Bagian 21 - Perlahan membaik

66 2 0
                                    

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ 
[Buang yang buruk dan ambil yang baik]

♡♡♡

Kantor polisi begitu ramai karena Lita terus saja membuat keributan. Sedangkan para petugas polisi berusaha menenangkannya, namun karena semakin menjadi-jadi Lita lansung polisi masukkan ke tahanan untuk sementara karena takut melukai orang yang ada di sekitarnya.

“Terimakasih pak karena telah melakukan yang terbaik untuk kasus yang terjadi pada kami.” ucap Alan tersenyum mewakili bagaimana perasaan mereka bertiga kepada polisi tersebut.

“Tidak perlu pak, karena ini memang adalah tugas kami sebagai polisi.” balas polisi itu dengan ramah.

“Dan untuk sementara para petugas polisi lainnya sedang mencari keberadaan laki-laki tersebut dengan para preman.” sambung polisi tersebut mendapat anggukan kepala dari mereka bertiga.

****

Usai dari kantor polisi, mereka bertiga sama-sama turun di depan rumah Ima dan Alan.

“Makasih Farhan, kamu udah bantuin Alan untuk mengungkap kebenaran dari kejadian sebelumnya.” ucap Ima membungkuk sebentar lalu kembali menegakkan tubuhnya.

“Oh iya sama-sama. Lagian aku melakukannya untuk kamu kok.” balas Farhan menggoda Alan yang berada di samping Ima.

Seketika Ima melirik suaminya yang berada di sampingnya dengan tersenyum.

“Udah ah jangan cemburu, Farhan juga lagi bercanda kok. Oh iya kamu habis ini mau kemana?” tanya Ima beralih menatap Farhan.

“Aku akan pergi ke kostan lalu ke rumah orang tuaku, kan sebentar lagi liburan semester.” jawab Farhan.

Ima berohria sedangkan Alan hanya diam sembari menatap wajah Farhan tanpa berkedip sama sekalipun. Farhan yang merasa aneh karena ditatap lansung memukul kepala Alan.

“Natap aku kayak natap istri kamu Al. Kalo merasa bersalah harusnya minta maaf dong, bukan natap yang bikin geli aku.” ucap Farhan bercanda karena sikap Alan.

“Hehe iya aku minta maaf karena udah mukul kamu sebelumnya dan suka su'udzon karena kamu menyukai istriku.” ungkap Alan penuh penyesalan karena melakukan hal itu.

“Santai aja, aku pamit dulu ya Ima, Alan.” pamit Farhan seraya kembali masuk ke dalam mobil miliknya.

“Iya hati-hati di jalan, dan makasih Farhan.”

“Assalamualaikum!” ucap Farhan dan berlalu di hadapan mereka berdua.

“Wa'alaikumussalam.” jawab keduanya secara bersamaan.

Setelah melihat kepergian Farhan, keduanya sama-sama tersenyum lalu berbalik untuk masuk kedalam rumah mereka.

***

Di dalam rumah keduanya sama-sama disibukkan dengan kegiatannya masing-masing. Alan yang tiba-tiba mendapat tugas dari dosennya lansung dibuat sibuk karena harus dikumpulkan nanti malam. Sedangkan Ima berkutat dengan pisau untuk memasak makanan yang akan mereka makan nanti malam.

Namun saat keduanya sibuk, tiba-tiba mereka kedatangan tamu yang ternyata adalah ibu daripada Alan. Ima yang terkejut karena mertuanya berada di belakangnya lansung menghentikan pekerjaannnya dan menyuruh keduanya untuk duduk terlebih dahulu.

“Astagfirullah umi, kirain siapa tadi. Abi juga malah ikutan diam waktu kesini, Ima kan jadi malu kalo nggak nyiapin apa-apa.” ucapnya seraya melepas celemek yang ia pakai tadi.

Umi Alan hanya tersenyum dan sesekali menatap suaminya yang menjadi korban dari rencananya itu.

“Haha santai aja nak, lagian umi kesini bukan untuk ngerepotin kamu kok. Umi pengen aja main kesini, soalnya kangen sama kalian.” balas umi membuat Ima merasa legah karena jawaban yang uminya berikan.

“Oh iya Alannya kemana? Tumben kamu ditinggal sendiri di dapur?” tanya Abi karena menyadari ketiadaan anaknya.

“Mas Alan lagi di kamar bi, dia sibuk sama tugas kuliahnya. Katanya sih dosennya tiba-tiba ngasih tugas dan harus dikumpulkan nanti malam.” jelas Ima seraya menyajikan minuman dan makanan ringan sisa dari ngidamnya itu.

Kedua mertuanya hanya mengangguk mengerti, namun tidak lama kemudian Alan datang dan terkejut setelah melihat ketiganya sedang berada di dapur.

“Loh umi? Abi? Kok kalian tiba-tiba ada disini?” tanya Alan dengan keterkejutannya.

“Oh anak umi nggak mau ya orang tuanya ada disini? Ayo dah bi kita pulang!” canda uminya membuat Alan panik seketika.

“Nggak ih umi, ya Alan cuma heran aja gitu. Biasanya kan umi selalu ngabarin Alan dulu kalau mau kesini.” balas Alan segera salim kepada kedua orangtuanya dan ikut bergabung. Walaupun masih banyak tugas yang harus ia kerjakan.

Ima yang melihat suaminya tampak kelelahan, ia segera mengambil minuman kopi dingin yang berada di kulkas. Sebenarnya niatnya ia ingin minum nanti jika dirinya ngidam itu, tetapi karena suaminya kelelahan ia memberikannya.

“Ini mas kopi dingin, lansung diminum aja jangan didiemin nanti nggak dingin lagi.” ucap Ima seraya memberikan minuman tersebut.

Keempat orang tersebut mulai berbincang-bincang santai dan sesekali tertawa karena kelucuan yang mereka ceritakan. Umi yang teringat sesuatu lansung menanyakan menantunya tentang hal yang membuatnya kepikiran.

“Oh iya nak, gimana tentang selamatan tujuh bulanannya? Bukannya bulan depan udah 7 bulan ya?” tanya uminya membuat Ima terkejut. Pasalnya dia juga baru ingat tentang itu, kalau saja uminya tidak bertanya mungkin Ima tidak akan ingat sama sekali.

“Astagfirullah, Ima juga lupa umi. Nggak kerasa juga ya udah mau 7 bulanan adik bayi ini.” balas Ima karena dia melupakan sesuatu yang penting bagi kehidupan keluarganya dan calon bayinya itu.

Alan hanya memerhatikan umi dan istrinya yang membahas tentang acara 7 bulanan calon bayinya. Abinya malah ikut-ikutan diam karena juga tidak tahu harus mengusulkan apa, karena wanita lah yang tahu persis apa yang diperlukan pada acara 7 bulanan kandungan.

“Bagaimana kalau acaranya dilaksanakan minggu depan umi? Kebetulan kan sekarang masih sibuk, kalau minggu depan lumayan ada waktu senggang sih. Alan dan Ima bisa atur waktunya umi.” usulnya seraya melirik suaminya yang tampak kebingungan dengan apa yang dibicarakan oleh kedua perempuan di depannya itu.

“Boleh juga nak, yang penting tidak ngerepotin kamu. Umi juga ikut arus aja, soalnya kan umi sama abi cuma bisa membantu.” balas uminya dengan tersenyum.

“Oh iya jangan lupa, umi sama abi kamu kabarin ya nak. Takutnya malah ketinggalan informasi, biasa orang tua takut lupa kalau soal ini.” ingat umi Alan kepada sang istrinya itu.

Ima mengangguk-ngangguk paham. Mereka berempat pun sama-sama mulai membahas apa yang akan diperlukan di acara tersebut. Mulai dari siapa saja yang akan mereka undang, sewaan acara, ataupun makanan dan minuman yang akan nanti disajikan.

*****

“Umi sama abi pulang dulu ya, kamu harus jaga kesehatan supaya calon bayinya baik-baik saja.” ingat umi seraya mengelus perut buncit menantunya.

“Kamu juga Alan, jangan biarin istri kamu melakukan pekerjaan rumah. Atau nanti abi laporin ke mertua kamu ya!” ancam abinya bercanda kepada anak semata wayangnya itu.

“Iya Abi, siapa juga yang mau gitu. Entar istri kesayangan Alan jadi janda dong.” sahut Alan mendapat pelototan mata dari istrinya.

“Yaudah kami pulang dulu ya, assalamu'alaikum!” pamit umi diikuti oleh sang abi.

“Wa'alaikumussalam.” jawab Alan dan Ima secara bersamaan.

Setelah kepergian kedua orangtuanya, pasangan suami istri itu memutuskan untuk masuk kembali ke rumah dan membicarakan tentang acara minggu depan yang akan diselenggarakan.

[To Be Continued]

Alim ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang