"Mbak Keysha ada stres?"
Yuniza melirik dokter kandungan sekilas. Dia merasa tidak dibutuhkan dalam ruang praktik dokter setelah kemunculan Deyon di pertengahan sesi. Demi menghormati Deyon selaku ayah dari bayi Keysha, Yuniza sampai mengikhlaskan kursinya dan memilih berdiri di belakang kursi mereka.
Keysha mengeluarkan unek-uneknya. Dia menceritakan betapa lelahnya mengerjakan tugas kelompok dan tugas personal yang diduganya sebagai pemicu stres. Dokter menyimak dalam wajah profesional yang membuat Yuniza meragu terhadap keseriusan si dokter mendengarkan curhatan Keysha.
Sungguh suatu keajaiban Keysha dapat mengerem diri dari fakta utama stres itu, puji Yuniza dalam hati.
Setelah sepuluh menit, Yuniza bernapas lega sebab sesi pemeriksaan selesai. Dadanya serasa sesak memikirkan bayi Keysha yang belum mendapatkan pertanggungjawaban Deyon. Meskipun Deyon mengaku sebagai ayah si bayi, secara hukum Deyon belum bisa disebut ayah dari bayi Keysha.
Mereka duduk di kursi tunggu. Deyon menyelesaikan pembayaran dan mengambil obat dari apoteker.
Lirikan Yuniza jatuh ke perut Keysha. "Aku berharap ada cara lain supaya anak ini punya orang tua yang udah menikah," kata Yuniza.
"Jangan bikin aku stres lagi karena ocehan kamu. Dokter udah ngasih pesan supaya aku happy happy aja." Keysha merangkul lengan Yuniza dan merebahkan pipinya pada bahu Yuniza. "Setiap pagi, aku takut bayi ini membesar dalam semalam. Bukannya aku nggak mau tanggung jawab. Aku senang punya anak. Tapi aku kepikiran opa dan oma."
Yuniza menyandarkan sisi kepalanya pada kepala Keysha. "Maafin aku karena minta kamu merahasiakan kehamilan ini dari keluarga."
"Nggak. Aku juga belum berani ngaku ke mama dan papa. Aku takut dimarahi. Aku juga paham kekhawatiran kamu, Niz."
"Andai ada pria yang mau menikahi aku sekarang, semuanya bakal lebih mudah buat kita." Yuniza memandang kosong ke depan. Namun dia bersungguh-sungguh dengan ucapannya.
Keysha menegakan badan. Dia memandang Yuniza dalam diam yang membuat Yuniza kebingungan. Kemudian Keysha memeluk Yuniza. "Makasih karena mau berkorban demi aku," bisik Keysha.
Yuniza menepuk punggung Keysha pelan-pelan. Bibirnya menipis sebab terharu. Dia memahami perasaan Keysha. Pengorbanan ini tidak mudah. Dia melawan ketakutannya demi melindungi Keysha dan papanya.
"Za."
Keysha dan Yuniza mengurai pelukan mereka. Deyon menjatuhkan bokongnya di kursi sebelah Yuniza. Wajah pemuda itu agak pucat.
"Lo nggak akan percaya apa yang gue lihat tadi," kata Deyon menggebu-gebu.
"Apa?"
"Gue lihat anaknya Adnan yang rambutnya kaya sirip atas ikan."
"Memangnya kamu tau anak Adnan yang lain selain Akbar, Yang?" Keysha tersenyum geli melihat sikap tak sabaran Deyon.
Yuniza mendengkuskan tawa, lalu menggeleng. Dia tidak mau peduli soal anak Adnan. Informasi Deyon bukan hal penting. Dia menepuk paha Keysha dan memberikan instruksi, "Ayo kita pulang sebelum..."
Suara kekacauan membelah perhatian. Yuniza menoleh. Matanya sontak membesar. Akbar berlari dari salah satu lorong sambil berteriak. Niatnya ingin kabur sebelum bertemu gagal kala tatapan mereka bertemu. Akbar langsung memutar tumitnya ke arah Yuniza. Sinyal di kepala Yuniza menggaungkan tanda waspada. Dia punya pilihan untuk menarik Deyon dan Keysha kabur. Namun kakinya terpaku saat menyadari bocah itu menangis.
Akbar menubrukan badannya pada kaki Yuniza dan memeluk paha Yuniza posesif. "Kakak, help me," mohonnya terisak.
Yuniza mengurai pelukan Akbar, lalu berjongkok untuk memastikan kondisi Akbar. "Kamu kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Grapefruit & Rosemary
RomanceYuniza mempunyai masalah. Dia harus segera menemukan calon suami dan menikah. Waktunya terus berjalan dan perut itu akan membesar. Sebelum masalah berbuah retaknya sebuah keluarga, Yuniza hanya memiliki satu pilihan, yakni sederet nomor pada selemba...