BAGIAN 44

16 2 0
                                    

"Jadi kamu udah serius sama Zoya?" tanya Rianty pada keponakannya.

Niko mengangguk sambil tersenyum tipis.

"Om gak keberatan kalo memang kamu pilih Zoya. Om percaya seratus persen sama pilihan kamu."

"Aku mau ajak Zoya ke Bandung akhir tahun ini."

"Ikuuuuut!!!" seru Teresa nyaring.

Fadia juga mengangguk setuju. "Kita udah lama gak ke Bandung, boleh ya, Pa, Ma, aku sama Tere ikut Aa."

"Kalo Papa kasih izin dan Aa gak keberatan ya Mama setuju," ujar Rianty.

"Aku gak keberatan kok kalo Fadia sama Teresa ikut, lagian mereka lagi libur sekolah," sahut Niko ikut menyetujui. Akan lebih canggung jika hanya Niko dan Zoya yang pergi.

"Oke, kalo semua setuju Papa gak bisa bilang gak. Kalian berdua boleh ikut asalkan selalu nurut sama Aa, di sana jangan ngerepotin nenek, om, sama tante juga."

"Siap!"

*****

Niko sedang duduk di sofa sendirian. Sesekali ia memijit pundaknya sendiri. Fadia memperhatikan kakak sepupunya itu, lalu gadis itu berjalan mendekat dengan secangkir teh di tangannya.

"Teh buat Aa," ujar Fadia menyodorkan cangkir teh itu.

"Aa udah ngabarin Kak Zoya?"

"Belom." Niko menggeleng pelan.

"Ih, kenapa belom?" gerutu Fadia. "Kak Zoya itu nungguin kabar dari Aa tau!"

"Iya, tau."

"Kalo udah tau kenapa masih belom ngabarin?" omel Fadia jadi kesal.

"Aa gak mau ganggu waktu dia, Fa. Dia lagi sibuk sama skripsinya."

"Ya justru itu dia lagi butuh Aa sekarang. Dia butuh orang yang bisa nyemangatin dia. Aa ini gimana sih?"

Niko duduk diam termenung. Memikirkan ucapan Fadia yang memang benar. Saat ini Zoya pasti membutuhkan orang yang bisa menyemangatinya.

Untuk pemuda yang usianya hampir kepala tiga ini tidak lagi membutuhkan kekasih yang hanya membuang waktunya. Ia lebih membutuhkan pasangan hidup yang siap menemaninya sampai hari tua nanti.

Namun, Zoya masih terlalu muda. Bahkan belum menyelesaikan kuliahnya. Zoya yang pekerja keras dan mandiri pasti memiliki cita-cita yang tinggi. Perjalanannya pun masih sangat panjang. Apakah gadis itu akan menerimanya? Apalagi dengan hubungan tanpa status mereka saat ini.

"Nanti Aa kabari Zoya, kamu tidur aja sana udah malem," ujar Niko.

"A', aku memang baru kenal Kak Zoya 2 tahun terakhir ini, tapi aku yakin kalo Kak Zoya perempuan yang tepat untuk jadi pendamping Aa," kata Fadia dengan lirih.

*****

Niko tidak bisa tidur. Matanya tidak mau terpejam walau pemuda itu sudah mengantuk. Ia mengambil ponsel yang terletak di nakas. Melihat jam yang sudah lewat dari tengah malam. Pemuda itu semakin gelisah. Masih berpikir untuk menghubungi Zoya atau tidak.

Seharusnya memang tadi ia menuruti perkataan Fadia untuk segera menghubungi Zoya alih-alih terus menundanya.

Niko meletakkan kembali ponselnya. Lalu menghela nafas panjang dan mengusap wajahnya kasar. Kemudian ia meyakinkan diri untuk menghubungi Zoya tengah malam begini.

Ketika Senja Menuju FajarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang