Bagian 24 - Ingatan sekilas

46 4 0
                                    

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ 
[Buang yang buruk dan ambil yang baik]

♡♡♡

“Jadi lo punya saudara kembar?” ucapnya seketika membuat Alan sontak berdiri dengan wajah yang penuh keterkejutan.

Alan kikuk ketika melihat seorang gadis yang sama sekali tidak ia kenal sebelumnya.

“Lo siapa?” tanya Alan begitu untuk mengurangi segala rasa gugupnya itu.

“Gue? Lo nggak tahu siapa gue?” ucapnya dengan wajah tidak percaya karena laki-laki di depannya ini sama sekali tidak mengenalinya.

Alan menggeleng pelan, kali ini dia tidak berbohong. Dia sama sekali tidak mengenali gadis di depannya itu.

“Gue cinta pertama lo Alan, Zesqi? Masa lo nggak kenal gue?” tanya gadis itu yang berharap laki-laki di depannya itu mengenalnya, dan ia lupa tujuan awal bertemu dengan target sebelumnya.

Alan diam, pikirannya masih berkelana sebelum ia ingat bahwa jati dirinya bukanlah Alan yang sesungguhnya.

“Oh iya, gue kan bukan Alan asli!” batinnya baru menyadari sesuatu yang ia lupakan setelah nyaman dengan jati dirinya yang sekarang.

Alan berdeham sebentar karena sudah sadar akan hal yang terjadi, lalu kembali menatap gadis di depannya ia menjawab.

“Oh iya gue udah inget, lo-- temen masa kecil gue kan?” tanya Alan berusaha menyakinkan gadis itu bahwa dirinya adalah Alan yang asli.

Gadis itu memasang wajah curiga dengan sikap Alan yang ia kenal karena menurutnya sedikit berbeda. Tetapi dia tidak ambil pusing, lalu dengan cepat sang mantan kekasihnya itu, ia tawarkan untuk pergi ke suatu tempat.

“Bagaimana kalau kita pergi minum kopi sebentar? Sudah lama gue nggak berbincang-bincang dengan lo” ajak gadis itu. Alan diam, dia tidak tahu harus bilang iya atau tidak. Jika ia bilang tidak, maka gadis itu akan semakin curiga. Dan kalau dia mengiyakan permintaan sang gadis, maka ibu negara yang berada di rumah juga akan semakin marah.

“Jadi gimana? Lo mau atau nggak nih? Masa ajakan mantan cinta pertama, lo tolak?” ucapnya berusaha mencairkan suasana.

Sedikit informasi, bahwa mereka putus dengan baik-baik atau bisa dikatakan kalau mereka putus karena keinginan keduanya yang sama-sama ingin tidak ada hubungan romance.

“Yah gue bodoamat! Gue aja nggak kenal siapa lo.” batin Alan dengan kesal.

Tetapi Alan tidak mungkin mengatakan itu, bisa-bisa semua rahasia dirinya dan keluarganya akan terbongkar dan membuat semuanya semakin rumit.

“Maaf gue nggak bisa karena istri gue udah nungguin di rumah dan satu lagi dia juga sudah hamil anak gue, maaf sekali lagi.” balas Alan dengan sopan agar dirinya tidak melukai hati gadis di depannya itu.

Sebenarnya dia tidak perlu repot-repot mengatakan bahwa dirinya sudah menikah, toh nanti gadis di depannya itu akan tahu dengan sendirinya.

Tanpa basa-basi lagi, Alan segera pergi meninggalkan gadis yang kini terdiam karena mendapatkan pernyataan yang sangat diluar ekspetasinya. Setelah melihat Alan yang pergi dari hadapannya, gadis itu sedikit takjub karena Alan yang ia kenal tidak begitu berani dalam hubungan serius apalagi yang namanya pernikahan. Karena Alan yang ia kenal, adalah Alan yang suka memainkan perasaan wanita dan tidak lain adalah dirinya sendiri.

“Sepertinya ada yang aneh.” gumamnya lalu memasang kembali kacamata hitam yang sebelumnya ia pegang di tangannya.

***

Alan terburu-buru untuk menemui istrinya, dia takut istrinya marah kepadanya dikarenakan terlalu lama ditinggalkan.

Pintu kamar terlihat terbuka meskipun sedikit, perlahan Alan memegang gagang pintunya lalu membukanya.

Ternyata istrinya sedang santai menonton drakor ditemani oleh cemilan-cemilan yang sebelumnya ia beli.

Ima yang sadar ada seseorang di sekitarnya lansung mendongak dan mendapati suaminya yang tengah bersedakap dada.

Dia hanya menampilkan raut wajah yang mengatakan “Apa?” namun tidak ia katakan.

“Oh pantesan nggak mikirin suaminya, ternyata lagi drakoran.” ucap Alan dengan membuka jas hitam yang ia kenakan sebelumnya.

Ima terdiam sebentar, lalu menaruh handpone yang sebelumnya ia gunakan untuk menonton drakor.

“Darimana?” tanyanya dengan singkat, padat, dan jelas kepada laki-laki di depannya itu.

“Dari.... Luar.” jawabnya lalu segera meninggalkan istrinya dengan pergi ke dapur secara tiba-tiba. Dan tentu itu membuat Ima dibuat kesal olehnya untuk kedua kalinya.

“ALANN!!!”

****

Sejak sore itu, kedua pasutri ini dilanda keheningan untuk waktu yang cukup lama. Sang suami yang berusaha berbaikan dengan istrinya, sedang sang istri hanya cuek dan tidak ingin sekali untuk membalas segala ucapan dari sang suami.

“Sayang, ayolah...”

“Masih marah? Aku kira kamu tidak akan kesal karena tadi.”

“Sorry yaa, senyum coba. Masa iya suaminya dicuekin? Nanti dosa loh kata umi waktu naseha...” ucapannya terhenti begitu sang istri menatapnya tajam lalu kembali fokus dengan aktivitasnya.

Ima sebenarnya sudah berusaha memaafkan Alan, namun suaminya yang begitu rewel barusan membuat niatnya yang sebelumnya baik, kembali ia urungkan.

Tadi memang ia diamkan, dan setiap ia pergi, suaminya terus saja mengikutinya seperti anak kecil.

“Mas coba diam aja dulu sebentar jangan ganggu aku dulu.” ucapnya lansung meninggalkan suaminya yang menurut saja. Bagi Alan jika istrinya begitu, maka batas kesabarannya mungkin sudah hampir mencapai batasnya.

Ima mencari tempat dimana ia bisa merehatkan pikirannya. Dia berjalan menuju taman belakang rumah, dimana tempat tersebut banyak sekali bunga-bunga dan terdapat air pancuran yang sebelumnya dibuatkan oleh suaminya sendiri.

Dirinya menduduki salah satu kursi yang memang sebelumnya disediakan. Perlahan Ima memejamkan kedua matanya dan mulai menikmati angin semilir yang sejak kapan datangnya. Tangannya yang sembari mengelus-ngelus perutnya yang buncit itu karena ada calon bayi, mengajak berbicara santai.

“Adek baik-baik ya di dalam perut bunda. Nanti kalau adek lahir dan bunda masih nggak bisa lihat adek, pokoknya adek harus jadi anak yang kuat.” ucapnya lirih, dia tidak tahu kenapa harus kata itu yang ia ucapkan.

Seusai mengucapkan itu, Ima kembali membuka matanya karena seperti menahan rasa pusing yang tiba-tiba saja ia rasakan di kepalanya. Serpihan kenangan masa lalu dengan suaminya mulai bermunculan, dimana waktu dia masih asyiknya bermain sampai dimana dia melihat sang suami yang tergeletak lemas dengan bersimbah darah. Refleks Ima terkejut dan berteriak histeris. Alan yang mendengarnya lansung pergi menemui sang istri.

“Ima! Ada apa, kenapa berteriak?” tanya Alan lansung memegang pundak istrinya karena begitu khawatir. Belum sempat melontarkan pertanyaan selanjutnya, Ima lansung memeluk suaminya dan menangis histeris.

Alan yang tidak tahu apa yang telah terjadi berusaha menenangkan istrinya dengan mengelus-ngelus pundaknya. Dia berniat akan menanyakannya ketika keaadan mulai tenang kembali.

Setelah beberapa menit, dilihat kondisi sang istri mulai membaik. Alan menyuruhnya untuk duduk dulu dan mulai menanyakan pertanyaan yang sejak tadi mengganggunya.

“Kamu kenapa nangis? Apa ada yang membuatmu khawatir?” tanya Alan hati-hati, karena takut emosi istrinya masih tidak stabil.

Ima diam, lalu perlahan mengangguk.

“Tadi, sekilas aku melihat kamu kecelakaan dan bersimbah darah mas. Dan ka-- kamu seperti tidak bernyawa.” jawab Ima sedikit menahan tangis sesegukannya.

Deg!

Alan seketika dibuat terkejut sekaligus diam seribu bahasa. Bagaimana mungkin istrinya mendapati ingatan itu?

[To Be Continued]

Alim ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang