1

6.5K 660 16
                                    

Meja makan dikelilingi anggota keluarga. Telah menjadi kebiasaan untuk meluangkan waktu untuk makan pagi bersama sejak beberapa tahun belakangan. Semenjak Ghandi pensiun, Tri merasa iba melihat suaminya merenung sendu di meja makan karena anggota keluarga yang tak lengkap. Anak tertua dan menantunya sibuk bekerja sehingga sering kali melewatkan waktu makan malam. Anak bungsu dan cucunya jarang sarapan dengan dalih kuliah pagi. Akhirnya Tri membuat aturan non verbal bahwa keluarga harus makan bersama di pagi hari. Awalnya, sulit mengumpulkan mereka bersama dalam satu waktu. Lama-kelamaan, dengan kegigihan yang tak putus, Tri berhasil menanamkan kebiasaan sarapan dalam keluarga.

Pagi ini ada yang mengganjal di hati Tri. Dia melirik Yuniza, si bungsu yang makan tanpa selera. Di seberang meja, cucu perempuannya, Keysha terlihat lesu. Makanannya hanya diaduk-aduk.

"Makan yang baik," bisik Tri. Yuniza melirik, lalu mengangguk. Berberat hati Yuniza menyuap satu sendok munjung nasi uduk buatannya. Tri tersenyum tipis.

Yessy makan sedikit dan terburu-buru. Sudah bukan hal baru melihat Yessy makan tanpa jeda. Tri pernah mengalami waktu-waktu yang berat membuat Yessy mau ikut sarapan. Selalu saja alasan pekerjaan yang digunakan. Tri hampir menyerah. Andaikan Harris tidak turun tangan mengajak Yessy makan, Tri pasti sudah menyerah. Yessy sebagai ibu sama sekali tidak menyadari keanehan putrinya yang membuat Tri menghela napas.

"Kamu mau makan indomie, Key?" tanya Tri.

Semua orang di meja menoleh padanya. Tri bisa melihat suaminya membelalak atas tawarannya barusan. Tidak pernah ada mi instan dalam menu sarapan mereka. Dan tiba-tiba Tri menawarkan menu itu.

"Nggak usah, Oma. Aku makan ini aja," jawab Keysha. Dia menyuap makanannya banyak-banyak.

Tri tersenyum lembut melihat cucunya makan, meski ada curiga mengganjal di pikirannya. Keysha berubah. Dia memperhatikan Keysha sering murung dan berdiam dalam kamar. Jika ada di rumah, Keysha senang berlama-lama di teras belakang, menemani Gandhi dan Tri sambil minum teh dan mengobrol. Dia ingin bertanya, tapi sedikit ragu. Keysha berada di usia yang labil soal emosi dan Tri tidak mau kekepoannya menjadi alasan Keysha terusik.

Seperti yang sudah-sudah, Yessy dan Harris meninggalkan meja makan duluan. Nipah bergegas membereskan bekas peralatan makan mereka ke dapur. Gandhi menyusul kemudian. Menyisakan Tri, Yuniza, dan Keysha di sana.

"Aku udah kenyang, Oma. Aku jalan ke kampus ya?" Keysha menghampiri Tri. Dia mencium punggung tangan Tri.

"Hati-hati di jalan. Kalau mau dijemput sama Kakek, telepon aja," pesan Tri. Dia mengelus lengan Keysha dengan sayang, lalu menemani Keysha ke depan rumah.

Yuniza ditinggal sendirian. Dia melanjutkan makan dalam diam.

MoM

Nasi uduk buatan ibunya lezat, tetapi tidak menggoda lidah. Yuniza hilang selera makan sebab dia masih dipusingkan urusan menghubungi nomor ponsel pria asing yang dia comot dari setumpuk eliminasi calon suami Mia.

Sebelum sarapan, dia sudah membuat simulasi cara menghubungi pria itu. Ada yang berkenalan lewat pesan singkat, chatting WhatsApp, telepon langsung, hingga pura-pura salah sambung supaya ada dalih melanjutkan pendekatan. Semua simulasi itu sia-sia begitu dia dihadapkan sederet nomor itu.

Yuniza belum pernah memulai pendekatan duluan. Dengan wajahnya yang bulat dan sepasang mata yang besar dibingkai bulu mata tebal, Yuniza selalu didekati. Dia tergolong menarik di mata pria. Sikap ramah juga sopan santunnya membuat orang-orang betah bersamanya, meski dia bukan lawan bicara yang aktif. Seringkali dia ketinggalan berita terbaru dan melongo di tengah obrolan seru teman-temannya. Tentu saja, sedikit tertinggal gosip dan tren bukan masuk hitungan sebagai teman yang membosankan. Yuniza selalu dinantikan dalam perkumpulan teman-teman kuliah.

Grapefruit & RosemaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang