3

4.9K 577 7
                                    

"Baju ini?" Yuniza memasang gaun berlengan pendek di depan dada sembari memeriksa penampilannya pada cermin. Kemudian dia menggeleng. Gaun itu dilempar ke ranjang, menumpuk bersama pakaian lain yang telah dicobanya namun belum menghasilkan kepuasan.

Pintu kamarnya didorong perlahan. Kepala Keysha menyembul dari balik daun pintu. "Tok, tok, tok. Boleh masuk?" katanya.

Yuniza yang tengah mengambil pakaian dari lemari menoleh. "Kebetulan kamu datang. Bantu aku pilih pakaian untuk besok."

"Besok? Ada apa sama besok?" Keysha masuk, lalu menutup pintu di belakangnya.

"Aku mau ketemu cowok di kafe Jimbaran. Aku butuh saran kamu soal pakaian. Kayak gini, terlalu biasa?" Yuniza memasang kaos sepanjang lutut berbahan jins yang pas badan.

"Sebentar." Keysha menepis pakaian dari depan badan Yuniza. Wajahnya serius saat berbicara. "Kamu ketemu cowok untuk ... itu?"

"Menurut kamu, apa lagi alasannya?" Yuniza mendesah. Dia melempar pakaian di tangannya ke ranjang.

"Cowok ini siapa, Za?"

"Calon suami yang dieliminasi sama Mbak Mia. Aku dapat nomor kontaknya dan chat dia. Terus yah besok kami mau ketemuan." Bahu Yuniza diangkat dengan acuh tak acuh.

"Kamu mau ketemu orang asing? Orang yang nggak kamu kenal? A-atau Mbak Mia kenal orang ini dan akan mengenalkan kalian?" Keysha berjalan mondar-mandir di dekat Keysha.

"Aku nggak kenal sama sekali dan Mbak Mia nggak akan mengenalkan kami. Dia bukan mak comblang. Aku yang inisiatif sendiri." Yuniza mengangkat salah satu gaun dari ranjang. "Kalau memakai yang ini gimana?"

"Za..." Keysha menyugar poninya ke belakang. "Kamu tahu bahayanya ketemu orang asing tanpa pendamping? Tanpa seseorang jadi jaminan orang ini nggak berbahaya? Pikir-pikir lagi deh. Nggak mungkin Mbak Mia dan pria ini gagal kalau tanpa sebab. Sesuatu mungkin salah soal dia."

Ingin sekali Yuniza menambahkan sedikit fakta bahwa pria ini dieliminasi Mia sejak awal. Namun dia menahan diri sebab menghindari meletusnya emosi Keysha. Sungguh, jika ada yang dia perlukan saat ini tak lain adalah pendapat mengenai penampilannya.

"Kita nggak bisa me-judge pria ini sebelum kenal, Key. Mungkin saja Mbak Mia nggak cocok karena lengannya berbulu atau memiliki bekas jerawat. Tipe kesukaan tiap orang berbeda dan seleraku belum tentu sama dengan Mbak Mia. Jadiii..." Yuniza mengangkat dia pakaian di tangan kanan dan kirinya. "Mana yang lebih baik buat aku pakai besok?"

Keysha berdecak, lantas telunjuknya naik ke gaun di tangan kiri Yuniza. "Tambah cardigan. Aku nggak mau kamu berkeliaran tanpa lengan," katanya agak ketus.

"Oke. Makasih." Yuniza mempercayai selera busana Keysha dan sangat bersyukur karena telah menemukan pakaian untuk esok.

"Mau bantu untuk gaya rambut?" Yuniza menyengir.

Keysha manyun. Bukannya tak enak hati, Yuniza malah tertawa. Rasanya sudah lama sekali mereka akrab seperti ini. Tentu saja Yuniza tahu awal mula renggangnya hubungan mereka akibat sesuatu yang mendesak di perut Keysha. Enggan kehilangan momen bersama, Yuniza membiarkan Keysha memilihkan gaya rambut, sepatu, hingga mendadani wajahnya.

MoM

Waktu pertemuan tiba. Yuniza memandangi langit-langit kamarnya. Ada rasa ragu dan sangsi bahwa hari ini datang lebih cepat dari dugaannya. Semalam dia masih sibuk mengadakan fashion show konyol bersama Keysha, lalu kesulitan tidur. Dan VOILA! Pagi datang.

Dia belum siap bertemu pria itu. Tangannya menarik selimut hingga menutup sekujur badan.

Sebelum pikiran-pikiran konyol sempat menyerbu kepalanya, pintu kamar dibuka keras. Seseorang melompat ke ranjangnya menyebabkan kasurnya bergerak naik turun. Yuniza mengintip. Tersangkanya hanya satu dan dugaannya benar. Keysha yang mengganggu.

"Bangun, Za. Aku harus menata rambut kamu." Keysha menggoyang-goyangkan badan Yuniza.

"Bukannya kamu mau bikin french bun? Kenapa terburu-buru berdandan?"

"Aku sudah mikirin ini semalaman. French bun nggak terlalu elegan. Kamu perlu kesan yang wah. Apalagi pria ini pernah jadi calonnya Mbak Mia. Aku tebak dia itu pria dewasa. Supaya kamu memukau dia, kamu nggak bisa sedikit mengubah gaya rambut."

Yuniza menyentak selimutnya. Kantuk dan malasnya hengkang. Dia langsung menangkap maksud Keysha. "Bentar. Kamu nggak-"

"Aku mau ubah gaya rambut kamu!" seru Keysha bersemangat.

"Key, kayaknya nggak perlu berlebihan untuk..." Yuniza menggerakan kedua tangannya sembari mencari kata-kata yang tepat untuk menjelaskan maksudnya.

"Kamu percaya aja sama aku. Semuanya sudah aku siapkan. Mandi dulu."

Keysha menarik Yuniza turun dari ranjang. Ogah-ogahan Yuniza mengikuti. Dia belum tahu rencana besar Keysha yang akan menghabiskan waktu tiga jam supaya penampilannya shining shimmering splendid versi Keysha.

Setelah melewati jam-jam melelahkan mengubah gaya rambut, berias, dan mengganti pilihan pakaian yang sesuai gaya rambut baru, Yuniza dibuat jengkel selama perjalanan. Dia mendelik pada sosok di balik kemudi. "Kenapa dia harus ikut?" tanyanya dalam suara berdesis.

Keysha yang duduk di kursi penumpang depan berbalik. "Karena kita membutuhkan seseorang untuk jadi sopir tanpa melapor ke Oma."

"Tetap saja, kenapa harus orang ini?" Pelototan Yuniza berpindah ke Keysha.

"Ehm, Za, gue masih punya nama," celetuk pemuda di balik kemudi. Dia melirik Yuniza melalui spion tengah.

"Gue malas dengan nama lo," sentak Yuniza.

"Za, Deyon sudah minta maaf berkali-kali. Ayo dong baikan. Nggak enak banget lihat kalian seperti kucing dan anjing." Keysha mencoba menengahi.

"Aku kucingnya, kan, Sayang?" canda Deyon.

Yuniza memberinya pelototan maut, sementara Keysha berdecak memperingatkan. Suasana dalam mobil sedan biru tua itu sangat kacau dan diperburuk kemacetan lalu lintas salah satu ruas jalan utama di Jakarta.

"Lo nggak bisa jalan lebih cepat?" Yuniza menoleh ke jendela dengan cemas. Tinggal sepuluh menit lagi dan tempat tujuan belum tampak. Membayangkan datang terlambat bukanlah bagian rencana Yuniza.

"Di sini memang langganan macet, Za. Oke. Oke. Jangan melototi gue terus. Gue akan nyetir kayak Rossi."

"Rossi itu naik motor, Sayang." Keysha menyikut pinggang Deyon. "Kamu nyetir mobil," desis Keysha. Dia berusaha keras berwajah serius demi terlihat memihak tantenya, walau Yuniza bisa melihat usaha anak itu yang sia-sia.

"Semoga dia sabar menunggu," gumam Yuniza. Dia menyandarkan kepalanya pada jok mobil dengan wajah menghadap jendela. Secuil harap digenggamnya bahwa kemacetan ini lenyap dalam sekejap dan mobil Deyon melenggang lancar di jalanan.

"Lo sudah lihat wajah pria ini, Za?" tanya Deyon.

"Belum," jawab Yuniza setengah hati.

"Makanya aku maksa ikut datang karena itu, Yang," celetuk Keysha.

Yuniza memilih tidak mengacuhkan obrolan Keysha dan Deyon. Dia butuh ketenangan. Bertemu orang asing dalam misi menikah adalah kegilaan baru yang belum Yuniza alami. Tekadnya tengah digoyahkan ketakutan dan dia tidak mau Keysha tahu lantas membuat kebisingan lain.

Dia mengeluarkan sebutir permen asam jawa, memakannya, dan memejamkan mata. Sungguh yang Yuniza butuhkan hanyalah berdiam diri.

Resep #4

Permen Asam Jawa

Bahan-bahan:
Asam jawa tanpa biji
Gula merah
Gula pasir

Langkah

Siapkan wajan beri sedikit air dan gula merah dan gula pasir aduk terus sampai gula cair,

Masukan asam jawa aduk terus sampai kental. Diamkan hingga dingin

Bulatkn permen lalu gulingkn ke gula pasir.kalau mau lebih awet bungkus dengan plastik warp

###

27/07/2022

Σ(ㅇㅁㅇ;ノ) ini udah terbit??

Gw ga ngeh kalo ternyata cerita ini bukan gw simpan di draft tapi gw publikasikan.

Grapefruit & RosemaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang