Bagian 16 - Sebuah rumor

60 2 0
                                    

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ 
[Buang yang buruk dan ambil yang baik]

♡♡♡

Pagi ini berbeda dari sebelumnya, pasangan suami istri ini tengah beres-beres karena hari ini adalah hari libur. Alan pergi ke taman belakang untuk memperbaiki tanaman-tanaman, sedangkan Ima mulai memasak sarapan karena dirinya sudah membersihkan seluruh ruangan.

Sedang asyik memasak, tiba-tiba Alan datang dengan raut wajah penuh lelah. Tangannya juga kini tengah kotor, dengan cepat ia pergi ke wastafel lalu membersihkannya.

“Udah selesai mas?” tanya Ima sesekali melirik Alan dan melanjutkan kegiatan memasaknya.

Alan mengangguk dan lanjut duduk agar rasa lelahnya sedikit berkurang. Tidak lama kemudian Ima datang menghampiri dan memberinya segelas air putih.

“Makasih sayang.” ucap Alan dan lansung meneguknya habis.

Ima tersenyum sembari mengangguk.

“Gimana udah mendingan capek nya?” tanya Ima masih dengan menatap raut wajah suaminya.

“Iya agak mendingan sih. Masakannya belum matang?”

Ima menoleh ke belakang dimana ada ikan yanh sedang ia rebus dalam rendaman rempah-rempah. Lalu kembali menatap suaminya.

“Sebentar lagi matang kok, kenapa? Mas udah lapar banget yah?” tanya Ima dengan wajah khawatir.

“Nggak kok mas cuma nanya. Oh iya tadi aku sempat dengar dering telefon, siapa tahu punya mas?” tanya Ima sembari menaruh nasi goreng ke piring miliknya dan suaminya.

Alan diam, siapa yang menelfonnya di hari libur begini? Ah sudahlah mungkin hanya telfon iseng dari teman kuliahnya, pikirnya begitu.

“Nah ini nasi gorengnya sudah jadi! Ayo mas dimakan, itu airnya ada di teko.” ajak Ima menyajikan nasi goreng buatannya yang kini sudah jadi. Alan lansung sigap untuk sarapan, cacing di perutnya lebih ia pentingkan daripada memikirkan masalah handponenya.

Keduanya kini sama-sama sarapan, dan sesekali berbicara di sela-sela makannya. Tidak butuh waktu lama, nasi goreng milik Alan sudah ludes tanpa sebutir nasi pun yang tersisa. Ima yang baru menyelesaikan makannya terpenganga dengan apa yang ia lihat sekarang.

“Mas, ini kamu yang habisin?” tanyanya dengan wajah tidak percaya.

“Iya, kenapa?” jawab Alan malah menanyakan kembali pertanyaan yang disodorkan oleh Ima.

“Nggak papa sih, cuma kamu beda dari biasanya yang suka menyisakan sarapan.” jawab Ima hanya mendapat anggukan kepala dari Alan.

Keduanya sama-sama terdiam setelah pembicaraan singkat itu, dan tiba-tiba sebuah notifikasi handpone keduanya membuatnya beralih fokus.

“Loh kok kita sama-sama dapat notifikasi, samaan pula.” ucap Ima bergantian menatap layar handpone suaminya dengan milik dirinya.

“Entah, mungkin dari kampus kali.” jawab Alan berfikir positif sebelum notifikasi itu ia buka.

Lain halnya dengan Ima, dia mulai curiga dengan notifikasi yang ia dapat. Dengan cepat ia buka layar handponenya dan menekan notifikasi tersebut.

Seketika Ima terkejut begitu melihat isi dari notifikasi tersebut adalah foto kedua pasangan yang berada di hotel. Dan yang paling membuatnya kecewa adalah baju yang dipakai oleh laki-laki di gambar tersebut adalah baju yang sama dengan suaminya minggu lalu.

Karena saking terkejutnya, Ima menjatuhkan handponenya dan membuat Alan khawatir.

“Sayang, kamu kenapa?” tanya Alan segera mendekatinya. Namun Ima mendorong tubuh Alan agar menjauhinya.

“Sayang?” ucap Alan namun Ima sudah terlanjur kecewa dan ia pun lansung meninggalkan Alan dan pergi ke kamarnya.

Alan yang tidak mengetahui apapun lantas mengambil handponenya dan melihat apa yang membuat istrinya sampai menjauhi dirinya.

Betapa terkejutnya ketika dia melihat postingan kedua pasangan, dan Alan yakin itu karena baju yang dikenakan oleh laki-laki itu sama dengan baju yang dibelikan oleh istrinya minggu lalu.

“Haish kenapa lagi sih?” batin Alan segera menemui istrinya di kamar sebelum hubungan keduanya rentan hancur karena masalah sepele ini.

***

Sesampainya di kamar dirinya melihat istrinya sedang tidur. Alan lansung mendekat dan berusaha membujuknya.

“Sayang, kamu kenapa? Cuma baju kok yang sama, lagian baju itu kan banyak di produksi dan dijualnya. Kan nggak mungkin satu doang yang punya kan?” ucap Alan namun tidak kunjung ada respon dari istrinya.

“Jangan gitulah sayang, umi kan pernah bilang kalau ada masalah harus dibicarakan dengan bijak bukan kayak gini.” sambung Alan membuat Ima lansung menatap balik dirinya.

“Masalahnya mas, itu baju terakhir yang aku beli. Dan kata penjualnya juga tersisa satu, palingan kalau mau produksi baju itu seenggaknya nunggu 1 tahun lebih.” jelas Ima dan kini Alan tidak tahu harus menjawab apa, karena yang dikatakan istrinya memang benar.

Melihat suaminya yang terdiam membuatnya mengambil kesimpulan bahwa dugaannya memang benar.

“Tapi aku nggak pernah sekalipun pergi ke hotel sayang. Kamu kan tahu belakangan ini aku sibuk nugas kuliah bareng temen, dan itupun aku kerjanya di kafe doang.” ucap Alan setelah berpikir keras agar kesalahpahaman ini dapat dibereskan.

“Udah la mas, aku capek!” putus Ima lansung memejamkan kedua matanya dan berbalik badan membelakangi suaminya.

Kini Alan dibuat bingung, siapa yang memposting foto tersebut hingga sampai ke istrinya.

“Farhan?” pikir Alan menduga-duga. Tetapi apakah memang benar dia?

“Apa memang benar dia? Tapi kan yang punya nomornya Ima kan cuma dia. Aku tanya lansung aja ke dia.” usul Alan lansung keluar kamar sembari memakai jaket hitam miliknya.

Sedangkan Ima yang mendengar suara pintu lansung membuka mata dan melihat sekeliling yang sudah tidak ada suaminya.

“Tuh kan, emang dia suami yang nggak peka ya setelah pertama kutahu di novel.” gerutu Ima geleng-geleng kepala melihat kelakuan suaminya.

****

Alan mengendarai sepeda motornya dengan kecepatan sedang. Dia sempat tahu alamat rumah Farhan ketika tidak sengaja melihatnya ketika melintasi beberapa kawasan minggu lalu.

Tidak butuh waktu lama, Alan segera berhenti ketika mendapati sebuah pagar coklat di depannya.

“Ini bener rumahnya Farhan nggak yah?” batin Alan sembari turun dari sepeda motornya.

Setelah lama berdiam menatap rumah di depannya, tiba-tiba seseorang datang dari balik pintu dan ternyata orang itu adalah Farhan.

Farhan yang tidak sengaja melihat Alan lansung terkejut.

“Ngapain tuh anak di depan gerbang pagi-pagi begini?” gumam Farhan setelah mengunci pintu rumahnya. Lalu berjalan menghampiri dimana Alan berada.

Ketika sampai di hadapannya Farhan menatapnya dengan wajah penuh bertanya.

“Ngapain kamu kesini? Bukannya aneh kalau orang yang cari gara-gara datang ke rumah musuhnya?” tanya Farhan dengan jutek. Yah, rasa kesalnya masih berbekas apalagi ketika mengingat dirinya dipukuli di tempat umum seperti kejadian sebelumnya.

“Saya mau ngomong sesuatu, dan saya pikir kalau berbicara sambil berdiri tidak akan membuat saya nyaman.” balas Alan membuat Farhan sedikit terkejut karena mendapati Alan yang berbahasa formal kepada dirinya.

“Oh silakan duduk di depan rumah saya.” ajak Farhan dan mereka berdua pun duduk berdampingan di kursi depan rumah Farhan.

“Saya mau tanya, apa kamu yang mengirim postingan ini?” tanya Alan menunjukkan ponselnya ke depan wajah Farhan.

Detik kemudian Farhan terkejut mendapati foto yang ditujukkan oleh Alan ternyata...

[To Be Continued]

Alim ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang