Bagian 9 - Persenan cinta

141 5 0
                                    

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
[Buang yang buruk dan ambil yang baik]

♡♡♡

"Alan?!" gumam Ima dengan melihat sekelilingnya.

***

"Aish!" gerutu Alan seraya menyembunyikan wajahnya di buku pesanan yang sejak tadi ia pegang.

Dia menoleh dan mendapati seseorang yang baru saja memanggilnya dan hampir saja membuatnya ketahuan.

"Kamu ngapain kok wajahnya ditutupi gitu?" tanya orang itu.

"nggak ada, kenapa manggil-manggil? Kalau nggak ada omongan yang penting, mending kamu pulang aja." balas Alan dengan judes.

Perempuan itu terlihat kecewa karena jawaban Alan yang begitu judes kepadanya. Tanpa meminta persetujuan dari Alan, perempuan itu lansung duduk di salah satu kursi yang berhadapan dengan Alan.

"Siapa ngebolehin duduk? Nggak sopan banget!" gerutu Alan.

Padahal seharian ini perempuan di depannya selalu bersamanya, bahkan Alan ingin menghindar sebentar selalu saja gagal atau jangan-jangan perempuan ini menguntitnya.

"Ih Alan, kenapa jadi berubah gini sih? Aku kan cuma duduk, lagian ini kan tempat umum." ucap perempuan itu.

"Udah deh Lita, aku muak sama tingkah kamu yang kegenitan banget sama suam.." balas Alan terpotong oleh kedatangan sesosok istrinya dan laki-laki di belakangnya.

"Jadi gini kelakuan kamu di belakang aku? Hehh tapi nggak papa sih, setidaknya pernikahan kita tidak benar-benar asli." ucap Ima sontak membuat ketiganya terkejut.

Tanpa menunggu respons siapapun, Ima lansung keluar restoran dan mencoba menghindar dari kejaran kedua laki-laki yang kerap memangilnya berulang kali.

***

Kini Ima sendirian di taman mini, untung saja tempatnya sepi. Setidaknya Ima akan meluapkan rasa kesalnya di tengah tempat yang sepi ini.

"Jadi gini ya rasanya cemburu? Tapi kenapa rasanya sangat sakit dan seperti ditusuk-tusuk oleh ribuan duri?" ucap Ima seraya menahan air matanya agar tidak lolos begitu saja.

Tidak lama kemudian Alan datang dari balik tubuh Ima dan membuatnya terkejut. Dia lansung duduk di samping Ima dan terdiam sebentar sebelum mengatakan sesuatu kepada perempuan di sampingnya itu.

"Dia teman sejurusanku Ima, dan tadi itu sebenarnya aku sedang menguntit kamu dengan laki-laki tadi. Dan entah darimana munculnya perempuan itu, dia lansung duduk seolah-olah aku udah janjian di restoran itu." jelas Alan sembari memainkan jari-jemarinya.

Tidak ada respons sama sekali dari Ima, Alan sudah tahu akan hal itu. Tidak mudah memaafkan seseorang yang sudah mengecewakan dirinya bukan? Alan sangat memahami hal tersebut.

"Aku nggak mau kamu dekat-dekat dengan laki-laki lain. Aku juga nggak mau kehilangan kamu meskipun pernikahan kita terpaksa Ima, cobalah untuk mengerti." sambung Alan meneruskan penjelasannya tadi.

Kini Ima mulai menatap Alan dengan wajah serius, matanya yang sedikit sembab karena mati-matian berusaha agar air matanya tidak luruh begitu saja.

"Mengerti? Kamu ingin aku mengerti semua hal tentang kamu, tetapi apa kamu pernah mengerti tentang aku sedikit saja? Aku udah capek Alan ngeliat kamu deket sama perempuan lain sedangkan aku hanya diam dan mati-matian nahan rasa cemburu aku! Kamu ngerti nggak sih?!" bentak Ima pada akhir kalimatnya.

Setelah mengatakan itu Ima lansung terisak pelan dan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Melihat itu Alan mulai memeluk tubuh Ima dan berusaha menenangkannya.

"Aku sudah berusaha menjauh dari dia, tetapi dia bersikeras untuk dekat denganku Ima. Tapi setelah kejadian tadi mungkin itu akan memberikan sedikit kesadaran bahwa aku sudah menjadi milik kamu, bukan dia." ucap Alan seraya mengusap lembut kepala Ima yang dibaluti oleh hijab putihnya.

Ima semakin erat memeluk tubuh Alan begitupun sebaliknya. Pada akhirnya mereka akan saling menenangkan dan memperbaiki kesalahpahaman antar satu sama lain. Bahkan masalah yang akan membuat hubungan keduanya hancur, malah menjadi pendorong hubungan mereka menjadi baik. Yah--- seperti itulah ketika kita memilih untuk memulai hubungan dengan seseorang, apalagi diikat dengan kata pernikahan.

***

"Mau beli es krim atau coklat?" tanya Alan begitu keduanya sudah berada di sebuah alfamart untuk berbelanja bulanan.

Setelah kejadian di taman tadi, keduanya sama-sama tenang dan memutuskan utnuk melakukan rutinitas seperti biasanya. Dan kebetulan Ima ingat bahwa di rumah semua bahan-bahan makanannya hampir habis.

"Nggak ah beli bahan-bahan aja yuk biar cepat pulang, aku udah capek banget." balas Ima seraya menaruh beberapa bahan-bahan yang dipilihnya ke dalam trol keranjang belanjanya.

"Yaudah nanti bilang kalau beli yang manis-manis." ucap Alan dibalas anggukan kepala dari Ima.

***

Akhirnya mereka kini sampai di rumah dengan membawa beberapa bahan-bahan yang tadi mereka beli.

Ima lansung beranjak pergi ke dapur untuk menaruh semua yang ia bawa itu, sedangkan Alan pergi ke kamar untuk beristirahat sejenak.

Saat asyik menaruh semua bahan-bahan yang dibeli tadi, tiba-tiba deringan handpone milik Ima membuatnya berhenti dan memandang layar handponenya.

“Farhan?” batin Ima masih menatap handponenya dengan wajah kebingungan.

Detik kemudian dia teringat bahwa sebelumnya rencana makan siang bersamanya dengan Farhan gagal karena suaminya sendiri. Mengingat hal itu Ima lansung menggeser tombol hijau dan mengangkatnya.

“Assalamu'alaikum, iya kenapa han?” tanya Ima to the point.

“Wa'alaikumussalam, syukurlah kamu mengangkat telefonnya. Tadi setelah kamu pergi dan aku kembali ke kampus, disana ada satu dosen yang nyari kamu.” jelas Farhan di seberang telefon.

“Dosen? Perasaan tugas kuliahku sudah selesai deh, emang kamu nggak tahu siapa nama dosen itu?” tanya Ima untuk memastikan kejelasan tentang dosen yang mencarinya itu.

“Tidak, beliau lansung pergi begitu bertanya tentangmu kepadaku. Ya--- kalau bisa besok akan kudampingi untuk bertemu beliau, gimana?” tawar Farhan.

“Oh oke siap, terimakasih sudah memberitahuku. Sampai jumpa besok, assalamu'alaikum!”

“Wa'alaikumussalam.”

Begitu selesai Ima lansung mematikan telefonnya, namun begitu ia berbalik badan tiba-tiba Alan sudah berada di hadapannya dengan wajah kesal.

“Siapa? Laki-laki yang di kafe tadi?” tanya Alan mulai menginterogasinya.

Ima gugup walau sebenarnya ia tidak salah sama sekali.

“I-- iya, dia hanya memberitahu tentang dosen yang mencariku. Kamu mau kusiapkan makanan?” tanya Ima mengalihkan pembicaraan untuk menghindari perdebatan panjang dengan suaminya itu.

“Bukankah dia beda jurusan denganmu, mengapa dia bisa tahu? Apa kamu sering bertemu dengannya walaupun beda jurusan?” tanya Alan sekali lagi membuat Ima merasa terpojok.

Ima diam, jika dia salah menjawab lagi. Dia sangat yakin Alan akan terus bertanya ini itu kepadanya hingga dirinya akan ikut kesal.

“Tidak! Sudahlah Alan apa ini masalah yang harus kita perdebatkan panjang? Kalau mau kubuatkan makan beritahu cepat, aku akan membersihkan badanku yang lengket ini.” ujar Ima berlalu meninggalkan Alan yang masih berusaha meredam kekesalannya itu.

“Laki-laki itu! Akan kubuat dia menjauhi istriku!” geram Alan dengan tangan terkepal di ujung kanan kirinya.

[To Be Continued]

Alim ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang