Bagian 22 - Tujuh bulanan

63 1 0
                                    

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ 
[Buang yang buruk dan ambil yang baik]

♡♡♡

Pagi ini tanggal 1 Oktober adalah hari spesial bagi kedua pasangan suami istri ini. Semua orang sibuk dengan tugasnya masing-masing, dan jangan lupakan suara cempreng para anak kecil yang sedang bermain di depan rumah pasangan suami istri tersebut.

Ima dan Alan disibukkan dengan pemasangan baju yang akan dipakai nanti dengan hiasan bunga melati di bagian pundak serta di kepalanya. MUA yang disewa oleh kedua orangtuanya memanglah paling terbaik, selain itu keluarganya juga saling kenal dan menjadi langganannya.

“Ini gimana sih mas, kok harus diikat kuat-kuat sih?” protes Ima seraya menunjukkan ikatan di bagian pungungnya.

Alan yang baru saja menyelesaikan ikatannya sendiri hanya tertawa melihat kekesalan dari wajah istrinya.

“Yah kok ketawa sih, perasaan nggak ada yang lucu deh disini.” ucap Ima kembali duduk karena tidak menerima respons yang dia harapkan dari suaminya itu.

Alan mengelus-ngelus hijab istrinya yang daritadi sudah dipasang oleh MUA.

“Kamu lucu sih, iya harus diikat yang kencang dong sayang. Nanti kalau terlepas bagaimana? Pokoknya yang bisa lihat kamu itu cuma aku ya.” jelas Alan membuat Ima tersipu sekaligus kesal. Bagaimana tidak? Setelah Alan mengatakan itu, seisi ruangan lansung tertawa karena mengerti apa yang Alan bicarakan.

*****

Acara akan dimulai 10 menit lagi, semua orang bahkan sudah mondar-mandir mempersiapkan acara tersebut. Sedangkan kedua pasutri ini hanya duduk sembari menunggu untuk diguyur air kembang yang sudah disiapkan daritadi.

Para tamu juga sudah banyak yang datang dan kini tinggal menunggu nyai haji Sinta yang sebelumnya sudah di sewa oleh orang tua Ima.

“Gimana nih jeng? Orang-orang sudah datang semua loh, nyai belum datang daritadi.” ucap umi Ima yang sejak tadi memang terlihat risau karena sebenarnya memang dialah yang mengusulkan nyai tersebut untuk disewa sebelumnya.

“Tenang aja jeng, nyai pasti datang kok. Soalnya memang kalau nyewa nyai tersebut memang agak telat datang karena banyak job.” balas umi Alan mencoba menenangkan mertua dari anaknya itu.

Tidak lama kemudian keriauan yang dirasakan oleh keduanya lansung hilang begitu melihata nyai haji Sinta keluar dari mobil hitam yang tadi datang dengan beberapa rombongan lainnya.

“Alhamdulillah akhirnya beliau datang.” syukur umi Ima seraya mengelus dada karena terlalu tegang.

“Iya jeng, syukurlah.”

Acarapun dimulai dengan mengikuti panduan nyai dengan baik dan benar. Hingga sampailah di acara guyur air kembang, satu persatu orang mulai mengguyur pasutri dengan satu kali siraman air kembang. Ima dan Alan hanya diam seraya menikmati guyuran tersebut dan membuat keduanya merasa dingin karena terlalu banyak orang yang diundang untuk membantu guyuran air kembang.

“Mas ini masih lama ya? Aku kedinginan banget.” bisik Ima karena takut terdengar oleh orang lain.

Alan yang mendengar itu lansung menggenggam tangan istrinya dengan sangat erat, berharap rasa dingin yang dirasakan oleh istrinya segera menghilang.

Ima tersenyum mendapati perlakuan suaminya yang begitu peka. Setelah itu rasa dinginnya kini perlahan mulai menghilang dan berganti dengan kehangatan telapak tangan besar milik suaminya.

*****

Ima tertidur begitu acara sudah selesai, rambutnya ia uraikan begitu saja setelah mandi dan berganti pakaian. Sedangkan Alan yang sibuk dengan laptopnya karena harus menyelesaikan tugas dadakan dari dosennya, harus cepat-cepat karena dia merasa tubuhnya sangat lelah dan ingin sekali tidur bersama istrinya itu.

Di tengah kesibukannya, tiba-tiba seseorang mengetuk pintu kamarnya dan membuatnya seketika berhenti lalu menemui orang yang berada di balik pintu kamarnya.

“Oh umi, ada perlu apa umi?” tanya Alan begitu melihat sang umi bersama dengan abinya yang sebelumnya berniat untuk berpamitan dulu.

“Nak, umi sama abi pamit pulang dulu ya. Kasihan adiknya dititipin ke tantenya. Oh iya tadi mertua kamu pamit pulang duluan tadi nggak ngabarin kalian, katanya ada hal penting.” jelas umi Alan seraya menyampaikan pesan dari umi sang istri.

“Iya umi nggak papa kok, nanti kabarin ya mi kalau sudah sampai.” balas Alan dengan mencium punggung kedua orang tuanya.

Umi dan abinya mengangguk dan tersenyum.

“Yaudah umi sama abi pulang dulu, assalamu'alaikum.” ucap abinya lalu di jawab oleh Alan.

“Wa'alaikumussalam.”

Setelah kepergian kedua orang tuanya, Alan kembali menutup pintu kamarnya dan melanjutkan pekerjaannya.

****

“Hoammm!”

Ima terbangun begitu merasakan nyeri pada lengan kanannya. Dia memerhatikan sekitarnya, dan ternyata suaminya sedang tidur di sampingnya menggunakan bantal lengannya.

“Mas Al,bangun dulu mas! Lengan aku sakit nih.” gerutu Ima seraya mencoba menjauhkan lengannya dari kepala sang suami. Namun usahanya tidak berbuah hasil, malah Alan semakin mempererat pelukannya kepada Ima hingga membuat Lengan Ima semakin sakit.

Dengan terpaksa, Ima mencoba cara yang tidak sengaja terlintas di pikirannya. Lalu ia menyentak paksa lengannya dan membuat Alan terkejut dan terbangun seketika.

“Aduhh! Ada apa sih sayang, kok kasar banget nariknya.” ucap Alan seraya mengelus-ngelus telinganya yang sedikit nyilu karena mendapat perlakuan yang tiba-tiba dan kasar.

“Helehhh, aku udah bangunin kamu ya untuk narik lengan aku yang sakit ini. Kamunya aja yang kibo banget!” balas Ima tidak mau kalah dengan suaminya. Karena posisinya sekarang memang tidak bersalah, apalagi lengan kanannya seperti tidak ada tulangnya, lunglai begitu saja.

Alan bangun dan duduk di samping istrinya, dia sedikit terhibur karena melihat wajah Ima yang kesal karena ulahnya.

“Udah, jangan marah lagi. Yuk siap-siap dulu, kita pergi ke mall!” ajak Alan dengan atunsias berharap istrinya tidak merajuk lagi kepadanya. Namun harapannya pupus begitu melihat reaksi istrinya yang tidak sesuai apa yang diharapkab olehnya.

“Owh sekarang kamu mau nyogok aku dengan pergi ke mall? Hemat kenapa sih mas? Belum lagi keperluan anak kita.” gerutu Ima semakin kesal dengan suaminya itu.

Alan juga tidak tahu harus membujuk istrinya dengan apa. Bayangkan, dia yang tertidur mendapat perlakuan kasar yang tiba-tiba, lalu dihadapkan oleh istrinya yang kini merajuk kepadanya.

“Tapi kan kita pergi ke mall untuk beli baju lucu untuk anak kita sayang. Ayo dong jangan ngambek gitu, entar anak kita malah ngikut sifat kamu yang ngambekan.” bujuk Alan membuat Ima sedikit luluh karena memang sebelumnya Ima ingin sekali berbelanja untuk sang buah hati.

“Kan kamu juga yang bikin aku ngambek mas.”

“Yaudah-yaudah, aku minta maaf nih. Dimaafin nggak nih, aku tulus loh sayang.” canda Alan mencoba menghibur istrinya itu.

Ima tersenyum, suaminya begitu manis jika seperti ini. Apalagi ketampanan dan sifat dewasanya itu, membuat Ima yakin kalau Alan memang tipe suami ideal yang pernah ia harapkan sebelumnya.

“Iya, aku maafin.”

[To Be Continued]

Alim ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang