36. Khawatir

106 13 3
                                    

Ada banyak yang mau bantu memecahkan masalahmu, jangan menyusahkan diri sendiri. Di sini, semua mau mengulurkan tangannya. Karena semua peduli, kami semua adalah teman.

~Pesawat Kertas~

Selamat membaca~

***

"BERHENTI LO, SANJAYA!"

Orlando meringis, gendang telinganya seperti dipukul kuat karena Ren berteriak tepat di samping bangkunya. Pagi-pagi begini cowok itu sudah main kucing-kucingan dengan Jaya gara-gara kemarin kalah saat mabar.

"Ren. Ampun, Ren! Sumpah, kemarin gue ketiduran!"

"Alasan! Kalau ngantuk ngapain ngajak push rank?! Udah pegang fighter malah afk! Berantakan tim gue, anjir!"

"Kan gue udah minta maaf!"

"Balikin dulu bintang gue baru gue maafin!"

"Yah, susah." Rio tertawa. Ia sebenarnya juga kesal karena kemarin Jaya meninggalkan permainan padahal masih di midgame. Tim mereka langsung kena comeback lawan dan akhirnya kalah. Melihat Jaya disiksa Ren sudah cukup menjadi hiburan untuk Rio pagi ini.

Sepagi ini mereka sudah gaduh sampai membuat Cika ngomel-ngomel karena lantai yang baru disapu jadi kotor lagi. Fero bukan menenangkan pacarnya, malah diam memerhatikan tingkah dua orang itu. Hari ini ada ulangan, Fero tidak ingin moodnya berantakan dan mengganggu fokus saat mengerjakan nanti.

Jaya yang merasa tidak bisa menangani Ren lagi, memutuskan untuk berlari keluar dari kelas. Tempat ini terlalu sempit untuk kabur, lebih baik mereka kejar-kejaran di lapangan. Jaya yang merupakan bagian dari tim atletik memiliki ketahanan fisik lebih kuat dari Ren, kalau soal lari di lapangan sih gampang.

Merasa targetnya akan kabur, Ren segera mengambil penghapus papan tulis dan melemparnya ke arah Jaya. Sebagai ketua aeromodeling yang terbiasa melempar pesawat miniatur, hal seperti ini sangat mudah baginya.

"MAKAN NIH PENGHAPUS MAUT!"

Jaya masih sempat menoleh dan melihat benda kotak tebal dengan dua kepribadian itu melayang ke arahnya. Dua kepribadian di sini maksudnya empuk dan keras, dua sisi penghapus yang amat bertolak belakang.

CTAK!

"Awh!"

Suara keras yang berasal dari hantaman penghapus dan disusul pekikan seseorang membuat semua atensi teralih ke arah pintu. Jaya yang sempat berjongkok untuk menghindari serangan Ren juga reflek mendongak, kedua matanya membulat melihat siapa yang kini berdiri di depannya, menggantikan posisinya jadi korban lemparan penghapus maut dari ketua aeromodeling itu.

"KANAYA!"

Kana mundur dua langkah sambil memegangi dahinya, rasa perih juga nyeri merambat hingga ke seluruh wajah. Cairan kental terasa menyentuh permukaan kulitnya dan mengalir lewat pipi.

Sebelum punggung Kana menyentuh pembatas koridor, seseorang segera menahan dari belakang. Namun Kana yang sedang bergelut dengan rasa pusing di kepalanya hanya menunduk dalam.

"Na?" panggil orang itu.

Ren berlarian dari arah kelas sampai tidak sengaja menendang Jaya yang langsung jatuh terjungkal. Ia menghadap Kana, menarik tangan dan mengangkat pelan kepala cewek itu.

"Na, lo nggak apa-apa? Maaf, nggak sengaja!" ucap Ren, melihat Kana meringis sambil berusaha menahan darah yang terus keluar dari dahinya.

Jevas berdecak, tanpa basa-basi mengangkat tubuh Kana dan membawanya ke UKS. Ruangan itu berada di lantai bawah, sehingga aksi Jevas menjadi pusat perhatian seluruh penghuni lantai 2 yang sudah datang, tidak terkecuali Laluna. Cewek itu baru akan masuk kelas saat melihat Jevas menggendong Kana dengan wajah tidak bersahabat.

Pesawat Kertas [SELESAI]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang