بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
[Buang yang buruk dan ambil yang baik]♡♡♡
Suasana mall begitu sangat ramai, apalagi hari ini ada banyak spanduk-spanduk promo yang diedarkan dari mall ini. Ima dan Alan masih mencoba mengelilingi mall hanya untuk mencari baju-baju lucu untuk anaknya yang murah, namun kualitasnya tidak murahan.
“Mas!” panggil Ima saat menemukan sebuah tokoh mini yang berada di pojokan. Tokohnya terlihat biasa saja, namun hal itulah yang membuat ketertarikan Ima pada tokoh tersebut seketika membuncah.
“Hmm, iya ada apa sayang?” tanya Alan yang berada di depannya lansung menoleh.
“Itu loh tokoh di pojokan sana, kayaknya bagus deh.” balas Ima menunjuk salah satu tokoh yang berada di pojokan sana.
Alan memerhatikan arah yang ditunjuk oleh istrinya, dia mengerutkan kening begitu tahu tokoh yang dimaksud oleh sang isti.
“Tokoh itu? Kamu yakin?” tanya Alan terlihat ragu akan opini istrinya tentang tokoh tersebut.
Ima mengangguk atunsias, tanpa menunggu sang suami, dia lansung pergi menuju tokoh tersebut. Mau tidak mau, Alan segera menyusul istrinya dan mengikutinya.
*****
Sesampainya di tokoh tersebut, kesan pertama yang didapatkan oleh Ima adalah nuansa yang serba coklat menunjukkan bahwa tokoh tersebut berdiri sudah lama di mall itu. Serta hiasan-hiasan tua yang dipajang di beberapa dinding, membuat Ima teringat kembali rumah lamanya.
Cukup lama melihat sekeliling dari tokoh itu, tiba-tiba seorang perempuan tua berusia 50 tahunan datang menghampiri Ima dan Alan.
“Wah nak, ibu tidak menyangka akan kedatangan pembeli. Sudah lama ya kalian menunggu?” tanya ibu tersebut seraya tersenyum manis kepada pasangan suami istri tersebut.
Ima menggeleng pelan dan membalas senyuman ibu tersebut, begitupun dengan reaksi Alan.
“Tidak bu, kebetulan kami baru saja masuk. Oh iya, disini ibu jual baju bayi tidak bu? Kami daritadi mencari, tidak ada satupun baju yang sesuai dengan selera kami.” tanya Ima dengan sopan. Sedangkan Alan hanya diam memerhatikan interaksi antara istrinya dan ibu penjual tersebut.
Ibu itu tampak berpikir sebentar, lalu dia masuk ke suatu ruangan dan keluar kembali seraya membawa satu kotak besar berwarna hijau kecoklatan.
“Ini adalah kotak yang berisi perlengkapan bayi, oh iya semua yang ada di dalam sini belum terpakai. Bawalah ini, semoga sesuai dengan selera kalian.” ucap ibu tersebut dengan menyodorkan kotak besar tersebut dan diterima oleh Ima.
Awalnya Ima ragu-ragu, dia sempat melirik sang suami untuk mendapat reaksi yang sama dengannya. Memang benar itu terjadi, namun wajah suaminya juga menunjukkan bahwa Ima harus menerimanya agar menghargai pemberian sang ibu tua itu.
“Boleh tahu kenapa ini masih baru bu? Apa ibu baru saja membelinya atau...?”
Belum sempat Ima melanjutkan pembicaraannya, namun sang ibu segera memotongnya dan berbicara dengan baik.
“Saya keguguran, anak saya meninggal waktu usia kandungan 5 bulan.” potongnya dengan wajah tersenyum. Namun Ima mengerti akan perasaan ibu tersebut, karena dia juga akan menjadi seorang ibu.
“Innalillahiwainnalillahi rajiun, maaf bu saya tidak bermaksud.”
“Tidak apa-apa, semoga Allah mempermudah persalinannya ya.”
Ima dan Alan tersenyum mendengar ibu tersebut mendoakannya, mereka juga tidak lupa berterimakasih karenanya.
****
Di lain tempat, seorang laki-laki tengah geram karena sebuah foto terkirim 2 menit yang lalu di handponenya. Siapa lagi kalau bukan Gara, laki-laki yang sangat terobsesi untuk memiliki Ima yang kini sudah berstatus istri sah laki-laki lain.
Dia melemparkan handponenya ke sembarang arah, rasa marah dan kesal telah tercampur aduk dalam dirinya saat ini.
“Tunggu saja, aku bakal ngebuat kamu jadi milikku seutuhnya Ima!” batinnya seraya melihat wajah geramnya sendiri di cermin besar miliknya.
Di tengah kemarahannya, tiba-tiba seseorang mengetuk pintu kamarnya. Gara melirik tajam kearah pintu tersebut, kini siapa yang ingin menganggunya lagi? Argh, sepertinya Gara ingin sekali melenyapkan manusia-manusia sampah yang terus mengusik hidup tenangnya ini.
Namun dia tetap pergi untuk membuka pintu tersebut, dan tampaklah seorang wanita dengan pakaian minimnya dan rambut yang digerai begitu saja. Gara menatapnya dengan tatapan jengah, dia sungguh tidak berminat dengan gadis modelan seperti di depannya ini.
“Mau apa kamu kesini?” tanyanya tanpa mempersilahkan gadis itu untuk masuk ke kamarnya.
“Bicaranya kok gitu? Aku kesini untuk ngehibur kamu loh, masa iya kamu begitu sama aku?” ucapnya dengan nada manjanya itu.
Sungguh melihat perempuan ini hampir membuat Gara semakin kesal dan ingin mengusirnya. Tetapi dia masih ingat kalau hanya perempuan inilah yang dapat ia andalkan untuk misi-misi sebelumnya ia kerjakan.
“Jadi aku nggak boleh masuk ini?”
Gara diam menahan emosi yang sudah ditahan sebelumnya, lalu perlahan dirinya menyingkir dan membiarkan perempuan itu masuk ke kamarnya.
“Jadi bagaimana? Kamu mau melanjutkan rencana sebelumnya atau berhenti saja dan menerima aku?” tanyanya mampu membuat Gara sontak menoleh tajam kepadanya.
Gadis itu hanya terkekeh mendapati reaksi laki-laki depannya yang sangat berlebihan.
“Haha it's okay-okay, aku hanya bercanda.” ucapnya seraya mengikat rambutnya dengan ikatan rambut yang sebelumnya berada di pergelangan tangannya.
“Aku ingin kamu melanjutkan rencana yang sebelumnya kamu kerjakan, dan ingat rencana yang terakhir ini harus benar-benar diselesaikan dengan baik!” tekan Gara pada akhir kalimatnya itu.
Gadis itu tersenyum seolah tahu bahwa Gara masih meremehkan kemampuannya untuk merusak rumah tangga seseorang.
“Okay, jangan khawatir.” jawabnya singkat dan lansung meninggalkan Gara yang tetap berdiri di tempatnya seraya menatap kepergian gadis yang ia suruh tersebut.
****
Alan tersenyum melihat batu nisan di depannya itu. Antara sedih dan senang sudah tercampur aduk di dalam dirinya saat ini.
“Al, gimana kabar lo disana? Semoga bukan azab ya yang lo dapat, hehe nggak kok aku bercanda.” Alan menghembuskan nafas lelahnya karena telah menutupi lukanya selama ini.
“Makasih Al, makasih sudah jadi saudara kembar gue selama 14 tahun terakhir. Gue sekarang bahagia, tapi gue masih merasa bersalah karena sudah ngerebut kebahagian yang seharusnya lo dapat sekarang.” jelasnya masih setia menatap batu nisan yang kini sudah mulai ditumbuhi lumut.
Alan terdiam cukup lama, dia tidak tahu ingin berkata apalagi. Menurutnya cukup hati yang berbicara tentang suka dan duka yang ia dapat sejak sepeninggalan saudaranya itu.
Seandainya saja saudaranya tidak meninggal, seandainya saja kecelakaan tersebut tidak terjadi, dan-- seandainya saja dirinya tidak memaksa pergi---, semuanya hanya tersisa andaian belaka yang terus berputar di dalam pikirannya. Sampai kapanpun rasa bersalah itu akan terus menghantui dirinya, entah dirinya yang akan meninggalkan rasa itu atau rasa itu yang akan meninggalkannya.
Di tengah keheningan makam di sore hari itu, disaat Alan terdiam karena rasa bersalah itu, tiba-tiba seseorang datang dengan baju hitam dan hijab yang ia pasang sembarangan.
“Jadi lo punya saudara kembar?” ucapnya seketika membuat Alan sontak berdiri menatapnya dengan penuh keterkejutan.
[To Be Continued]
KAMU SEDANG MEMBACA
Alim ( Completed )
Teen Fiction( Disarankan follow sebelum membaca ) Kisah sepasang suami istri yang baru menikah akibat kejadian yang tidak terduga sebelumnya. Mereka terpaksa menjalani hubungan barunya selama masa kuliahnya. Bahkan mereka sudah membuat kesepakatan agar hubunga...