42. Cerita Yang Lalu

98 12 2
                                    

You know my name, not my story

~Pesawat Kertas~

Selamat membaca~

***

"Kana, dengar Mama. Kamu di sini dulu tunggu polisi datang." Kinanti membungkuk menyejajarkan wajah dengan putri tunggalnya itu.

"Tapi, Ma... Mereka siapa?"

"Mereka orang jahat, Kanaya nggak boleh dekat-dekat," jawab Kinanti.

"Mama jangan pergi, katanya mereka orang jahat." Kana menahan lengan Kinanti, bocah 12 tahun dengan seragam SD itu menggeleng pelan. Rambut kuncir duanya bergerak seiring dengan gerakkan kepalanya.

Kinanti tersenyum. "Kanaya, Mama sering bilang kamu 'kan. Manusia itu hidup berdampingan dengan manusia lain, harus saling tolong menolong. Sekarang ada orang yang butuh pertolongan Mama, jadi Mama nggak bisa diam aja."

"Ma..."

"Kanaya percaya ya sama Mama. Kamu tunggu polisi di sini, Mama akan coba ulur waktu." Kinanti mengambil balok kayu yang tergeletak di dekat kakinya. "Ingat kata Mama, tetap di sini, ya?"

Kanaya mengangguk patuh walau masih tidak rela saat sang Mama melepaskan cekalannya. Wanita itu mundur dua langkah sebelum berbalik dan memasuki gang. Beberapa waktu lalu ia melihat seorang bocah perempuan seusia Kana ditarik ke dalam gang oleh segerombol laki-laki. Tempat ini sepi, kebetulan ia lewat karena ada urusan setelah menjemput sang Putri dari tempat les. Merasa anak itu dalam bahaya, Kinanti langsung menelpon polisi. Mereka bilang akan datang dalam beberapa menit, tapi Kinanti tidak bisa menunggu lebih lama. Ia memilih untuk menyelamatkan anak perempuan itu selagi bisa.

Kinanti mendekat dengan tangan mencengkeram erat balok kayu di tangannya. Beruntungnya mereka memunggungi Kinanti hingga sampai wanita itu berdiri sangat dekat, masih belum ada yang menyadari kehadirannya.

BUGH! BUGH! BUGH!

"PERGI KALIAN! PERGI! SAYA SUDAH TELPON POLISI! PERGI KALIAN, MANUSIA BEJAT!"

Kinanti tidak henti melayangkan pukulan pada lima laki-laki itu, entah dapat kekuatan dan keberanian dari mana ia bisa melakukannya. Yang pasti, emosi dan jiwa ibu-ibu Kinanti bergejolak melihat anak perempuan itu meringkuk dengan kondisi kacau. Luka di beberapa bagian tubuh, wajah yang dipenuhi air mata, juga seragam sekolah yang sobek di beberapa bagian.

"DASAR, BERENGSEK KALIAN! PENJAHAT! BISA-BISANYA MEMPERLAKUKAN ANAK KECIL SEPERTI INI!"

Salah satu laki-laki mengerang keras karena pukulan Kinanti mengenai kepalanya, dia sempat tersungkur. Tiga temannya lari kalang kabut karena mendengar kata polisi, sementara satu temannya tergeletak tidak sadarkan diri.

"Sialan. Lo siapa?!" sentak laki-laki bertubuh kekar itu, dia lebih muda dari Kinanti.

"S-saya Mamanya! Berani kamu menyentuh anak saya?!" Kinanti mengangkat dagu agar tidak terlihat takut walau tatapan tajam laki-laki itu membuat nyalinya semakin ciut.

"Lo harus diberi pelajaran!"

BUGH!

"SIAL!"

Kinanti menoleh cepat melihat buku tebal melayang dari arah belakangnya. Itu buku dongeng baru yang ia beli untuk Kana kemarin, buku dengan tebal 450 halaman itu berhasil membuat dahi si laki-laki terluka dan berdarah.

"Bocil setan!" umpat laki-laki itu.

"Kanaya, kamu ngapain ke sini?!"

"Mama, dia mau mukul Mama. Kana nggak suka dia jahat!"

Pesawat Kertas [SELESAI]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang