30

3.7K 549 75
                                    

Tri membuka sebuah ruangan bernuansa pastel. Adnan menyisir ruangan. Itu adalah kamar tidur paling girly yang Adnan pernah lihat. Ranjangnya dilapis seprai berenda. Bantal-bantal ditata rapi bertumpuk pada kepala ranjang. Selimut bulu putih dilipat di sudut terjauh dari kepala ranjang. Furnitur yang ada di ruangan sederhana, tetapi sedap dipandang mata. Satu set meja belajar warna kuning lembut beserta kursi ergonomic, lemari pakaian putih, dan cermin setinggi orang dewasa pada salah satu sudut kamar. Yang paling memukau dari kamar tidur ini ialah aroma lembut yang sangat khas. Adnan menoleh. Dia mengenali aroma kamar ini sama dengan aroma Yuniza. Aroma bunga yang lembut dihidu.

"Ini kamar Yuniza." Tiba-tiba Tri berbicara.

Adnan terkesiap. Dia malu. Barangkali dia sudah tertangkap mengamati kamar tidur seorang gadis.

"Silakan duduk di situ." Tri menunjuk pada kursi ergonomic.

Adnan menggosok telapak tangan pada celana sembari mendekati kursi. Dia duduk di situ sementara Yuniza menutup pintu. Adnan agak terkejut. Diajak masuk kamar perempuan saja sudah kelewatan. Masih pula pintu kamarnya ditutup. Namun Adnan berusaha berpikir positif sebab di ruangan ini ada Tri, selain dia dan Yuniza.

"Saya mohon maaf sebelumnya karena meminta bicara di sini. Rumah kami tidak terlalu besar jadi, saya terpaksa ajak ke sini."

Adnan mengangguk kecil, lalu menggeleng. "Ada apa saya diajak ke sini, Bu?"

Tri menarik napas. Tatapannya dingin menusuk Adnan. Seakan-akan Adnan adalah dosa yang terpaksa dia temui. Padahal Adnan yakin ini adalah pertemuan pertama mereka.

"Apa hubungan Mas Adnan dan Ninis? Maksud saya Yuniza."

Adnan melirik Yuniza. Perempuan itu berdiri bersandar pada kusen pintu dan menatapnya balik. Adnan kembali menghadap Tri. Dia bisa menebak kekhawatiran Tri akan hubungannya dengan Yuniza. Jika di posisi Tri, dia bisa merasakan kengerian andai Dira membawa pulang seorang om-om untuk dikenalkan ke keluarga. Dia tidak ingin melukai hati orang tua Yuniza karena itu dia akan memberikan jawaban yang menenangkan hati.

"Saya dan Yuniza berteman. Kami kenal beberapa waktu yang lalu dan mempunyai obrolan yang cocok sebagai teman bicara," jawab Adnan dengan tenang dan percaya diri. Dia sudah menegaskan dua kali bahwa dia dan Yuniza hanyalah teman.

"Teman..." Tri tersenyum sinis. "Teman seperti apa? Jujur saja, rasanya sulit dipercaya jika Yuniza bisa mengenal pria seperti Mas Adnan. Lingkungan main Yuniza terbatas di rumah dan kampus."

Adnan tidak suka mendengar ucapan Tri. Baru kali ini dia mendengar seorang ibu yang meremehkan anaknya sendiri. Apakah dia salah memahami konteks yang dibicarakan Tri?

"Kami bertemu di..." Adnan ragu jika kata 'hotel' dapat menenangkan hati seorang ibu yang tengah menyelidiki pergaulan putrinya. "Restoran," lanjutnya.

"Sebuah kebetulan kalian bertemu dan kemudian ... berkenalan?" Introgasi Tri masih berlanjut.

"Kami kenal dari seorang teman. Teman Yuniza kenal saya." Adnan menoleh terang-terangan ke Yuniza. Dia butuh bantuan.

"Kak Mia yang kenalin kami." Yuniza menangkap kode Adnan dengan baik. Dia telah membantu pria itu bernapas legam

"Mia siapa?"

"Yang punya warung bakmi. Aku pernah beliin Mama. Yang Mama bilang enak banget."

"Dari Mia, kalian berkenalan. Begitu?"

Adnan dan Yuniza kompak mengangguk.

"Dan kalian hanya berteman?"

"Berteman."

"Ma, bisa kita stop pertanyaan Mama? Mama bikin Mas Adnan nggak nyaman. Dia datang mau jemput Akbar."

"Mama sopan sama dia. Kenapa kamu yang mengeluh?" Tri beralih ke Adnan. "Apa saya buat Mas Adnan nggak nyaman?"

Grapefruit & RosemaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang