Rumah terasa menyesakan. Yuniza tidak bisa berpikir. Perasaannya juga tambah buruk. Memanfaatkan alasan mencuci mobil, Yuniza keluar rumah. Tempat cuci mobil langganannya sepi pengunjung. Mobilnya dibersihkan cepat dan memuaskan. Masih belum puas mencari angin segar, Yuniza mengarahkan mobilnya ke warung mi ayam Mia.
Akhir pekan dan warung Mia dipenuhi pembeli. Mia memberinya kode untuk masuk ke balik meja kasir. Yuniza agak heran disuruh duduk di kursi di belakang tempat Mia menjalankan transaksi warungnya.
Setengah jam kemudian, warungnya sepi. Pembeli yang tadi memenuhi warungnya adalah rombongan yang pergi dari situ bersamaan.
"Mi ayamnya enak, tapi tambah menu mi ayam jamur dong," kata seorang ibu, bagian dari rombongan yang bertugas melakukan pembayaran.
"Siap, Bu. Saya terima sarannya. Ini struk dan kembaliannya." Mia tersenyum.
Si ibu tampak puas. Dia menerima pemberian Mia, lalu mengomando teman-temannya hengkang dari sana.
Yuniza beranikan diri berdiri di sisi Mia. Dia mengamati pakaian olahraga para ibu yang beraneka ragam. Disangkanya semua ibu-ibu yang aktif senam akan memakai seragam.
"Mia, ini." Ibu lain menghampiri Mia. Dia menyelipkan selembar kertas ke tangan Mia. Tanpa basa-basi, dia lari mengejar rombongan.
"Siapa itu, Kak?" tanya Yuniza.
"Mamaku." Mia membaca kertas yang diselipkan di tangannya. Tak sampai semenit, dia mendesah. "Cowok lagi. Kopi darat lagi. Capek banget."
Yuniza melirik kertas yang diletakan Mia ke meja. Perasaannya ikut buruk karena selembar kertas dari warung ini telah membuatnya merasakan pengalaman 'diterbangkan lantas dihempaskan'.
"Kakak ingat aku pernah ambil salah satu kertas kayak gitu dari meja ini?" Yuniza mengambil lap yang ada di salah satu laci di bawah meja kasir. Dia meninggalkan kursinya untuk membantu Dadan, pekerja di warung Mia yang tengah mengangkut bekas peralatan makan dan sampah rombongan.
"Ingat. Eh? Za, nggak usah." Mia terkejut melihat Yuniza.
"Aku mau bantu. Kasihan Dadan sendirian, nanti kesusahan. Kalau ada pelanggan lain, meja masih kotor, mereka bisa batal beli makanan di sini," kata Yuniza tanpa menoleh. Dia giat membersihkan meja.
"Za, biar Mbak aja," mohon Mia.
"Mbak hitung uang aja. Ini bukan pertama kalinya aku bersih-bersih di warung Mbak, jangan bikin aku serasa tamu."
Mia mendesah. Benar ucapan Yuniza. Ini bukanlah kali pertamanya membersihkan meja di warung tersebut. Dia pernah turun tangan saat baru putus, juga saat hasil semesterannya 'busuk'. Menyalurkan energi saat hati gundah merupakan solusi. Masalahnya dia tak bisa bersih-bersih di rumah. Ada mamanya yang akan mencibir waktu bersih-bersih untuk belajar supaya IPKnya membaik. Jika memasak, belum tentu ada yang makan, kecuali papanya dan Bi Nipah.
Sepuluh menit kemudian, semua meja telah dibuat kinclong. Yuniza tersenyum bangga atas hasil jerih payahnya.
"Makan dulu." Mia datang membawa nampan berisi dua mangkuk mi ayam dan dua gelas jus alpukat.
"Pas banget." Yuniza segera duduk. Dia juga membantu Mia menurunkan mangkuk ke meja. "Aku memang butuh mi ayam."
Mia duduk di sebelah Yuniza. Mereka meracik mi ayam masing-masing dengan tambahan saus, kecap, sambal, dan lada.
"Tadi kamu ngomong soal kertas. Gimana lanjutannya?"
Yuniza batal menyuap. Dia teringat Adnan lagi. Pria itu dan aroma maskulin yang belum pernah dia hidu dari teman sampai profesor uzur di kampus. Dadanya kembali berdebar, tetapi kekecewaan itu masih ada. Dia menunduk lesu. "Dia duda dan punya tiga anak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Grapefruit & Rosemary
RomanceYuniza mempunyai masalah. Dia harus segera menemukan calon suami dan menikah. Waktunya terus berjalan dan perut itu akan membesar. Sebelum masalah berbuah retaknya sebuah keluarga, Yuniza hanya memiliki satu pilihan, yakni sederet nomor pada selemba...