🍁 28. Mencarimu 🍁

4.7K 1K 142
                                    

Malam, temans. Sahara Kalahari kemaleman. Gapapa yaaa🤭

Sahara menutup mulut dengan punggung tangan ketika menyadari pertanyaan yang pasti didengar oleh Kalahari. Terbukti dari senyuman yang sudah berubah menjadi cengiran menyebalkan dan mulai dikenalnya dengan baik. Dia tidak marah, sebaliknya ... itu adalah hal yang ternyata begitu menyenangkan dilihat.

"Cie, ada yang kangen aku," ledek Kalahari jenaka. "Tapi, aku senang, sih, dikangenin suster tercantik di rumah sakit."

"Ngasal!" Meski ingin pura-pura marah, nyatanya Sahara tetap tersenyum hanya karena bertemu Kalahari. Rasanya berbunga-bunga.

"Mandi sana, Suster! Gatal-gatal nanti badanmu kalau pulang kerja nggak langsung mandi."

"Tapi, 'kan, ada ...."

"Mandilah dulu! Badanmu banyak kuman." Kalahari bergidik ngeri. "Nggak higienis!"

Sahara tertawa. "Jangan ikut-ikut gayaku gitu, Mas! Nggak pantes."

"Buruan mandi makanya!"

Sahara masuk dan membiarkan Kalahari duduk di lantai seperti biasanya. Dia hanya ingin segera membersihkan diri dan mengganti pakaiannya. Simbok yang kebetulan sedang menggoreng lumpia pun sempat menggoda Sahara karena anak kos yang sering menggunakan jasanya untuk memasak dalam jumlah besar itu tiba-tiba muncul.

Lebih baik tidak usah menanggapi Simbok atau urusannya akan menjadi panjang. Selesai mandi, Sahara memasukkan baju dinasnya ke mesin cuci yang langsung diputar tanpa peduli omelan si wanita tua yang mengatakan mengapa harus repot mencuci setiap pulang kerja padahal seragamnya tidak hanya sepotong.

Omelan panjang yang sama sekali tak diambil hati oleh Sahara. Simbok terus memuntahkan kata-kata dan berakhir dengan memberikan nampan berisi sepiring lumpia yang baru matang, lengkap dengan cabe dan daun bawang serta sari jeruk peras dingin.

"Bawa ke depan sana sebagai teman ngobrol sama si ganteng yang baik hati itu. Tadi Simbok dibawakan sekantong brambang bali buat masak. Diganti uangnya ndak mau."

Sahara mencebik menanggapi Mbok Jah yang menurutnya akan semakin ribut jika kalimatnya dibantah. Dengan langkah ringan, dia menuju teras depan. Kalahari masih duduk di lantai dan sibuk dengan ponselnya.

Setelah meletakkan nampannya di meja, Sahara menatap kesibukan pria yang beberapa waktu belakangan ini dia cari keberadaannya. Gila! Ponselnya berlogo apel tergigit. Itu adalah seri terbaru yang dirilis tiga bulan lalu. Apa-apaan pria ini?

Baiklah, mari mulai menghitung berapa pendapatan seorang pekerja bangunan. Bekerja menangani proyek skala besar, gajinya lumayan. Makan dan tempat tinggal yang ditanggung perusahaan. Kalahari mungkin hanya perlu beli rokok. Sahara mengernyit, dia ingat sesuatu tentang harus membagi uang makan dengan rokok. Jadi, pendapatannya sudah bersih.

Sahara mengangguk-angguk. Dengan seluruh fasilitas yang didapatnya dalam pekerjaan, Kalahari bisa mengumpulkan semuanya untuk memenuhi gaya hidup yang baginya tidak murah. Kekesalan mendadak menyusup ke hatinya. Mengapa harus peduli tentang apa dan bagaimana pria itu menggunakan uangnya?

"Kenapa kepalamu, Sa? Pusing?"

"Duduk sini, Mas!" Seperti biasa, Sahara selalu mempersilakan Kalahari untuk duduk di sofa bersamanya.

"Tidak!" tolak Kalahari. "Di sini saja seperti biasa. Lebih dingin dan santai."

"Ngemil lumpia dulu. Buatan Simbok." Sahara mengambil sebuah lumpia sebelum mendorong piringnya menepi supaya terjangkau oleh Kalahari. Ditariknya selembar tisu dan meletakkan makanan itu di sana. Selanjutnya Sahara menggulingkan lumpia itu ke kanan dan kiri.

Masih Ada Edelweis yang LainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang