14

3.7K 733 84
                                    

"Adik kecil." Yuniza berusaha menata puing-puing kewarasannya setelah digedor stetmen gila dari bocah asing di depannya. "Siapa yang ngajarin kamu ngomong begitu?"

"No one." Akbar mengangkat bahu kirinya.

Yuniza sulit percaya. Dia mengamati Akbar dan merasa anak itu jauh dari usia di mana bisa berpikir sampai ke pernikahan. Memang ada beberapa anak kecil yang dia lihat memainkan permainan rumah-rumahan, tetapi dia belum pernah melihat anak kecil yang datang untuk menyuruhnya menikah dengan bapake. Dia mulai mencurigai Nandar sebagai aktor intelektual di balik celotehan cerdas Akbar.

"Kakak nggak kenal ayah kamu, gimana bisa kamu minta Kakak nikah sama ayah kamu. Kalau ayah kamu tahu, bisa-bisa kamu dimarahin." Yuniza melembutkan suara. Dia teringat petuah orang tua untuk lemah-lembut terhadap anak kecil. Dia juga tidak sanggup menolak Akbar secara tegas. Kalau boleh jujur, Akbar ini sedap sekali dilihat untuk waktu yang lama. Mulai dari fisiknya, gaya berpakaiannya, dan cara bicaranya. Ada nada bicara khas Akbar yang membuat Yuniza geli.

"You- ehm, kamu tahu ayah aku. Kamu ketemu ayah." Gaya bicara Akbar berubah lebih lambat saat dia berbahasa Indonesia dan Yuniza tetap suka.

"Siapa ayah kamu?" Yuniza mendadak waswas. Bisa jadi Akbar dikirim secara sengaja oleh orang asing yang ingin mengerjainya. Zaman sekarang, orang usil itu sering keterlaluan mengerjai. Barangkali dia sedang jadi target prank seseorang.

"Nama ayah Adnan. Muhammad Adnan," jawab Akbar mantap. Yuniza membeliak. Nama yang disebutkan Akbar adalah nama yang mengganggu malam-malamnya. Tanpa tahu carut-marut hati Yuniza, Akbar kembali bicara, "Kakak ketemu ayah di hotel. Abis ayah pergi, Kakak sedih banget. Aku lihat loh."

Yuniza menyipit. Ingatannya sedikit-sedikit terkumpul. "Kamu anak yang duduk bareng bapak-bapak dan ibu-ibu?"

"Bukan ibu-ibu. Itu nenek."

"Oke. Itu nenek kamu." Yuniza terdiam. Dia butuh jeda untuk berpikir. Akbar terlalu spesial untuk disepelekan. Anak itu sukses membuat Yuniza terkena serangan sakit kepala beberapa kali.

"I know you like ayah. Nenek said so. Woman cannot hide their ehm their..." Akbar mengernyit sembari memandang ke atas. "What's that? I forgot. Something about this." Akbar menepuk perut atasnya.

Yuniza belum cukup menata pikirannya dan Akbar masih mengoceh. Sekarang, anak itu punya masalah dalam kosakata. "Stomach?" tebak Yuniza.

"No. This is boom boom boom." Akbar memaju-mundurkan kedua tangannya di depan perut atas.

"Explosion?"

"Wrong. Aaakh, I need nenek. Why she used that word?" Akbar merajuk.

Yuniza mengulum senyum. Dia bisa menebak kata yang dicari-cari Akbar saat si bocah membuat gerakan tangan, tetapi dia tergoda untuk mengusili anak itu. Usahanya sukses. Akbar merengek bagai bocah. Jari-jarinya dibuat gemas ingin meremas wajah Akbar yang kesal.

"Look here. It's not explosion. It's boom boom boom boom." Akbar mengulang gerak tangannya lagi. Dia masih mencari kata yang disebutkan neneknya.

"Hitting?"

"No."

"Fishing?"

"That's too far."

"Tapping?"

"No!"

"Dancing?"

"Noooo," Akbar mengerang. Wajahnya memerah.

Yuniza puas melihat frustasi Akbar. Dia tidak akan mempermainkan anak itu lagi. "Is it pounding?"

"YES!" Mata Akbar membesar. Air wajahnya berubah seketika. "How could you know that?"

"Nebak." Yuniza tertawa kecil.

"You're good at nebak," puji Akbar tulus.

Menerima pujian setulus ini, Yuniza merasakan dadanya berdebar. "Makasih."

"Tadi aku ngomong apa?" Akbar linglung.

Uuuh, Yuniza gatal sekali ingin mendekap Akbar. Anak ini luar biasa menggemaskan. Namun dia tidak seakrab itu untuk memeluk si bocah dan Yuniza sadar diri. Dia mengalihkan gemasnya lewat belaian pada samping kepala Akbar saat berkata, "Nenek kamu ngomong apa?"

"Ah! Nenek said woman cannot hide their pounding heart. Your face blushed when you're talking with ayah. Nenek is woman and you're woman. Woman can feel what another woman feel. It is woman's world. And man always wrong. Om Bowo trusted nenek because nenek is smart," oceh Akbar.

Kepala Yuniza berdenyut. Terlalu banyak informasi yang perlu difilter dan dia masih harus menahan tawa karena ocehan Akbar. Dia juga malu karena baru menyadari ada orang-orang yang memperhatikan kopdarnya dan Adnan, selain Keysha dan Deyon. Ini tampak seperti masing-masing pihak membawa tim pengawas.

"Tell me, you like ayah, don't you?" Akbar memajukan badannya ke arah Yuniza.

"Akbar, bukan itu yang penting. Kamu datang ke sini udah minta izin sama ayah kamu?" Yuniza mengalihkan pembicaraan ke bagian yang krusial. Adnan telah menolaknya dan anaknya datang. Bisa dipastikan Adnan tak tahu ulah anaknya sekarang.

"Ayah sibuk. Ayah bilang boleh pergi kalo ada Om Nandar. Kak Dira juga pergi-pergi sama Om Nandar. Ayah nggak apa-apa."

"Tapi kamu perginya ke sini..." Yuniza bingung menyampaikan isi kepalanya sehingga anak ini bisa paham, di sisi lain dia sendiri bingung pada situasi ini. "Kamu harus pulang. Ayah kamu nggak akan suka kalo kamu datang ke sini."

"Ayah nggak marah. Ayah baik. Emangnya Kakak nggak suka sama Ayah?"

"Akbar, ini sudah siang. Kamu harus pulang," Yuniza mengalihkan.

"Kakak nggak suka ayah?" Akbar memandang Yuniza keheranan. "Ayah baik, banyak duit, wangi, cakep, jago main basket, bisa English, suka ngasih kado, ayah nanti ajak main ke Eropa. Kita nginep di hotel."

Apakah ini cara anak kecil zaman sekarang mempromosikan bapake? Yuniza nyaris kehilangan kata-kata. Dia belum pernah ke Eropa, tapi bukan berarti yang demikian dijadikan poin untuk disukainya. Masalah utamanya ialah dia yang sudah ditolak Adnan. Kepalanya menggeleng.

"Emang ayah not really good at science, nanti aku minta ayah belajar sama Bang Reyyan. Abang pinter science. But ayah is good at making money."

Yuniza ingin menangis. Permasalahannya hanya satu. Dia sudah ditolak Adnan. Jika dibalik menjadi kalimat aktif, ADNAN SUDAH MENOLAKNYA.

Sungguh, ini mencoreng harga diri Yuniza sebagai perempuan sebab inilah kali pertamanya ditolak pria. Bukannya dia sangat cantik hingga mempunyai kisah percintaan yang mulus, tetapi Yuniza masih dapat digolongkan gadis yang biasa didekati pria. Ketika dia yang mendekati duluan dan memperoleh penolakan, pengalaman ini cukup susah diterima. Seakan-akan dia dilemparkan pada realita bertema 'Tak selamanya cinta itu mudah, zheyenk.' Bohong jika Yuniza tidak berharap Adnan akan seperti pemuda-pemuda yang lain yang pernah menyukainya. Ada secuil harap di lubuk hatinya yang menginginkan Adnan tertarik padanya sebagai perempuan. Tentu akan lebih baik jika Adnan menyukainya duluan sehingga rencananya berjalan lancar dan harga dirinya tak terluka. 

Astaga, Yuniza diuji kewarasannya. "Akbar, pulang, ya? Nanti kamu dicariin orang rumah karena belum pulang," rayunya.

"Nggak ada yang nyariin. Ayah kerja, nenek arisan, abang sekolah, kakak sekolah, Susuku lagi main. Tante biasanya nyalon. Kalo om jarang di rumah."

Yuniza iba. Anak ini kesepian, pikirnya. Pantas Akbar nekat mendatanginya dan membicarakan pernikahan.

###

14/11/2022

Assalamualaykum (♡”❥”♡//)
Hai, apa kabar?
Semoga sehat selalu ya...

Grapefruit & RosemaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang