Dia mengeratkan baju hangatnya saat merasakan angin berhembus kencang, hingga menerbangkan rambutnya yang panjang.
Punggungnya bergetar merasakan hangat yang tersalur dari kopi panas di tangannya. Nami menghela nafas menikmati pemandangan pohon-pohon mapple yang berubah warna menjadi oren saat sejak hari pertama musim gugur datang.
Sekali lagi nami melirik jam yang terpasang di pergelangan tangan kirinya, lalu ia mengambil handphone-nya dari dalam tas untuk mengecek apakah ada pesan yang masuk.
Namun harapannya pupus ketika melihat orang yang ditunggunya, jalan dengan wanita lain di depan matanya, seharusnya nami tahu bahwa ia tidak akan datang lagi padanya setelah dua minggu yang lalu itu. Dan seharusnya nami tahu ia berhenti berharap dapat berkencan dengannya di musim gugur ini.
Nami meneguk kopi dan menghabiskan sisanya, setelahnya ia tersenyum masam, dan mulai bangkit, pergi meninggalkan kursi umum yang pernah menjadi saksi di setiap musim saat nami masih menjalani hubungan dengannya.
Nami menyusuri jalanan yang dipenuhi daun mapple berwarna oren, jika ada orang yang melihatnya pasti mereka akan mengira nami adalah peri pulau musim gugur karena untuk sekilas nami seperti menyatu dengan dedaunan pohon maple, rambut panjangnya alami berwarna oren dan mantel, syal dan sepatu botnya senada dengan warna coklat batang pohon maple dicampur dengan baju bluss berwarna putih gading sedikit kecoklatan dan bercorak bunga-bunga kecil berwarna coklat.
Ia sangat cantik dengan wajah santainya, menggambarkan kesan wanita anggun dan lembut. Namun kekurangannya ia berjalan sendirian.
Namun nami tidak terlalu memikirkannya, ia sudah putus dengan pacarnya sebelum musim gugur tiba dan tidak terlalu berharap ia masih bisa mendapat pria yang bisa menemaninya menghabiskan musim gugur ini.
Nami sedikit menyingkir ketika suara bel sepeda datang dari belakangnya, nami tidak perlu repot-repot untuk melihat siapa yang masih membunyikan belnya walaupun jalanan yang lain masih tersedia dengan lega, karena nami tidak peduli siapapun itu. Namun sekali lagi bel itu berbunyi dan sebuah sepeda berhenti di sampingnya, nami menoleh pada sang pengendara sepeda itu dengan malas tapi setelah melihatnya nami merubah ekspresinya menjadi terkejut.
"Wow lihat siapa yang kita punya disini" kata nami, dia tersenyum ringan ketika nami menyebut namanya.
"Bagaimana bisa polisi sibuk seperti mu bisa kabur kesini, zoro?" tanya nami heran
"Aku tidak kabur, Jam jaga ku sudah berakhir tadi siang jadi aku pergi kemari untuk menikmatki musim gugur ini" jawabnya sambil mengambil daun maple yang terbang kearahnya.Nami mengangguk mengerti dan berjalan terlebih dahulu, zoro mengayuh sepedanya dengan lambat agar bisa beriringan dengan nami, zoro memperhatikan rambut orennya yang sama dengan warna daun maple di tangannya, tanpa sadar zoro menghentikan nami dan menatap matanya sebelum ia menyelipkan daun maple ke telinganya.
Nami membeku karena terkejut, dia bahkan tidak bisa mengucapkan satu katapun karena tindakannya,
"hmm cocok" gumam zoro, nami dengan cepat tersipu malu ketika zoro menilai penampilannya. Zoro mengerutkan keningnya saat melihat pipi nami yang memerah, dia mendekat untuk menilai wajah nami yang berubah menjadi lucu dengan semburat warna merah di pipinya.Nami otomatis mendorong zoro saat untuk beberapa detik tadi zoro terus menatapnya tanpa mengatakan apapun membuat nami seperti anak kucing yang sedang ditatap oleh sebuah harimau.
"Kau berhutang padaku!" teriak nami gugup dan secara praktis zoro membalasnya dengan berteriak juga dengan penuh kebingungan
"apa!? Aku tidak meminjam uangmu nami!" dia mengerang. Nami memelototinya balik saat zoro melotot padanya dengan sebelah matanya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Dream - zoroxnami
FanfictionKumpulan one shoot Zoro x Nami! One piece hanya milik oda! Warning ; beberapa oneshoot mengandung lemon (18+) - T A M A T -