51. Lagu Untuk Dia (2)

107 15 3
                                    

Manusia memang seperti itu. Terkadang, potensinya sendiri tidak terlihat karena terlalu sibuk melihat kelebihan orang lain. Sementara orang lain juga sama, mereka saling menginginkan bertukar tempat padahal belum tentu sanggup jika harus menghadapi cobaannya.

~Pesawat Kertas~

Selamat membaca~

***

"Na, mau ke mana?" Sasa menahan tangan Kana yang hendak berlari menghampiri Sabina. Hampir semua siswa siswi SMA Satu Nusa malah berkumpul di halaman depan untuk melihat sosok Sabina melangkah meninggalkan sekolah. Berita itu sudah tersebar dan Kana mendengarnya, ia sangat kaget saat tahu kalau kejadian itu memang disengaja, tapi lebih kaget lagi mendengar keputusan sekolah untuk langsung mengeluarkan Sabina.

"Kanaya!"

Kana menulikan telinga dan malah berlari ke arah Sabina yang menunduk sepanjang jalan. Bermacam olokan dan gunjingan terdengar dari semua sisi. Ada yang mengabadikan momen ini membuat anak sekolah lain pun tahu apa yang sedang terjadi di SMA Satu Nusa.

"Sabina."

Sabina mengangkat wajahnya, mata cokelat itu langsung bertemu dengan manik mata Kana yang berkaca-kaca.

"Mau apa lo di sini? Mengolok gue?" tanya Sabina.

Kana menggeleng, ia bergerak maju hendak memberi pelukan perpisahan namun Sabina malah mendorongnya kasar hingga Kana harus mundur beberapa langkah.

"WOI! JANGAN KASAR LO!"

"PERGI LO PENJAHAT!"

"DASAR TUKANG FITNAH!"

Kana menggeleng kuat, ia kembali mendekat pada Sabina yang kini menunduk lagi, berusaha meredam suara-suara itu dengan menutup kedua telinganya. Kana membantu Sabina dengan menutup telinga cewek itu, membuat Sabina menatapnya tidak suka.

"Jauh-jauh lo dari gue!" Sabina kembali mendorong Kana. "Ini semua karena lo, Kanaya! Gue benci sama lo! Benci banget!"

"Bin, gue minta maaf. Gue.... Gue nggak tau harus berbuat apa. Gue minta maaf atas apa yang gue lakuin. Gue..."

"Puas lo lihat gue hancur begini? PUAS LO, PENCURI?!"

"PENCURI KEBAHAGIAAN ORANG!"

Sabina mendorong Kana beberapa kali sambil terus meracau dan menangis. Tak jauh beda, Kana juga menangis. Ia membiarkan Sabina melampiaskan amarahnya. Membalaskan kesalahan yang Kana perbuat meski Kana tidak pernah tahu apa perbuatannya yang membuat Sabina begitu membenci dirinya.

"Sialan, nggak tahan gue." Jevas sudah bergerak hendak mendekati mereka berdua namun Ren kembali menahannya. "Lo kenapa sih? Kana dipukulin begitu dan lo malah diam aja?"

"Kalau lo mendekat, Kana akan marah," kata Ren. "Sabina akan makin benci karena Kana ada yang bela. Diam di sini. Biar Kana selesaiin masalahnya. Orlando bilang, mereka dulu dekat waktu SMP. Percaya sama Kana, dia bisa."

"Gue benci, benci banget sama lo, Kanaya." Sabina tidak lagi memukul dan mendorong Kana, tubuhnya lemas. Ia hanya bisa menangis sekarang.

Dunia Sabina hancur sehancur-hancurnya, ia telah kehilangan segalanya, bahkan harus mendapat penghinaan seperti ini. Kebahagiaan tidak pernah berpihak pada Sabina sekalipun ia terus berusaha sampai menangis darah dan sakit-sakitan. Mungkin saja takdir bahagia itu tidak pernah dituliskan untuk Sabina.

Berbeda dengan cewek di depannya ini. Kana mendapat jatah berlebihan. Dunia tidak adil. Orang yang beruntung akan selalu beruntung, sementara yang malang akan terus ketimpa sial.

Pesawat Kertas [SELESAI]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang