54. Arshaka dan Areksha

100 16 9
                                    

Behind every strong person lies a broken child who had to learn to stand up and take no shit.

~Pesawat Kertas~

Selamat membaca~

***

"Kendaliin yang benar, Shaka! Jangan jatuh lagi, katanya mau jadi pilot!"

Shaka mengambil pesawat mainan baru miliknya dan Eksha. Mereka berdua menabung uang jajan selama enam bulan untuk mendapatkan mainan keluaran terbaru yang dikendalikan dengan remot ini.

"Shaka, buruan! Ke arah sini!" Eksha berteriak tidak sabaran.

Areksha Narendra. Saudara kembar Arshaka Narendra yang berjarak 30 menit darinya. Mereka punya sifat berbeda, Shaka yang pendiam dan Eksha yang super aktif. Keduanya sama-sama menyukai pesawat dan bercita-cita sebagai Pilot, tapi akhir-akhir ini Eksha bilang ingin membuat pesawat supaya Shaka saja yang jadi pilotnya.

Kedua remaja berusia 15 tahun itu baru saja menginjakkan kaki di jenjang SMA, baru beberapa minggu. Karena sekarang hari Sabtu yang artinya sekolah libur, mereka berniat mencoba pesawat yang dibeli kemarin pulang sekolah di halaman rumah.

Shaka meletakkan pesawat itu di atas kursi, lalu mundur dua langkah dengan kedua tangan memegang remot kontrol, bersiap menerbangkan pesawat itu.

Eksha menunggu dengan antusias beberapa meter di depan sana. Karena belum pernah memiliki mainan seperti ini, membuat Shaka jadi gugup sendiri. Beberapa kali pesawat itu oleng namun masih bisa dikendalikan.

"Lebih stabil, Ka!"

Shaka mengangguk, ia menaikkan ketinggian pesawat lagi begitu merasa mulai bisa mengendalikannya. Senyuman tipis itu tidak bisa ditahannya lagi, Shaka bahagia.

"Yah! Yah! Awas, Ka!"

Terlambat. Pesawat sudah menabrak pohon kersen di belakang rumah dan menyangkut di dahannya. Dua remaja itu berlari untuk memeriksa.

"Gimana, nih?" Eksha menggigit bibir bawahnya, ia tidak bisa memanjat karena tidak pernah. Mama selalu marah setiap dirinya melakukan hal yang dianggap berbahaya. "Lo bisa manjat?"

"Enggak." Shaka menggeleng, mereka bernasib sama.

Suara gemuruh guntur dari langit membuat dua remaja laki-laki itu kaget, mereka reflek mendongak memeriksa awan hitam yang mulai membentang di atas sana, tanda air langit akan turun beberapa saat lagi.

"Aduh, mau hujan, kalau kena air bisa rusak nanti," panik Eksha, buru-buru mendekati pohon itu.

"Mau apa?" tanya Shaka, ikut mendekat.

"Manjat, sini bantu gue."

"Jangan, nanti Mama marah," cegah Shaka, melihat ke arah pintu belakang rumah yang terbuka. Takut tiba-tiba Mama mereka muncur dari sana membawa senjata andalannya, spatula.

"Terus? Mau biarin pesawatnya kehujanan dan rusak? Gue sih ogah, ini tabungan kita dari lama, Ka!" ujar Eksha. "Lo sini jongkok bantu gue naik."

Shaka bimbang, sekali lagi ia melihat ke arah pintu, namun tampaknya keadaan masih aman. Shaka mendekat dan berjongkok sesuai perintah Eksha, membuat kembarannya itu tersenyum puas.

"Pegangin ya."

Eksha melepas sandalnya lalu mulai naik ke pundak Shaka, perlahan Shaka berdiri sesuai interuksi Eksha. Tubuh Eksha lebih berat dari yang Shaka kira, tapi ia harus menahan diri sampai Eksha bisa menjangkau pesawat itu.

Shaka merasakan pijakan kaki kanan Eksha menguat saat kaki kiri cowok itu terangkat untuk naik lebih tinggi ke pohon. Beberapa saat kemudian Eksha sudah berpindah, dia menghela napas lega.

Pesawat Kertas [SELESAI]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang