Mobil SUV hitam itu bergerak masuk ke sebuah rumah satu lantai. Pengemudinya menghentikan mobilnya setelah terparkir sempurna di sebelah mobil minivan hitam. Tidak ada garasi di rumah tersebut. Hanya ada carport untuk dua mobil yang diberikan atap. Gerbang rumah ditarik oleh pemuda berusia tanggung hingga rapat dan dikunci. Pengemudi keluar dari mobil bertepatan si pemuda selesai menggembok gerbang.
"Kamu tumben sudah di rumah, Rey," kata Adnan saat menemukan putra pertamanya yang membukakan gerbang rumah untuknya. Biasanya tugas itu dia lakukan sendiri atau dibantu putrinya.
"Lagi nggak les, Yah." Reyyan mengintip kesibukan Adnan mengeluarkan sesuatu dari bangku belakang. "Mau dibantu?"
"Nggak usah." Adnan mengangkat sebuah kotak putih besar. "Tolong tutup pintunya."
Reyyan mematuhi perintah ayahnya, lalu mengikuti Adnan memasuki rumah. Di teras, dia kembali bertanya, "Apa yang Ayah bawa?"
"Opsi kue pernikahan," jawab Adnan santai.
"Ayah, mau nikah?" Suara Reyyan meninggi dan sarat keterkejutan.
"Bukan. Yang Ayah bawa ini kata pengirimnya opsi kue pernikahan." Adnan tersenyum geli.
"Kenapa namanya aneh banget? Yakin bukan karena Ayah sudah cocok sama salah satu perempuan yang dikenalkan Nenek?"
"Rey." Adnan batal masuk rumah. Dia memutar badannya. Reyyan berdiri tegak seakan bersiap kena semprot. Namun Adnan tidak dalam suasana ingin mengomel. Dia menyengir. "Ayah lupa bawa satu barang di mobil. Tolong ambilkan di kursi depan."
Reyyan memicing heran, tapi menurut. Dia mengambil kunci mobil Adnan dan berbalik ke mobil.
Adnan mengawasi Reyyan. Dia memiliki banyak pikiran sampai susah fokus pada pekerjaan dan memutuskan pulang lebih awal. Rumah selalu menjadi pilihan terbaik melepaskan penat, apalagi ketika penyebab penat itu adalah seorang perempuan yang baru dikenalnya.
"Ayah beli ini?" Ekspresi Reyyan menunjukkan tuduhan bahwa Adnan telah melakukan tindakan konyol.
Alih-alih marah, Adnan tergelak. "Karangan bunganya unik."
Reyyan mengejar Adnan ke dalam rumah. Dia masih ingin protes. "Ayah dapat ini dari siapa?"
"U. N. Za."
"Heh?"
Adnan tidak berbohong. Dia menyebutkan nama pengirim yang tertera di karangan bunga. Bahkan amplop itu masih tertancap di karangan.
"Woah! Ayah, bawa kue lagi?!"
Adnan memutar tumitnya. Senyumnya merekah menemukan dari mana sumber pertanyaan riang tersebut. Bocah laki-laki itu mendongak. Matanya yang jernih berbinar menunggu jawaban. Adnan teringat Jumat minggu lalu saat dia membawa pulang cupcakes pemberian Yuniza. Anak bungsunya gembira sekali memakan kue itu dan sesekali penasaran siapa yang membuatnya. Adnan menjawab tidak tahu karena dia tidak terlalu yakin gadis itu memiliki tangan ajaib yang bisa menghasilkan mahakarya selezat itu. Waktu itu dia hanya menjawab menerima kue tersebut dari seorang kenalan.
"Iya. Akbar mau coba?"
"Mau!" Anak itu berjalan setengah melompat memimpin Adnan dan Reyyan menuju meja makan yang bersatu dengan ruang TV dan dapur. Dia memanjat ke salah satu kursi dan berdiri di atasnya. Wajahnya tak sabaran menunggu Adnan meletakan kotak yang dibawa dan membukanya. Matanya membesar kala kotak itu dibuka.
Adnan juga terperangah. Kue itu adalah kue tiga tingkat dengan banyak hiasan bunga dari krim berwarna kuning dan pink pastel sementara krim pelapis kue berwarna putih. Sangat indah.
"Ekhm." Reyyan berdehem keras di samping Adnan. Dia jelas-jelas sengaja menarik perhatian untuk bisa berbisik ke ayahnya, "Beneran namanya aja yang opsi kue ... verni- uhuk- kahan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Grapefruit & Rosemary
RomanceYuniza mempunyai masalah. Dia harus segera menemukan calon suami dan menikah. Waktunya terus berjalan dan perut itu akan membesar. Sebelum masalah berbuah retaknya sebuah keluarga, Yuniza hanya memiliki satu pilihan, yakni sederet nomor pada selemba...