Yuniza menunduk malu. Dia sadar dia bukanlah dalam barisan perempuan pintar. Namun dia yakin dia bukan masuk golongan perempuan sinting. Ketika ajakan menikah itu terlontar dari mulutnya, Yuniza mulai meragukan penilaiannya terhadap diri sendiri. Barangkali dia memang salah satu dari kelompok bodoh dan sinting.
Permasalahan yang tepat di depan matanya ialah bagaimana dia bisa menganulir keceplosan itu.
"Saya mau mengenal Mas Adnan. Maksud saya begitu." Hanya kalimat itu yang bisa terpikirkan. Yuniza setengah berharap dan setengah ragu Adnan akan menerima permohonannya.
Adnan mendengkuskan tawa dengan wajah menghadap ke samping. Yuniza dapat melihat betapa maskulinnya garis rahang Adnan yang sedikit dilapisi bulu-bulu. Serta bagaimana mancung dan ramping hidung Adnan menggoda telunjuk Yuniza untuk mencoleknya.
Ya ampun, Yuniza memiliki pemikiran konyol terhadap seseorang yang baru ditemui.
"Tadi kamu mau menikahi saya, sekarang kamu mau mengenal saya. Prosesnya terbalik dan bikin saya meragu dengan itikad kamu datang ke sini." Adnan menarik napas dalam-dalam. Dadanya yang bidang membusung dan pemandangan itu menyergap Yuniza sebab dia belum pernah melihat pria berotot yang sempurna. Badan Adnan tinggi, tegap, dan berotot di tempat yang tepat. Bukan jenis pria yang ototnya membentuk benjolan-benjolan pada lengan dan dada kemeja yang membuat ngeri Yuniza.
"Apa alasan kamu sebenarnya bertemu saya?" tanya Adnan.
"Saya benar-benar ingin mengenal Mas Adnan dan..." Yuniza menjilat bibir bawahnya. Dia sedikit ragu terhadap kelanjutan ucapannya. "Kalau kita sama-sama cocok, saya mau kita err menikah."
Adnan seketika tertawa. Suaranya yang bass terdengar begitu memukau di telinga Yuniza. Pemandangan Adnan yang tertawa adalah pesona lain pria ini dan Yuniza rela memberi nilai sepuluh dari sepuluh.
"Kamu nggak salah?" Adnan puas tertawa. Dia mengubah posisi duduknya. Kaki kanannya bersilang di atas kaki kiri.
"Saya nggak bercanda. Saya serius ingin menikah. Dan kalau..." Ucapan Yuniza terhenti karena pelayan datang membawakan minuman. Yuniza agak heran bagaimana minuman itu bisa datang dan disajikan di hadapannya sementara dia belum memesan apa pun.
Begitu pelayan tersebut pergi, Adnan menjawab kebingungan Yuniza, "Saya memesan duluan sebelum kamu datang dan berpesan untuk menyajikannya kalau kamu sudah datang. Tidak keberatan dengan pilihan saya, kan?"
Yuniza menggeleng. Pilihan Adnan sesuai kebutuhan Yuniza. Dia sangat membutuhkan sesuatu yang manis yang dapat membuat kepalanya tetap terjaga. Dia mengambil gelas berisi frappe dengan topping whipped cream, lantas menyedotnya. Kesegaran dan manis yang menginvasi di mulut Yuniza mengembalikan semangat juangnya.
Adnan menyeruput kopinya dengan mata yang terus mengawasi Yuniza. Hal itu menyebabkan Yuniza gugup. DIa tidak terbiasa ditatap intens oleh orang asing, terutama pria tampan.
"Saya masih ingin melanjutkan." Yuniza meletakan gelasnya ke meja.
"Silakan." Adnan menyusul mengembalikan cangkir dengan gaya yang anggun.
Yuniza sempat hilang fokus saat melihat jari-jari Adnan yang panjang. Pria itu memiliki tangan yang cocok memegang cangkir kopi.
Fokus, Za, benaknya mengingatkan.
"Mas Adnan benar-benar tipe saya!" Yuniza mengatakan itu agak keras. Nyaris menyerupai seruan.
Adnan dibuat terbelalak. Namun pria itu cepat mengontrol emosinya.
Suara batuk di meja lain mengalihkan Yuniza. Dia menemukan Keysha tengah ditepuk punggungnya oleh Deyon. Menyisir sekilas ruang dalam restoran, tak banyak pengunjung di sekitar meja mereka. Hanya ada satu meja di sebelah meja Keysha yang diisi seorang pria, seorang perempuan berhijab lebar yang memakai kacamata hitam, dan anak kecil yang terang-terangan mengawasinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Grapefruit & Rosemary
RomanceYuniza mempunyai masalah. Dia harus segera menemukan calon suami dan menikah. Waktunya terus berjalan dan perut itu akan membesar. Sebelum masalah berbuah retaknya sebuah keluarga, Yuniza hanya memiliki satu pilihan, yakni sederet nomor pada selemba...