04. Membantu Ren

170 22 2
                                    

Memang kenapa sih kalau suka sama mantannya sahabat sendiri?

-Pesawat Kertas-

Selamat membaca~
...
...
...

"Kana, roti-roti yang ada di meja, nanti dibagikan ke tetangga dekat, ya? Kita belum sempat menyapa tetangga sejak pindah," pesan Papa Kana.

Sekarang hari minggu tapi Papa harus ke kantor karena ada meeting dadakan, katanya tidak sampai sore. Papa juga sudah janji mengantar Kana membeli novel baru malam ini.

"Papa udah sarapan?" tanya Kana, melihat makanan di meja masih utuh.

"Nanti di kantor, kamu jangan lupa sarapan, ya? Jangan pegang laptop hari ini, istirahat."

Kana tertawa kecil, Papa pasti tahu kalau beberapa hari ini jam tidurnya berantakan karena menyelesaikan naskah yang harus selesai akhir bulan.

"Siap, Papa!"

Papa mendekat, mencium dahi Kana lalu mengusap puncak kepala putri tunggalnya. Kebiasaan sejak dulu yang akan selalu ia lakukan, selama Kana tidak menolak.

Kana tersenyum manis hingga lesung pipinya terlihat, membuat Papa ikut tersenyum. Papa sangat suka melihat senyum Kana karena hanya dengan itu Papa selalu merasa kalau Mama masih ada di sekitar mereka. Mama juga punya lesung pipi dan senyum manis seperti Kana, namun sekarang Papa tidak bisa melihat senyum Mama karena Mama sudah pergi ke surga sejak Kana masih kecil.

"Papa berangkat."

...
...
...
...
...

Kana sudah membagikan kotak-kotak berisi roti itu pada tetangga dan menyisakan satu untuk tetangga samping rumah. Ia sengaja memberi si tetangga paling dekat kotak yang terakhir.

Bukan apa-apa, hanya ingin.

Saat berada di halaman, Kana melihat ke arah pagar, tempat ia pernah menguping keributan di balik tembok itu. Kana menggeleng cepat saat mengingat isi pesan yang ia dapat dari pesawat kertas tanpa pilot, kutukan itu tidak benar karena sampai sekarang telinga Kana masih telinga manusia.

Dan Kana juga tidak pernah menguping lagi seribut apapun suara dari arah sana.

"Oke, saatnya bertemu tetangga sebelah."

Kana membulatkan tekat, ia melangkah dengan setengah keyakinan memasuki halaman rumah sang tetangga paling dekat. Saat menginjakkan kaki di teras dan mendekat ke arah pintu, suara benda-benda berjatuhan menyambutnya, membuat Kana terkejut.

Tangan Kana yang hendak mengetuk pintu, berhenti dan mengambang di udara. Nyalinya menciut. Harusnya ia datang sambil membawa tongkat baseball milik Papa untuk jaga-jaga.

Karena sudah sejauh ini, pantang untuk Kana membawa pulang barang yang berniat ia berikan. Kana menarik dan membuang napas dua kali, kembali mengumpulkan nyali dan tekat.

Lalu dengan keberanian yang masih belum sepenuhnya terkumpul, Kana mengetuk pintu putih itu. Ia mengucap salam agak keras supaya orang di dalam mendengarnya.

Kana heran, rumah sebesar ini kenapa tidak punya bel? Apa mereka sengaja agar tamu berteriak-teriak untuk memanggil? Dan juga, lama pula meresponsnya.

Setelah Kana mengetuk pintu, bahkan masih terdengar suara ribut di dalam sana. Kana menghela napas, hendak mengetuk pintu sekali lagi tepat ketika benda itu bergerak.

"Ada apa?"

Kana sempat kaget melihat sosok perempuan tinggi dengan pakaian ketat dan kantung mata menggantung seperti orang tidak tidur berhari-hari. Tidak ada keramahan pada sorot matanya, ada bekas lebam di sudut mata dan pipinya.

Pesawat Kertas [SELESAI]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang