Bagian 25 - Hubunganmu dengannya?

61 2 0
                                    

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ 
[Buang yang buruk dan ambil yang baik]

♡♡♡

Malan hari di ruang tamu, Alan masih diam memikiran perkataan istrinya tadi. Dia terkejut sekaligus khawatir jika Ima mengetahui bahwa dirinya bukan Alan yang asli, apalagi jika mertuanya ikut mengetahui itu juga. Memikirkan saja membuat Alan tidak tahu harud mengambil langkah seperti apa untuk mengetahuinya.

Lain halnya dengan Ima, di kamar dia terus saja mengingat serpihan ingatan yang ia dapat entah darimana.

“Apa itu akan terjadi pada mas Alan di masa depan?” duganya yang seketika meringis karena membayangkan persis bagaimana darah yang mengalir banyak di sekujur tubuh sang suami.

“Tidak, aku tidak boleh su'udzon! Astaghfirullah ya allah, semoga saja suami hamba terhindar dari bahaya.” batin Ima seraya menggeleng-geleng pelan.

Tiba-tiba suara deringan telefon membuatnya terkejut dan refleks ia lansung mengangkat telefonnya tanpa melihat siapa yang menelfonnya.

“Assalamu'alaikum, halo?” ucapnya memulai pembicaraan. Tidak ada sahutan apapun dari seseorang yang menelfonnya. Karena penasaran, Ima menjauhkan handponenya dari telinganya dan melihat nama yang terpampang di layar tersebut.

“Gara?! Untuk apa dia menelfonku?” batin Ima seraya merasakan ada yang tidak beres. Tanpa memikirkan hal yang buruk, dia mendekatkan kembali handpone ke telinganya.

“Tumben sekali lo angkat telefon dari gue, biasanya juga selalu di cuekin.” ucap Gara di seberang telefon sana. Dia merasa takjub karena ini kali pertama perempuan itu mengangkat telefonnya setelah sekian lama tidak pernah berkomunikasi.

“Kalau tidak ada yang penting, aku matikan telefonnya.” balas Ima dengan tegas. Hampir saja ia menekan tombol merah di layar handponenya, namun suara Gara yang lantang membuat ia urungkan niatnya.

“Eh tunggu-tunggu, gue cuma mau bilang lo harus jaga diri baik-baik.” ucap Gara membuat Ima bingung. Tanpa laki-laki itu suruh Ima juga akan jaga diri baik-baik.

“Yaudah gue tutup telefonnya, Assalamu'alaikum!” sambung Gara karena tidak mendapat respons dari Ima.

Tuttt!

Panggilanpun terputus, Gara itu memang tipe laki-laki yang aneh karena sering membuatnya bingung dan sekaligus penasaran dengan ucapan-ucapan yang dia lontarkan kepadanya.

“Wa'alaikumussalam.” balas Ima meskipun panggilan telefonnya sudah diputus oleh Gara.

Ima masih menatap layar handponenya dengan memikirkan apa yang dimaksud oleh ucapan Gara kepadanya. Tanpa disadari Alan sudah berada di kamarnya karena ingin beristirahat sebentar, namun dirinya mendapati istrinya sedang fokus menatap layar handpone tanpa bergeming sekalipun.

Alan mendekat dan menepuk pundak Ima secara perlahan.

“Ada apa sih kok serius amat muka itu buk?” tanya Alan sekaligus menggoda sang istri.

Ima yang tidak terkejut lagi karena sudah menyadari dulu kedatangan suaminya, ia hanya diam lalu menunjukkan layar handponenya itu.

“Ini nih mas, sebelumnya Gara telfon aku terus dia bilang jaga diri baik-baik. Kan aneh ya dia.” jelas Ima bukannya membuat Alan mengerti, malah suaminya tiba-tiba menjauh darinya alias cemburu lagi.

Mendapati perlakuan seperti itu, Ima mengerti apa yang suaminya rasakan.

“Jangan cemburu, aku juga nggak berniat seperti yang kamu pikirkan kok. Tadi refleks saja aku angkat telefonnya tanpa melihat dulu namanya.” sambung Ima menjelaskannya dengan lembut, karena dia malas sekali jika ada keributan mendadak diantara dirinya dan suaminya.

Alan mulai menoleh padanya dan tersenyum. Tetapi dia melontarkan pertanyaan yang sama sekali tidak ingin Ima menjawabnya.

“Hubungan kamu sama dia apa?” tanya Alan masih setia menunggu jawaban dari Ima. Namun ia tidak tahu harus menjawab apa? Pasalnya hubungannya dengan Gara itu menjadi aib baginya dan tidak ingin diungkit-ungkit lagi.

Karena tidak kunjung mendapat jawaban, Alan meneruskan pembicaraannya.

“Tidak aku hanya penasaran saja, dan sepertinya dia terlalu obsesi untuk memiliki kamu meskipun tahu sudah menikah. Kalau tidak ingin menjawabnya tidak ap--” pembicaraannya terpotong karena ucapan istrinya yang tiba-tiba.

“Aku dan dia dulu pacaran mas!” ungkap Ima dengan mati-matian berusaha untuk tidak terlihat memalukan karena sudah mengungkapkan masa lalu buruknya.

Awalnya Alan memang terkejut bukan main, tetapi akhirnya dia paham mengapa istrinya tidak ingin sekali menjawab jika dirinya menanyakan masa lalu. Alan memilih diam dan tidak ingin mengomentari hal itu.

“Mas, tapi kini aku sudah memiliki kamu dan calon anak kita. Aku tidak ingin kita membicarakan lagi masa lalu yang sudah berlalu.” sambung Ima sembari menggenggam tangan Alan dengan penuh kasih sayang.

Alan yang memang tidak tersinggung karena masa lalu istrinya itu, lantas mengangguk dan tersenyum. Dia membalas genggaman itu dan menatap insten istrinya.

“Dan kamu saat ini adalah istri yang terbaik menurut versiku, sayang.” ungkap Alan membuat Ima merasa kupu-kupu berterbangan di perutnya. Saat ini dia sangat salah tingkah dibuatnya.

Dengan cepat Ima melepas genggaman tangannya dan memalingkan wajah.

“A--a-apaan sih, alay tau nggak. Kayaknya kamu bukan Alan yang aku kenal dulu deh.”

“Ohh, Alan yang dulu gimana hm?” goda Alan masih berniat mengerjai istrinya itu.

Namun candaan keduanya tidak berlansung lama, karena terhentikan oleh suara bel rumah. Ima menatap suaminya seakan bertanya siapa yang datang ke rumah mereka?

“Sana buka mas!” suruh Ima cengar-cengir karena seenaknya memerintah suaminya.

“Hmm udah berani ya nyuruh suami?” balas Alan memicingkan kedua matanya, namun Ima segera menunjuk perutnya itu.

“Adeknya lagi males mas, udah ya aku tunggu sini.” putus Ima membuat Alan hanya mengiyakannya. Untuk saat ini alasan yang paling ampuh itu memang calon bayi yang sedang dikandungnya itu, memang terbaik!

Alan pergi keluar kamar dan menuju pintu depan untuk membukanya. Saat pintu terbuka, seorang perempuan sedang melambaikan tangannya kepadanya.

“Hai Alan!” sapanya dengan tersenyum.

“Lo! Lo ngapain kesini, dan tahu darimana alamat rumah gue?” tanya Alan tanpa membalas sapaan perempuan itu.

“Santai-santai, boleh masuk dulu? Masa mau bicara disini.” balas perempuan itu  yang membuat Alan kesal.

Dengan setengah hati Alan mempersilahkannya untuk masuk. Dia tidak tahu akan terjadi apa jika istrinya tahu tentang perempuan di depannya.

Setelah keduanya duduk di kursi masing-masing, perempuan itu kembali membuka suara.

“Gua tahu rumah lo dari umi, dia ngasih tahu karena gue beralasan ingin bertemu sebentar. Dan maksud kedatangan gue--” ucapannya digantung saat tangan perempuan itu membuka tasnya. Terlihat dia mencari sesuatu yang akan diberikan kepada Alan.

Setelah menemukannya, perempuan itu menyodorkan sebuah kotak berwarna merah kepadanya dan Alan bisa menebak apa isi dari kotak tersebut.

Perlahan Alan mengambil kotak tersebut dan membukanya. Memang benar, isinya adalah sepasang cincin. Dia mendongak memandang kembali perempuan di depannya untuk memberikan penjelasan.

“Itu cincin yang sebelumnya kita beli setelah lo janji ke gue untuk nikah, Alan.” ucap perempuan itu seketika membuat Alan yang tidak tahu apa-apa terkejut dan menjatuhkan kotak tersebut.

Tanpa mereka berdua sadari, Ima yang sejak tadi berdiri dibalik gorden kamarnya sudah mendengar jelas apa yang sudah dibicarakannya dengan menahan sakit yang tiba-tiba saja dirasakannya.

[To Be Continued]

Alim ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang