renjana. Di dapur, Renjana duduk di atas kursi meja makan sambil memikirkan soal perlakuan Navier tadi.
"Brengsek anjing Navier mau ngapain gue? Masa dia mau... NGGAK GILA BANGET, NAVIER ANJINGGGG!" ucap Renjana dengan suara yang perlahan berteriak.
Detak jantung Renjana sudah tidak karuan membayangkannya. Wajahnya memerah seperti kepiting rebus. Ah, sudahlah ia sangat mengantuk, ayamnya tidak jadi Renjana makan. Lagi pula, dirinya sudah memakan jajanannya tadi. Lelaki itu masuk ke dalam kamar. Sialan, Navier tidak mengenakan atasannya. Rasanya, nyali Renjana di uji.
Perlahan Renjana naik ke atas kasur dan menghadap arah yang berlawanan. Tiba-tiba, Navier memeluk punggung Renjana dengan erat. Sang dominan, berbisik di telinga sang submissive.
"Hai my dear, want to play tonight? I'm sure you'll scream my name while playing around above me."
Tuhan tolong Renjana sekarang juga.
>>>
jangan jadi siders, kalau nggak nanti ku marahin sama renjun! baibai~
signed,
aksasenjaa
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Decision; jaemren.
FanfictionBoy, you make me make bad decisions. >>> ⚠️ NO PLAGIARIZE PLEASE ⚠️ - MISSGENDERING. - mpreg. - bxb/humu. - harsh word. - lokal. - murni, own story. tidak ada unsur penjiplakan darimana pun. - non baku. - cover by pin. 🖇 jika ada saran dan kritik...