BAGIAN 17

141 7 1
                                    

Setelah acara makan selesai. Sekarang dilanjutkan dengan acara nonton bersama. Dengan memasang layar putih besar dan menggunakan proyektor.

Diego dan Aryan sudah mempersiapkan semuanya. Mereka yang mengusulkan acara ini. Karena biasanya hanya para anak saja yang menonton film dan para orang tua duduk bersantai membicarakan masalah pekerjaan.

Bagi para anak itu sama saja orang tua sibuk sendiri. Akhirnya Aryan dan Diego menyiapkan semua ini dibantu dengan Niko, sepupu dari Fadia. Niko adalah anak tunggal dari kakak perempuan Jovi, Teh Nisa. Kebetulan Niko dipindah tugaskan di kota ini sehingga ia singgah untuk sementara bersama Jovi.

"A' dimakan dulu itu makanannya keburu dingin," ujar Rianty pada Niko yang masih sibuk menyambungkan kabel.

Niko mengangguk pelan. "Iya bentar lagi, tanggung ini dikit lagi."

"Iya, lo belom makan dari tadi A'," ujar Diego menyahuti.

"Santai."

"Udah beres kan, tinggal play aja filmnya." Niko menepuk-nepuk telapak tangannya.

"No, no, no! Makan dulu baru nonton!" seru April pada semuanya. "Fandi, cepetan ambil makan! Dari tadi disuruh makan kok susah banget," omel April pada anak semata wayangnya. Melihat Fandi yang tak bersemangat seperti itu membuat dirinya sedikit heran.

Biasanya Fandi yang paling bersemangat dalam acara ini. Karena dengan adanya acara ini ia bisa lebih lama bertemu dengan Fadia. Tapi pada acara kali ini ia seperti menghindar. Jika bukan Papa dan Mamanya yang meminta mungkin ia tidak akan datang.

Fadia pun sama. Tak bersemangat. Bahkan tatapannya kosong. Sering melamun seperti orang yang sedang banyak masalah.

Tere dan Clari menggelar karpet besar untuk mereka menonton film sambil tiduran. Bahkan Clari membawa bantal lengkap dengan guling dan selimutnya.

"Abang jangan ganggu deh!" seru Clari melengking saat Diego merebut paksa guling dalam pelukannya itu.

Diego mencibir. Menatap jengkel adik perempuannya yang sangat menyebalkan itu.

"Pinjem bentar elah."

"Gak mau is, pokoknya gak mau!"

"Abang," tegur Naya menatap Diego penuh arti.

Diego mengalah, ia kembalikan guling kesayangan adiknya itu dengan berat hati. Lalu dengan cepat Clari merampasnya dengan hati kesal.

Wajar saja bila Clarisa, Tere bahkan Adis mempersiapkan semuanya dengan baik. Karena film yang akan mereka tonton bergenre horor. Jadi dengan inisiatif Clari mengajak dua sahabatnya itu untuk mempersiapkan semuanya.

Fadia pun ikut-ikutan. Dia menidurkan diri tepat di samping adik kandungnya. Dengan selimut yang kini merekat dalam tubuhnya. Fandi yang melihat itu jadi tersenyum kecil. Sangat tau bahwa Fadia tidak berani menonton horor. Tapi gadis itu berlagak sok berani.

Saat Fadia menoleh tak sengaja tatapan keduanya bertemu. Baik Fandi maupun Fadia jadi memalingkan wajah salah tingkah. Astaga! Ternyata begini rasanya berdekatan dengan mantan pacar.

Rasanya tak menentu. Ada rasa kecewa saat tak ada lagi masa-masa indah itu terulang kembali. Ada pula rasa canggung untuk menyapa saat bertemu. Pancaran mata keduanya mengisyaratkan rindu. Tapi saling bungkam tak berani mengadu.

Fadia mungkin menatap layar yang ada di hadapannya. Tetapi pikirannya masih saja tertuju pada pemuda yang duduk tepat di belakangnya.

"AAAAA!"

"MAMA!"

"ASTAGHFIRULLAH ITU APAAN?!"

Fadia mengerjap kaget saat suara-suara itu terdengar nyaring di telinga. Wajar saja ia paling dekat dengan gadis-gadis SMP dengan suara yang melengking dan menggelegar hebat.

Ketika Senja Menuju FajarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang