29

3.4K 556 34
                                    

Adnan sedang menyesap kopi saat ponselnya mendentingkan notifikasi pesan masuk. Dia meletakan cangkir ke meja, lalu menyambar ponsel yang tergeletak dekat komputer.

UNZa:
Akbar main di rumah saya. Apa bisa kamu yang jemput supaya dia tahu kita berhubungan baik?

Otomatis Adnan mendesah. Baru semalam dia kesulitan tidur akibat mengantar Yuniza. Kini gadis itu kembali memintanya bertemu. Seakan-akan dia belum cukup mengobrak-abrik hati Adnan lewat kecantikan yang tertancap di benak, Yuniza malah meminta intensitas pertemuan yang bakal berbahaya bagi Adnan.

Di sisi lain, Adnan menyadari haknya untuk menolak. Dia bisa menyuruh Nandar yang menjemput Akbar. Namun dia menangkap maksud baik Yuniza dan kepikiran.

Akbar mengalami sembelit karena keinginannya ditolak dan butuh waktu sampai anak itu pulih. Adnan tak tega kalau Akbar kembali stres dan jatuh sakit.

Akhirnya dia mengetik balasan dengan singkat.

OK.

Bagus, pikirnya. Jika dia menjawab singkat seperti ini, Yuniza pasti bisa merasakan batasan yang dia buat.

Adnan bersiap menyelesaikan pekerjaan yang mendesak supaya bisa menjemput Akbar.

MoM

"Siapa dia?"

"Teman aku..." Yuniza mendekati telinga ibunya dan menambahkan sambil berbisik, "Anaknya pria itu."

Tri mendelik. "Kamu gila?" desisnya.

"Yuniza angkat bahu. "Bukannya Mama yang mau kenal pria itu? Aku ajak anaknya supaya Mama kenal satu per satu."

"Nis," Tri menggeram.

Yuniza berpindah ke belakang Akbar. Dia memegang bahu Akbar dan mendorong anak itu untuk maju. "Akbar, kenalin mamanya Kak Yuniza. Mama Kakak jago masak loh."

Akbar mendongak. Tri sudah berwajah masam. Yuniza memiliki kecemasan jika ibunya bakal menolak Akbar.

"Hello," sapa Akbar. Anak itu dengan polosnya melambaikan tangannya dan tersenyum lebar.

Emosi di wajah Tri berubah. Rumah mereka telah lama kehilangan keceriaan anak kecil sejak Yuniza dan Keysha tumbuh remaja. Mendapati seorang bocah datang dengan suara menggemaskan dan wajah yang manis, Tri mulai goyah.

"I'm eh nama aku Akbar. Aku lima tahun mau enam tahun. Aku sekolah di Magical Rainbow kelas K-2. Aku juga suka masak. Kalo..." Akbar berhenti mengoceh. Dia melirik Yuniza. Sirat matanya menunjukkan dia memohon bantuan. Sayangnya Yuniza tidak menangkap pesan tersebut dan hanya diam. Walhasil Akbar menarik blus Yuniza dan mengibaskan tangannya supaya Yuniza menunduk. Begitu Yuniza menundukan kepala, dia berbisik, "How can I call your mom? Madam? Aunty? Ibu?"

"Grandma," jawab Yuniza agak nyaring. Dia sengaja melakukannya dan perbuatannya sukses membuat Tri kembali mendelik.

Akbar menoleh ke Tri. Dengan cepat Tri mengubah ekspresinya yang semula kesal menjadi tenang. Anak itu menelengkan kepalanya dan memperhatikan Tri. Tak sampai dua detik, dia berbisik lagi, "She looks young and pretty. I cannot call her grandma."

Yuniza mengulum tawa bukan karena pujian Akbar, melainkan akibat ibunya yang merona. Saking gemasnya pada hasil kepolosan Akbar, Yuniza mencolek puncak hidung Akbar yang membuat anak itu menggeram kesal.

"Mamanya Kakak udah nenek-nenek. Udah ada cucu," kata Yuniza. Dia menegakan badannya.

Akbar membeliak. Rahangnya ikut terbuka.

Tri tidak mengacuhkan omongan Yuniza. "Akbar sudah makan? Mau makan sama Oma?"

"Aku udah makan di sekolah, tapi boleh makan lagi. Sedikit aja." Akbar mendekatkan telunjuk dan jempolnya.

Grapefruit & RosemaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang