"Akbar, KAK YUNIZA datang." Adnan memberikan penekanan kuat-kuat pada tamu mereka.
Yuniza mendapati kesan Adnan tidak suka dengan sikap Akbar. Dia sendiri juga merasakan yang sama. Panggilan Akbar barusan berpotensi menimbulkan salah paham. Memangnya siapa yang mau disangka maminya bocah ini setelah bapake menolak si cewek? Yuniza sih ogah.
Akbar mengerucutkan bibir dan menyipitkan mata. Dia terang-terangan menunjukkan permusuhan ke Adnan. Yuniza (diam-diam) senang melihat ekspresi Akbar seakan kekesalannya yang lalu terhadap pria itu ada yang menyampaikan, meskipun periodenya sudah lama berlalu.
"Don't talk to me. You're a bitret." Akbar melipat tangannya dan memasang wajah garang.
"Ayah bukan betrayer. Ayah ingin bantu kamu sembuh. Perutnya sakit kalau poop ditahan." Adnan berjongkok di dekat Akbar.
Bocah itu menggeser duduknya tanpa mengangkat pantat. "You want to hurt me. Don't lie. I see you hold that," tuduh Akbar agak menggebu.
"Ayah mau kasih obat ke kamu, bukan mau jahat. Kalau obatnya dipakai, perutnya nggak sakit lagi." Adnan menoleh ke Yuniza. Matanya memancarkan permohonan. Yuniza ingin mengelak dari tatapan tersebut. Dia hanya datang dalam rangka memastikan Akbar baik-baik saja. Bukannya menolong pria itu. Ketika Yuniza melirik Akbar yang wajahnya tidak begitu segar, gadis itu mendesah. Dia lebih menyukai Akbar daripada mengambil kesempatan mengerjai Adnan. Jadi, dia mengangguk singkat.
Adnan tersenyum. Kemudian berbalik ke Akbar. "Kak Yuniza datang ke sini buat ketemu kamu."
Akbar menatap Adnan sangsi. Yuniza cemas dia akan terjebak di antara konflik panas bapak dan anak. Ketika Akbar beralih pada Yuniza, sorot mata anak itu melunak. Dia tersenyum kecil. "I miss you," ucap Akbar lirih.
Yuniza spontan berjongkok di depan Akbar. Jarang berinteraksi dengan anak-anak kecuali saat kumpul acara keluarga besar, bukan berarti Yuniza tidak peka terhadap perasaan anak kecil. Dia bisa merasakan ketulusan Akbar.
Tangan Adnan tiba-tiba terentang memagari Yuniza dan Akbar. "Kamu boleh main sama Kak Yuniza kalau sudah pakai obat. Kalau nggak mau sama obat, Kak Yuniza pulang."
"Iiih," desis Akbar. Bahunya menyentak penuh kekesalan. "Ayah nyuruh-nyuruh mulu. Nggak mau. Ayah aja yang pake obatnya."
"Ayah nggak sakit. Ayah nggak butuh obatnya. Akbar yang sakit. Kalau nggak pakai obat, nanti kamu disuruh menginap di rumah sakit. Gimana?"
"Ayaaaah! Nggak mau!"
"Pakai dulu obatnya. Nggak sakit. Ayah kasihnya pelan-pelan."
"Nggak mau! Nggak mau! Nggak mau!"
"Sedikit dulu dicoba. Nggak akan sakit."
"Nggak mau! Ayah aja!"
"Akbar, nanti perut kamu sakit terus."
"Nggak! Nggak! Nggak!"
Yuniza pusing mendengar bujukan Adnan dan penolakan Akbar yang layaknya cekcok antar ayam jantan dan anak ayam. Suara KOKOK KOKOK bersahutan PIKPIKPIK.
"Akbar." Yuniza menawarkan tangannya. "Mau ke luar kamar sama Kakak?"
Akbar dan Adnan terdiam. Akbar merona, berkebalikan Adnan yang ngeri.
"Dia nggak bisa," bisik Adnan.
Yuniza berpura-pura tuli. Saat ini dia hanya mengikuti firasatnya untuk memberikan ketenangan pada Akbar. Anak itu sakit sekaligus tertekan oleh permintaan menggunakan obat.
Akbar mengangguk, lalu menerima uluran tangan Yuniza. Dia berdiri perlahan dan agak kesulitan.
"Nggak mau!" sentak Akbar saat Adnan ingin menolongnya berdiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Grapefruit & Rosemary
RomanceYuniza mempunyai masalah. Dia harus segera menemukan calon suami dan menikah. Waktunya terus berjalan dan perut itu akan membesar. Sebelum masalah berbuah retaknya sebuah keluarga, Yuniza hanya memiliki satu pilihan, yakni sederet nomor pada selemba...