Bagian 20 - Apakah bisa diperbaiki?

67 2 0
                                    

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ 
[Buang yang buruk dan ambil yang baik]

♡♡♡

Kini Farhan telah dilarikan ke rumah sakit terdekat, Ima sejak tadi sudah gelisah dengan keadaan Farhan. Sudah lebih dari 3 jam namun dokter belum saja keluar dan itu menambah kekhawatiran Ima.

Alan yang berada tidak jauh darinya hanya diam. Menjelaskannya saja ia tidak akan bisa karena istrinya sudah terlanjur membenci dirinya.

Sekitar 30 menit kemudian, dokter pun keluar dengan para suster yang membantunya. Melihat itu Ima lansung menghampirinya dan bertanya tentang bagaimana keadaan Farhan, sahabatnya.

“Dokter, bagaimana keadaan teman saya dok? Dia baik-baik saja kan?” tanyanya dengan wajah penuh kekhawatiran.

Dokter itu tampak melepas maskernya dan tersenyum.

“Syukurlah pasien dilarikan dengan cepat, atau mungkin dia akan kehilangan banyak darah. Sekarang anda bisa menjenguknya, keadaannya masih lemah tetapi dia sudah bisa bicara dan bergerak walaupun sedikit.” jelas dokter itu lalu memasang kembali maskernya.

“Baik, terimakasih dokter!” ucap Ima menundukkan kepalanya berterimakasih. Dokter itu hanya mengangguk dan berlalu begitu saja. Dengan cepat Ima pergi menemui Farhan.

Terlihat Farhan yang lemah sedang terbaring diatas brangkar rumah sakit. Perlahan Ima menghampiri dan duduk di kursi dekat dengan brangkar tersebut.

“I.. Ima?” ucap Farhan lirih seketika membuat air mata Ima luruh begitu saja.

Melihat itu Farhan terkejut, tangannya berusaha menggapai wajah Ima untuk menghapus air matanya.

“Jangan nangis, a-- aku nggak papa kok.” ucapnya lagi berusaha tersenyum agar perempuan di depannya itu merasa tenang.

Ima masih menangis, namun ia sadar bahwa dia harus menguatkan sahabatnya bukan nangis dan membuatnya lemah.

“Operasinya sakit ya? Aku takut tiba-tiba kamu terluka seperti kemarin.” ungkap Ima menahan tangis yang akan muncul kembali.

Farhan tersenyum, dia menggenggam tangan Ima dengan perasaan yang tulus. Namun dia sadar tembok besar sudah menghalangi perasaannya, karena perempuan di depannya sudah berkeluarga. Menyadari itu tangannya melepas gengaman tersebut.

“Dimana Alan? Dia baik-baik saja?” tanya Farhan membuat wajah Ima berubah menjadi kesal.

“Jangan tanya seseorang yang bahkan nggak ngekhawatirin kamu. Kenapa cuma kamu yang terluka Farhan? Apa Alan yang melakukan hal itu?” tanya Ima dengan wajah serius, membuat Farhan kikuk untuk menjawabnya. Jadi kedua pasutri ini sedang bertengkar karena salah paham tentang kejadian yang menimpa padanya.

“Nggak kok Ima, apa kamu tahu? Dia ingin meluruskan kesalahpahaman diantara kalian tentang foto itu. Namun para preman mengetahuinya. Dan kami dihajar, namun mereka menyerangku bukan Alan. Dan dia ingin membantuku. Tetapi para preman itu menghalanginya dan jadilah aku seperti ini.” jelas Farhan panjang lebar.

Ima terdiam mendengarnya, walaupun dia sudah tahu kebenarannya tapi mengapa dia masih merasa kesal?

“Ima, aku harap kalian bisa damai ya. Alan sudah melakukan yang terbaik untuk hubungannya denganmu. Andai saat itu foto yang beredar tidak membuat kalian jadi salah paham, mungkin ini tidak akan terjadi.” ucap Farhan membuat Ima merasa bersalah.

Ima mengangguk pelan, dan detik itu Alan masuk ke ruangan dengan wajah menunduk. Dia tidak tahu harus bagaimana menghadapi kedua orang yang telah ia lukai untuk pertama kalinya.

Ima berbalik namun kembali memalingkan wajahnya. Farhan yang melihat itu hanya tersenyum, dia tahu bahwa rasa kecewa tidak akan hilang begitu saja.

“Bagaimama keadaanmu?” tanya Alan pelan dan sesekali melirik Ima yang berada di sampingnya.

“Sudah mendingan, bagaimana denganmu?” tanya Farhan seraya melirik kearah Ima. Dia bukan menanyakan keadaan Alan saja, namun tentang hubungan diantaranya dengan Ima.

“Baik, tapi ada sedikit kesalahan saja.” balas Alan paham dengan apa yang Farhan maksudkan.

Alan memilih duduk di samping Ima dan memberikan sedikit jarak agar tidak membuat istrinya marah.

“Tapi yang aku herankan, kenapa kamu saja yang tidak dihajar? Dan walaupun kamu ingin membantuku setidaknya mereka tidak menghalanginya kan?” tanya Farhan karena kejadian itu terus saja membuatnya kebingungan.

Alan mengangguk setuju, sedangkan Ima hanya diam. Dia juga tidak tahu pasti perihal tentang kejadiannya.

“Kalau dari segi kejadiannya, memang benar pelakunya adalah perempuan yang kita temui kemarin.” jawab Alan sengaja tidak menyebutkan nama pelakunya karena dia tidak tahu pasti apakah Lita berada dibalik semua ini.

Ima penasaran siapa perempuan yang disebutkan oleh suaminya tadi? Apakah perempuan yang ditemuinya di kafe minggu lalu bersama suaminya?

“Tapi yang kita tahu dia hanya melakukan sesuatu dengan laki-laki itu. Pasti jawabannya ada di flasdisk yang kita ambil kemarin.” sambung Alan seraya menampakkan flasdisk yang berhasil ia selamatkan.

Farhan yang melihat itu terkejut dan sekaligus bangga kepada Alan.

“Wah kukira kemarin kita kehilangan bukti penting dari kejadian ini.” ucap Farhan dengan menepuk tangan dan merasa senang akam hal itu.

Alan tersenyum, sebenarnya dia hampir saja kehilangan flasdisk tersebut. Namun karena pada saat itu mereka saling menyerang di ruang tamu dan kebetulan ada flasdisk miliknya, dan Alan lansung mengelabuhi para preman itu dan mereka mengira memang flasdisk itulah yang dicari oleh mereka.

“Wih kamu pintar juga, kukira cuma pinter cemburu doang sama istri kamu.” sambung Farhan menggodanya setelah mendengarkan kejadian sebenarnya darinya.

Ima yang berada di samping Alan diam-diam merasa bersalah terhadap suaminya itu. Setelah mendengarkan kejadian sebenarnya membuatnya malu telah marah kepadanya tanpa ingin memberikan kesempatan suaminya untuk menjelaskan semuanya.

****

Para preman datang lansung mendapat pukulan keras dari laki-laki yang tengah marah saat ini.

“Kalian nggak becus! Kalian mau tanggung jawab kalau isi flasdisk itu sampai ke tangan polisi hah?!” teriaknya sambil membuang flasdisk yang baru saja diberikan oleh salah satu preman tersebut.

Seorang laki-laki dengan kesal meninggalkan semua anak buahnya. Dia tidak tahu lagi akan berbuat apa untuk menyelamatkan dirinya, karena segala kebusukan dirinya dengan Lita ada dalam rekaman flasdisk itu.

“Arghh sialan!” umpatnya seraya menghancurkan barang-barang yang ada di sekitarnya.

Namun kegiatannya tertunda karena ada panggilan dari Lita, tuannya sekaligus perempuan teman ranjangnya. Dia ragu untuk mengangkatnya, pasalnya jika hal ini sampai terdengar di telinga tuannya. Maka semuanya akan hancur sekaligus hidupnya.

Dengan pelan dia menggeser tombol hijaunya dan mendekatkan handponenya ke telinga.

“Lo lelet banget angkat telefon, lagi ngapain lo?” semprot Lita di seberang telefon karena kesal dibuat menunggu. Dua hal yang membuatnya marah, pertama menunggu dan kedua miliknya yang direbut oleh orang lain. Sesusah apapun, dia akan berusaha agar miliknya kembali kepada dirinya sendiri.

“Jangan marah dong, a.. aku lagi bangun tidur ini hoamm.” balasnya berbohong, berharap perempuan ini akan percaya dengan perkataannya.

“Tidur? Sejak kapan Reza Andara tidur sore hah?” ucap Lita semakin kesal karena telah dibohongi.

Reza menepuk jidatnya, dia lupa bahwa Lita hampir tahu kebiasaannya.

“Hehe sorry-sorry.”

Keduanya sama-sama diam begitu Reza meminta maaf. Namun tiba-tiba ada suara grusukan dari seberang telefon Lita.

“Ngapain kalian borgol saya?” tanya Lita membuat Reza seketika menjatuhkan handponenya.

[To Be Continued]

Alim ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang