🍁 24. Serba Salah 🍁

4.1K 1K 144
                                    

Malam, temans. Mengobati rasa rindumu pada kang bangunan😝😝

Sahara merasa gelisah sepanjang hari. Pasien yang selalu membuatnya fokus bekerja kini tak banyak membantu. Bukan dia yang tidak profesional, tetapi hari ini sangat sepi. Para nakes banyak yang menganggur, sebagian ada di ruang istirahat sampai jam kerja berakhir.

Begitu shift berganti, Sahara melesat ke ruang istirahat. Memakai jaket dan menyambar tas, lalu pergi menuju bangunan rumah sakit bagian belakang. Dia pikir mungkin pada jam pulang begini bisa menemukan Kalahari.

Sahara merasa tidak enak. Semalam, pria itu mentraktirnya, tetapi pikirannya terpaku pada hal lain. Merasa tidak sopan, ia berpikir untuk mengganti waktu dan berperan menjadi teman yang baik. Kalahari memang baik, tetapi dia tidak. Bisa-bisanya mengingat masa lalu di saat yang tidak tepat.

Ada berbagai macam perasaan ketika Sahara melihat pagar pembatas antara wilayah kerja rumah sakit dan bagian yang diperluas. Pikirannya salah. Jam pulang kerja hanya berlaku untuknya dan para nakes, sementara orang lain jelas masih satu jam lagi.

Di lokasi proyek pembangunan rumah sakit, kesibukan di sana-sini masih terlihat jelas. Sahara kembali bingung di mana harus menemukan Kalahari. Mau maju ... ragu-ragu. Tidak maju ... gelisah. Serba salah berada dalam suasana hati seperti saat ini.

"Suster!"

Sebuah suara membuat Sahara menoleh ke kanan. Dia baru sadar di sana ada pasien yang tempo hari dia jahit lengannya. Bukan hafal wajah atau bahkan mengingat namanya. Dia hanya melihat lengan yang masih dibalut perban.

"Ada apa kemari, Suster? Mencari seseorang?"

Oh, sialan. Dia tidak boleh ketahuan. Jatuh harga dirinya kalau sampai ada yang tahu dia datang mencari Kalahari. Bisa besar kepala pria itu.

"Tidak," sahut Sahara. "Bagaimana lukanya?" Daripada tertangkap basah sedang mencari seseorang, bersikap sok kenal pun menjadi pilihan.

"Tidak sakit lagi, Sus. Tapi, kata Dokter Desta harus kontrol."

"Ya sudah. Selamat bekerja, Mas." Sahara tidak repot mengingat nama pria menyebalkan yang pernah mempersulit pekerjaannya. Tidak penting, lagi pula dia juga tidak mau mengambil risiko ditertawakan di kemudian hari seandainya mereka ketemu.

"Suster!"

"Ya." Sahara yang sudah berjalan pun berhenti karena panggilan itu. "Ada apa?" tanyanya setelah menghadap kembali ke arah sebelumnya.

"Kontrol jahitan lengan itu diapakan, ya, Suster?"

"Digergaji," sahut Sahara seraya berbalik tanpa mendengar umpatan si tukang bangunan yang dianggapnya mengganggu misinya. Gara-gara pria itu, niatnya mencari Kalahari pun diurungkan.

***

Sahara yang sedang duduk santai sambil nonton televisi merasa sebal ketika Mbok Jah memaksa makan malam untuk kesekian kalinya. Bukannya tidak mau, dia hanya merasa sangat malas karena cuaca yang lebih panas dari biasa. Perutnya pun terasa tidak enak hanya dengan mendengar kata nasi disebut-sebut. Biarkan saja, kebiasaan Mbok Jah memang begitu dan akan berakhir setelah dirinya makan dengan sukarela.

"Mbak Sa!" Simbok muncul lagi sambil menunjuk-nunjuk arah depan dengan kedua tangan.

"Mbok! Sekali lagi Simbok panggil Sahara, besok dapat payung cantik. Sudah dibilang aku makan nanti kok."

"Mbak Sahara kok kepedean ini, loh." Rupanya Simbok sudah berani meledeknya. "Itu di depan ada Mas Ganteng."

"Bilang saja Sahara nggak ada. Malas mau keluar."

Masih Ada Edelweis yang LainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang