12. One by One

147 108 77
                                    

Satu kata yang menggambarkan tempat yang saat ini mereka pijaki adalah, hancur. Sebut saja begitu, melihat bangunan tua itu sudah runtuh dengan beberapa bebatuan yang terpental beberapa meter.

Pepohonan yang awal nya berdiri kokoh juga ambruk tanpa menyisakan sehelai akar pun yang menancap pada tanah. Burung yang hinggap di batang juga langsung berterbangan ke segala arah dengan kicauan mereka. Seolah memberi kabar kepada angin untuk disampaikan ke penjuru arah bahwa keadaan saat ini tidak lah baik.

Tim yang dibagi untuk mengambil kertas rahasia itu sudah kembali dengan beberapa luka yang mengotori kulit mereka. Ynille selaku ketua tim pun terperangah melihat keadaan saat ini. Jika mereka telat satu detik saja, maka mereka akan mati dengan sia sia. Sangat tidak lucu jika anggota dari klan bangsawan ter-elit harus meninggal karna tertimpa bangunan.

Beberapa anggota tim yang terluka parah segera di evakuasi dengan jarak yang lumayan jauh. Membuat tenda dengan Akari sebagai pemimpinnya. Sedangkan sang kapten sedang membantu menenangkan Saireen yang lepas kendali.

Setelah mengetahui apa yang terjadi pada Saireen dari Jeruby, Zho rasanya menyesal karna sudah meninggalkan perempuan itu. Seandainya ia bisa lebih cepat sampai, atau setidaknya---seandainya ia menolak untuk mengambil kertas rahasia itu dan memilih untuk bersama dengan Saireen, maka kejadiannya tidak akan seperti ini.

Sama seperti Zho, Zero juga nampak menyesal telah meninggalkan Saireen untuk bertarung sendirian. Lihatlah, bahkan tubuhnya terdapat luka sayatan. Mereka yang masih menetap disana berusaha menyudahi perkelahian yang terjadi. Beberapa ada yang melawan sang ketua monster tadi demi mencegah terpancing nya emosi dewi Theana.

Semua yang dilakukan dewi segalanya itu baru mode biasa. Terlihat dari cara penyerangannya yang nampak ragu karna banyaknya orang tak bersalah disekitar nya. Fokus nya kini hanya satu, melenyapkan makhluk bodoh nan menjijikan yang berani berani nya menyentuh Saireen. Walaupun hanya jiwa nya yang memasuki tubuh sang cucu tersayang, tak dapat dipungkiri jika ia merasa goresan itu menyakiti cucu nya.

"Kau harus bisa mengendalikan dirimu, Saireen. Jika aku yang menguasai tubuhmu, maka bisa dipastikan dalam satu detik ini juga bumi akan hancur." Dewi Theana berucap pelan sembari menghindar dari sebuah bogeman makhluk dihadapannya. Tatapannya tetap datar, tidak menampilkan ekspresi apapun.

Benar. Saireen harus bisa mengendalikan tubuhnya. Sebelumnya, ia tidak pernah lepas kendali seperti ini. Sebelumnya, ketika ia lepas kendali namun tidak separah ini kakak sepupunya lah yang menenangkannya. Tapi, dimana laki laki itu?

Merasa dirinya tengah dicari oleh Saireen, Zho memberanikan diri untuk maju. Tidak, ia tidak bisa diam saja tanpa melakukan apapun. Kaptennya dan juga adik serta teman se-timnya sudah terkapar tak berdaya. Hingga tersisa dirinya, Zero, Saireen, sang dewi dan sang ketua monster tadi.

"Hentikan!" Zho berseru tegas. Menatap nyalang kearah Saireen dengan sebuah kuda kuda andalannya.

"Oh, seorang pelindung ya?" Ujar Dewi Theana dengan nada remehnya. Menatap kebawah dimana Zho sudah bersiap untuk menyerangnya.

"Kau buta apa bagaimana?! Saireen juga seorang pelindung asal kau tahu!" Zho memberikan pukulan pukulannya, bahkan tendangan serta kekuatan lainnya.

Kedua mata Saireen terbelalak. Mereka tahu, bahwa itu adalah hal yang sedang dilakukan oleh sang dewi melalui tubuh Saireen sebagai wadah.

"Berani beraninya mereka membuat segel tidak berguna itu kepada cucuku!" Dewi Theana berteriak marah. Semakin murka bahwa menyadari jika cucunya merupakan pelindung untuk anggota kerajaan. Dirinya baru mengetahui bahwa saat jiwa utuh Saireen meringis, disertai dengan timbulnya cahaya yang mengikuti garis segel didahi Saireen.

saireen : to eternal peaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang