12 | Diam Bukan Berarti Lemah.

37 4 0
                                    

🌷 selamat membaca 🌷
______

🦋🦋

Setelah memberikan ucapan selamat kepada El, Zira langsung berlari cepat dari ruang OSIS menuju ruang kelasnya karena bel masuk akan berbunyi dalam hitungan menit. Gadis itu bahkan sampai melihat jam tangannya berkali-kali untuk memastikan dirinya tidak terlambat.

BRUK!

"Awss!!" Zira meringis ngilu ketika dirinya tersandung yang berakhir jatuh.

"Ups, sorry .. "

Zira mendongak untuk memastikan suara yang barusan di dengarnya, ia langsung reflek memutar bola matanya ketika melihat siapa pemilik suara tadi. Bahkan ada lima orang sekaligus yang menertawakannya saat ini.

"Sakit ya? Sorry sengaja, hahahahaha!" ucap Arina yang diakhiri tawa. Teman Fevita itu dengan sengaja mengulurkan kakinya supaya Zira tersandung.

Zira menghela nafasnya kemudian bangkit berdiri. Tangannya bergerak merapikan bagian belakang rok abunya yang sedikit kotor dan kusut.

"Seret dia!"

Belum selesai membenarkan seragamnya, Zira dibuat terkejut ketika tangannya ditarik paksa oleh teman-teman Fevita.

"Kalian mau bawa gue kemana?!" teriak Zira sambil berusaha memberontak untuk dilepaskan.

"Gak usah banyak bacot!" bentak Fevita.

Zira tidak menyerah, gadis itu terus bergerak meminta dilepaskan. Tapi bukannya terlepas dari kungkungan Fevita dan keempat temannya, Zira malah semakin kesakitan karena teman-teman Fevita menamparnya bahkan menjabak rambutnya. Oke, ini adalah kali kedua Zira diperlakukan seperti ini, karena malas untuk melawan ia memilih pasrah, tak perlu banyak tanya pasti dirinya akan dibawa ke tempat yang sama seperti sebelumnya.

**

Sudah Zira duga dari awal kemana dia akan dibawa, dan di lorong yang menghubungkan kelas kosong dan kamar mandi yang tak terpakai lah Zira sekarang --sama seperti kejadian sebelumnya.

"Lepas!" Zira menghempaskan tangan Serina dan Sasri dengan sekali hentakan. Wajah gadis itu memerah menahan kesal.

"Kalian mau ngapain lagi sih? Gak cukup bikin gue basah kuyup tiga hari yang lalu?!" tanya Zira dengan suara keras tanpa merasa takut pada kelima cewek dihadapannya.

Fevita terkekeh sinis, ia berjalan mendekati Zira lalu mencengkram dagu gadis itu. "Gue udah kasih peringatan sama lo, Azira. Tapi lo sendiri yang gak perduliin peringatan itu!" ujar Fevita lalu menghempaskan kepala Zira secara kasar. Bahkan dagu Zira sampai memerah karena cengkramannya.

Zira memegang dagunya yang terasa sakit, ia menatap Fevita dengan smirk diwajahnya. "Lo cemburu gue deket-deket sama kak El?" tanya Zira pada Fevita dengan nada songong.

Fevita melotot tak suka, "lo bilang apa barusan? Gue? Cemburu karena lo?" tanyanya menggantung.

"Iya, lo cemburu karena gue." jawab Zira tanpa takut.

"Lo pikir lo siapa?" Fevita melipat tangannya di depan dada, matanya menatap remeh kearah Zira. "Cuman beban sekolah aja bangga banget lo?" lanjutnya.

Zira tersenyum miring, tangannya bersedekap dada sementara matanya menatap Fevita lebih remeh. "Kalau gue beban sekolah, lo apa dong? Sampah sekolah?" tanya gadis itu yang membuat kelima cewek di depannya melotot sekaligus menganga tak percaya.

"Lo bilang apa? Kita sampah? Kurang ajar ya lo!" ujar Serina lalu mendorong bahu Zira membuat gadis itu sedikit mundur kebelakang.

Bukannya takut, gadis dengan rambut kuncir kuda itu malah semakin membuat kelima cewek di hadapannya semakin kesal karena ekspresinya yang terlihat sangat songong.

RAFAELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang