Bagian 4 - Kenyataan

160 13 4
                                    

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ 
[Buang yang buruk dan ambil yang baik]

♡♡♡

Setelah insiden di kafe tadi, Alan mengajak Ima untuk pergi ke suatu tempat. Dan sampailah mereka di sebuah taman kecil dengan danau indah serta bunga-bunga yang semakin memperindah taman tersebut.

Ima turun dari sepeda motor milik Alan. Dia menatap sekelilingnya yang mulai ramai karena banyak orang yang berdatangan.

“Kenapa kita kesini Al?” tanya Ima masih berdiri menikmati angin di sore hari itu.

Alan yang baru saja memakirkan sepeda motornya lansung menghampiri Ima.

“Karena lo suka, makanya gue ajak.” jawabnya tanpa menatap wajah Ima.

Alan menatap sekeliling mencari sesuatu, hingga matanya berhenti di satu objek. Dia memegang tangan Ima, dan membuat perempuan itu sedikit terkejut.

“Kesana yuk! Ada tempat duduk di dekat danau itu.” tunjuk Alan lansung menarik tangan Ima agar mengikutinya.

Kini mereka menempati kursi taman yang cukup untuk dua orang. Keduanya saling diam menikmati indahnya pemandangan di sore hari taman itu.

Ima memainkan jari-jari mungilnya, ada pertanyaan yang terus saja menghantui pikirannya. Karena dirinya tidak dapat menahannya, dia lansung melontarkan pertanyaan yang sejak tadi mengganggunya.

“Alan, kamu beneran nerima perjodohan ini? Aku masih ragu kalau... Kamu mengiyakannya.” ucap Ima menunduk, lalu kembali menatap Alan menunggu jawaban yang akan ia dengar.

“Kalau bukan karena perjanjian yang terjadi diantara orang tua kita, gue nggak bakal nerima perjodohan ini.” jawab Alan membuat hati Ima sedikit sakit mendengarnya.

“Aku akan menerima permintaan ayahmu, tapi aku tidak tahu bahkan tidak yakin apakah aku bisa mencintaimu sekali di dalam hidup aku.” ucapnya tanpa ekspresi sekalipun.

Ima menghapus jejak air mata yang sejak tadi sudah membasahi pipinya, lalu menoleh kearahnya.

“Lalu jika begitu lebih baik kau menolak saja Alan, pernikahan bukan upacara yang main-main. Pernikahan adalah hubungan sakral dimana keduanya harus saling mencintai, bukan seperti kita!” ucap Ima meninggikan suara pada akhir kata.

Alan tidak merespons, sudah ia duga reaksi apa yang akan Ima terima.

“Sudahlah Alan, aku tidak akan terlibat dalam pernikahan yang tidak jelas dimana letak cinta dari hubungan itu.”

Segera ia tinggalkan Alan setelah mengucapkan hal tersebut. Namun sebuah tarikan tangan membuat tubuhnya lansung berbalik dan memeluk tubuhnya yang kekar itu.

Ima berusaha melepas pelukan tersebut, namun usahanya terhenti ketika dia membisikkan sesuatu di telinganya.

“Tapi bukan berarti aku tidak berusaha mencintaimu, Ima Astanisia!”

Ima mematung, bahkan jantungnya kian berdetak semakin cepat karena kegugupannya. Dia menatap wajah laki-laki di hadapannya dengan tatapan tidak percayanya.

“Kenapa? Kaku banget ya kalau gue ngomong 'aku kamu' ke lo?” tanya Alan setelah melepas pelukannya itu.

“Hah?” ucap Ima tidak mengerti apa yang Alan katakan.

“Shit sudahlah, lo mau beli apa?” tanya Alan sesekali melihat para pedagang kaki lima di dekat taman tersebut.

Ima masih diam, sepertinya tingkah Alan sebelumnya membuat Ima lemot. Karena gemas, Alan mencubit pipi Ima secara tiba-tiba.

Alim ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang