warning, chapter ini mengandung alur mundur.
.
.
.Setelah pertemuan singkat nya dengan Ratu Therina, Saireen segera berjalan menuju ruang makan untuk makan siang. Sebenarnya, makan siang didalam kerajaan sangat jarang sekali. Hanya ada sarapan dan makan malam. Namun sepertinya makan siang menjadi ada setelah kemarin Ayra jatuh sakit karna latihan berlebih di siang hari dengan perut kosong.
Mengingat hal itu saja membuat Saireen menghela nafas kesal. Dia merasa gagal menjadi kakak, dan itu menyakitkan untuknya.
Dia adalah putri pertama, seorang heiress, seorang pelindung dan seorang kakak. Pantas saja pamannya dan tetua klan nya meminta kesempurnaan yang jelas tidak bisa didapat oleh manusia biasa. Karna pada dasarnya, tidak ada yang sempurna didunia ini tanpa terkecuali sedikitpun.
Masih dengan gaun berwarna garnet yang memiliki renda warna mellow rose, Saireen benar benar terlihat dewasa. Bahkan si bungsu kerajaan mengakui nya beberapa hari lalu. Tidak ada perselisihan sama sekali diantara keduanya, itu cukup membuat Saireen tenang. Karna yang sering ia dengar bahwa anggota kerajaan begitu angkuh dan suka menganggap remeh orang lain, tapi nyatanya ini tidak. Atau mungkin iya, terhadap orang orang tertentu.
Berjalan seorang diri kearah ruang makan tanpa ditemani seorang pun, Saireen terbilang cukup berani. Istana Blood Roses memang sangat kental dengan aura intimidasi nya, apalagi terdapat beberapa bingkai foto berisikan para heiress sekaligus pelindung kerajaan yang telah tiada.
Tidak sering pula Saireen merasa seperti sedang diperhatikan ketika berjalan keluar kamar entah ingin kemana. Tidak peduli, ia memilih untuk terus berjalan. Toh, Saireen tidak punya urusan pribadi dengan mereka. Jadi, apa yang menjadi alasan tepat dirinya seperti melihat sesosok wanita berumur didepannya ini? Astaga, apa ini hantu penghuni istana nya? Jika iya, mungkin ia akan mencoba untuk kenalan secara baik baik dahulu.
Saireen dengan gesit berhenti dan berdiri dengan tegap. Menatap dalam wanita didepannya. Sungguh tidak bisa dianggap remeh, sepertinya wanita ini memiliki posisi cukup penting melihat pakaiannya yang lebih ramai.
"Nona Saireen Shavelona Zephyrine."
Bahkan suara halus yang membuat telinga nya bergetar pun terdengar dengan jelas. Wanita itu mendekat, memperhatikan seluruh wajah Saireen lalu turun kebawah untuk memperhatikan pakaiannya.
"Gaun?" Satu pertanyaan terlontar, wanita berambut panjang berwarna coklat tua itu memundur beberapa langkah.
Saireen mengangguk, bukankah terlihat jelas jika ia memang sedang memakai gaun? Lantas, kenapa wanita ini masih saja bertanya?
"Dimana kau menyimpan senjata mu jika memakai gaun? Aku dulu memakai seragam khusus dengan senjata yang diletakkan dipinggang atau di betis ku, jadi aku penasaran."
Suaranya yang lembut sangat berbanding terbalik dengan wajahnya yang tegas. "Aku memakai seragam khusus nya dibalik gaun ku," Walau begitu, Saireen masih memiliki etika untuk menjawab.
"Ah begitu, sepertinya mereka tidak ingin kejadian itu terulang lagi." Ujar nya sembari mengangguk sendiri.
"Memang... apa yang terjadi?" Tanya Saireen penasaran.
"Eh? Oh, dulu---ekhem, pisau yang bertengger di pinggang ku tidak sengaja jatuh dan menggores lengan Yang Mulia Ibu Suri, tapi dia mengatakan bahwa aku tidak sengaja. Itu memang benar, hingga aku tidak dihukum mati." Mendengar kata hukum mati, Saireen dengan reflex membulatkan kedua matanya. Untung saja ia menjadi seorang pelindung disaat aturan sudah berubah menjadi lebih aman.
KAMU SEDANG MEMBACA
saireen : to eternal peace
Fantasybagi Saireen, kedamaian yang abadi adalah segalanya. tidak ada yang lebih penting daripada membuat seluruh kejahatan dan peperangan musnah dari alam semesta. juga, tidak ada yang lebih penting lagi, selain membuat takdir bertekuk lutut dalam kendali...